kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

Ibu Hamil Boleh Tak Berpuasa, Ini Ketentuannya!

Ibu Hamil Boleh Tak Berpuasa, Ini Ketentuannya!
ilistrasi ibu hamil bekerja (Dok : int).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Puasa di bulan Ramadhan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 185 yang berbunyi:

فمن شهد منكم الشهر فليصمه

Pemprov Sulsel

Artinya:

“Maka barang siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa.”

Namun, dalam beberapa kondisi tertentu, kewajiban berpuasa ini dapat mengalami pengecualian bagi orang-orang yang memiliki alasan kuat untuk tidak melaksanakannya, salah satunya adalah ibu hamil.

Jika puasa yang dijalankan dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan ibu atau janinnya, maka Islam memberikan keringanan berupa kebolehan untuk tidak berpuasa.

Kendati demikian, keringanan ini tetap disertai dengan konsekuensi yang harus dipenuhi oleh ibu hamil, yaitu mengganti puasa yang ditinggalkan dengan qadha atau fidyah, tergantung pada alasan ia tidak berpuasa.

Pada dasarnya, ibu hamil tetap diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa sebagaimana Muslim lainnya.

Jika kondisi kesehatannya stabil dan tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa puasa dapat membahayakan dirinya ataupun janinnya, maka ia harus tetap menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan sebagaimana umat Muslim pada umumnya.

Namun, jika berpuasa dapat menimbulkan mudarat, seperti menyebabkan kelemahan fisik yang berlebihan, mengganggu kesehatan ibu, atau mengancam keselamatan janin, maka ibu hamil diperbolehkan untuk meninggalkan puasa.

Islam adalah agama yang penuh rahmat dan tidak membebani pemeluknya dengan hal-hal yang sulit dilakukan, terlebih jika hal tersebut berpotensi menimbulkan bahaya.

Oleh karena itu, bagi ibu hamil yang menghadapi kondisi tersebut, Islam memberikan keringanan untuk tidak berpuasa dengan catatan bahwa ia tetap memiliki kewajiban untuk menggantinya setelah bulan Ramadhan berlalu.

Terkait dengan kewajiban mengganti puasa, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan oleh ibu hamil yang tidak menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan.

Jika alasan tidak berpuasa adalah karena kekhawatiran terhadap janinnya, misalnya ia takut bahwa puasa dapat menghambat pertumbuhan bayi dalam kandungannya, menyebabkan kekurangan nutrisi, atau bahkan meningkatkan risiko keguguran, maka ia diwajibkan untuk mengganti puasanya dengan dua bentuk kewajiban, yaitu qadha dan fidyah.

Qadha berarti ibu hamil harus mengganti jumlah hari puasa yang ia tinggalkan di waktu lain setelah kondisinya kembali stabil.

Sementara itu, fidyah adalah bentuk tebusan yang harus dibayarkan dengan memberikan makanan kepada orang miskin sebagai kompensasi dari puasa yang tidak ia jalankan.

Kewajiban membayar fidyah ini muncul karena alasan utama ibu hamil meninggalkan puasa adalah demi keselamatan janinnya, bukan dirinya sendiri.

Berbeda halnya jika alasan ibu hamil tidak berpuasa adalah karena kekhawatiran terhadap kesehatannya sendiri atau kombinasi antara kesehatan dirinya dan janinnya.

Jika seorang ibu hamil merasa bahwa berpuasa dapat membuat dirinya sangat lemah, pingsan, mengalami dehidrasi berat, atau kondisi lain yang berpotensi membahayakan dirinya, maka dalam keadaan seperti ini ia juga diperbolehkan untuk tidak berpuasa.

Namun, berbeda dengan kondisi sebelumnya, ibu hamil yang meninggalkan puasa karena alasan ini hanya diwajibkan untuk mengganti puasanya di lain waktu tanpa harus membayar fidyah.

Hal ini karena dalam Islam, seseorang yang tidak berpuasa karena alasan kesehatan pribadinya hanya dikenai kewajiban qadha, tidak termasuk fidyah.

Dalam kitab Mugnil Muhtaj, Syekh Khatib As-Syirbini menjelaskan mengenai ketentuan puasa bagi ibu hamil dan ibu menyusui.

Beliau mengatakan bahwa jika ibu hamil atau ibu menyusui tidak berpuasa karena kekhawatiran terhadap kondisi dirinya sendiri atau kombinasi antara dirinya dan anaknya, maka mereka hanya diwajibkan untuk mengganti puasanya tanpa perlu membayar fidyah.

Namun, jika alasan tidak berpuasa adalah semata-mata karena kekhawatiran terhadap kondisi anaknya saja, maka kewajiban yang harus ditunaikan adalah mengganti puasa yang ditinggalkan serta membayar fidyah sebagai bentuk kompensasi.

Pendapat ini menunjukkan bahwa hukum puasa bagi ibu hamil dalam Islam tidak bersifat kaku, melainkan fleksibel tergantung pada kondisi yang dialami oleh ibu hamil itu sendiri.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ibu hamil tetap diwajibkan untuk berpuasa selama tidak ada risiko yang dapat membahayakan dirinya atau janinnya.

Namun, jika terdapat kondisi yang membuatnya tidak mampu berpuasa tanpa menimbulkan risiko kesehatan, maka Islam memberikan keringanan bagi ibu hamil untuk tidak menjalankan puasa.

Sebagai gantinya, ia memiliki kewajiban untuk mengganti puasa yang ditinggalkan. Jika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap kondisi janinnya, maka ia wajib mengqadha puasanya serta membayar fidyah.

Namun, jika ia tidak berpuasa karena alasan kesehatan dirinya sendiri atau alasan gabungan antara dirinya dan janinnya, maka ia hanya perlu mengqadha puasanya tanpa membayar fidyah.

Keringanan ini merupakan salah satu bentuk kasih sayang dalam ajaran Islam yang tidak ingin memberatkan umatnya dalam menjalankan ibadah.

Islam memberikan kelonggaran kepada ibu hamil agar tetap bisa menjaga kesehatannya dan kesehatan janinnya tanpa harus mengorbankan kewajiban ibadah yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, ibu hamil yang merasa kesulitan dalam menjalankan puasa dapat mempertimbangkan keputusannya dengan bijak sesuai dengan ketentuan syariat yang telah dijelaskan.

Dengan memahami hukum puasa bagi ibu hamil ini, diharapkan para ibu hamil dapat lebih tenang dalam mengambil keputusan terkait ibadah puasa mereka tanpa khawatir melanggar aturan agama. Islam selalu memberikan jalan terbaik bagi umatnya agar dapat menjalankan ibadah dengan baik tanpa mengorbankan kesehatan dan keselamatan diri.

harvardsciencereview.com
https://inuki.co.id