KabarMakassar.com — Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) bersama Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Sulsel, telah melakukan razia produk kosmetik atau skincare yang mengandung bahan kimia berbahaya.
Kapolda Sulawesi Selatan (Sulsel) Irjen Pol Yudhiawan mengatakan bahwa BPOM Sulsel saat ini sedang melakukan uji klinis pada sejumlah produk kosmetik yang disita untuk mendeteksi adanya kandungan zat kimia berbahaya, termasuk merkuri.
“Kita sudah melaksanakan razia disejumlah gudang-gudang dan dilaksanakan oleh Ditkrimsus dan BPOM sekarang masih proses peneletian atau uji lab di BPOM,” kata Yudhiawan kepada awak media, di salah satu Warkop di Makassar, Senin (28/10) malam
Yudhiawan mengatkan bahwa pihaknya akan menindak tegas para pemilik atau owner dan para pengedar skincare yang telah disita oleh BPOM, jika produk tersebut terbukti mengandung zat berbahaya.
“Kalau mengandung zat-zat berbahaya harus kita proses sesuai dengan aturan yang berlaku dan sesuai undang-undang kesehatan,” ujarnya.
Yudhiawan menyatakan bahwa penggunaan produk skincare yang mengandung zat kimia berbahaya dapat berpengaruh burut pda kesehatan kulit, hingga menyebabkan kanker jika digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama.
“Kalau sampai mengandung merkuri itu sangat berbahaya, bisa menyebabkan kanker kulit,” tuturnya.
Yudhiawan menegaskan jika para distribusi atau pemilik skincare tersebut terbukti memasarkan produk berbahan kimia berbahaya, maka akan dijerat dengan hukuman pidana.
“Ancaman hukumannya lebih dari 4 tahun. Kalau undang-undangnya mengatakan 4 tahun ke atas boleh ditahan,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua DPRD Sulawesi Selatan, Sufriadi Arif, menyuarakan keprihatinannya terhadap maraknya peredaran skincare dan kosmetik ilegal di Sulawesi Selatan, yang kini disebut-sebut sebagai provinsi dengan tingkat paparan kosmetik ilegal tertinggi di Indonesia.
Fenomena ini, menurut Sufriadi, bukan hanya mengancam kesehatan masyarakat, terutama generasi muda, tetapi juga menunjukkan lemahnya pengawasan dalam distribusi produk-produk kecantikan yang tidak berizin dari BPOM.
“Produk kosmetik ilegal ini telah menjadi masalah serius. Banyak laporan dari masyarakat yang merasa dirugikan karena menjadi korban dari kosmetik-kosmetik tanpa izin yang dijual bebas. Mereka tidak menyadari dampak jangka panjang dari penggunaan produk yang tidak memenuhi standar keamanan ini, yang berisiko fatal bagi kesehatan,” ujar Sufriadi, Senin (28/10).
Hasil investigasi menunjukkan, di Makassar saja, tercatat ada 10 merek kosmetik ilegal yang beredar di tahun 2022, dengan berbagai varian dan item yang sama sekali tidak memiliki izin BPOM.
Sufriadi mengungkapkan bahwa praktik ini terus berlanjut hingga saat ini, tanpa pengendalian yang efektif.
“Mereka terus beroperasi dengan modus baru, seperti pemasaran online melalui media sosial dan grup-grup WhatsApp, sehingga masyarakat sulit memastikan keamanan produk yang mereka beli,” jelasnya.
Minimnya informasi dan keterbukaan dalam proses pengawasan inilah yang membuat produsen kosmetik ilegal leluasa menjalankan bisnisnya selama beberapa tahun terakhir.
Terkadang, tindakan aparat yang bersifat sementara, seperti razia, tidak cukup untuk mengatasi masalah ini, karena saat pengawasan berkurang, para pelaku kembali beraktivitas secara masif.
Lebih lanjut, Sufriadi juga menyoroti taktik yang digunakan para produsen ini untuk mengelabui masyarakat, termasuk menggelar acara sosial berskala besar yang menarik perhatian publik.
Kegiatan tersebut biasanya diakhiri dengan pembagian hadiah atau door prize, seolah-olah menunjukkan kesan “kepedulian sosial” yang ternyata hanyalah kedok.
Sufriadi mendesak BPOM RI bersama aparat penegak hukum agar segera meningkatkan pengawasan dengan langkah-langkah strategis sesuai amanat Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Salah satu upaya yang disarankan adalah memperketat patroli cyber atau “cyber patrol” untuk memantau aktivitas pemasaran ilegal di media online.
“Patroli cyber ini sangat penting dilakukan secara berkelanjutan agar ruang gerak para pelaku semakin terbatas,” tegasnya.