kabarbursa.com
kabarbursa.com

Ini Deretan Tradisi Unik Umat Muslim di Indonesia Peringati Maulid Nabi

Ini Deretan Tradisi Unik Umat Muslim di Indonesia Peringati Maulid Nabi
Tradisi unik Maudu Lompoa di Sulawesi Selatan peringati Maulid Nabi (Dok: Int)
banner 468x60

KabarMakassar.com — Maulid Nabi pada tahun 2024 jatuh pada Senin (16/09) hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Bersama atau SKB 3 Menteri, tanggal ini ditetapkan menjadi hari libur nasional. Umat muslim di Indonesia memiliki tradisi unik memperingati Maulid Nabi di tiap daerah.

Kelahiran Nabi Muhammad SAW diperingati setiap tahun oleh umat Islam dalam sebuah acara yang disebut Maulid Nabi. Peringatan ini tidak hanya sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi, tetapi juga sebagai kesempatan untuk meningkatkan rasa cinta serta kegembiraan atas kelahirannya. Maulid Nabi dirayakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal menurut kalender Hijriyah.

Pemprov Sulsel

Berikut deretan tradisi unik tiap daerah di Indonesia dalam memperingati Maulid Nabi:

1. Maudu Lompoa

Ini merupakan tradisi peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diadakan di Sulawesi Selatan. Tradisi ini adalah perayaan tahunan yang khas bagi masyarakat di Kabupaten Takalar, dengan pusat acara terletak di Sungai Cikoang.

Masyarakat akan mempersiapkan berbagai kebutuhan, seperti kapal kayu, kain sarung, telur yang beraneka warna, kertas warna-warni, serta bahan makanan lainnya. Semua bahan tersebut akan disusun dan ditata di dalam kapal kayu yang dihias dengan indah.

Maudu Lompoa menjadi contoh nyata bagaimana dua unsur yang berbeda, yaitu agama dan kebudayaan lokal berpadu dalam sebuah tradisi yang dipelihara dengan baik.

Berbagai aspek menarik dapat disaksikan selama Maudu Lompoa, salah satunya adalah kapal kayu yang disebut julung-julung oleh masyarakat Takalar. Kapal ini dihias dengan meriah serta diisi dengan berbagai bahan pokok, terutama telur yang dihias warna-warni, serta hasil bumi seperti padi, ubi, sayuran, juga buah-buahan.

Selain telur serta hasil bumi, berbagai perlengkapan yang ada di dalam julung-julung melambangkan ajaran Islam yang masuk ke wilayah desa Cikoang melalui jalur perdagangan. Pernak-pernik lainnya, seperti bakul besar yang terbuat dari anyaman daun lontar, yang disebut Baku Maudu diisi dengan nasi setengah matang dan lauk ayam kampung.

Julung-julung nantinya akan dikumpulkan di titik yang telah ditentukan di sekitar Sungai Cikoang. Pemandangan masyarakat yang bergotong royong dalam menghias, mempersiapkan, dan menggotong julung-julung menuju sungai Cikoang merupakan momen yang unik.

Puncak acara akan diisi dengan ceramah keagamaan yang disampaikan di atas Baruga di pinggir Sungai Cikoang. Sebelum ceramah, umumnya dilakukan pembacaan syair-syair atau shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan sebutan Rate’, serta atraksi pencak silat yang disebut Akmanca’, yang dipertunjukkan oleh para tetua dan pemuda dari Kabupaten Takalar dan sekitarnya.

2. Walima

Tradisi walima di Gorontalo diperkirakan sudah ada sejak abad ke-17, ketika Islam pertama kali masuk ke Bumi Hulondalo. Tradisi ini diawali dengan acara dikili yang merupakan tradisi zikir yang diadakan di Masjid At-Takwa, sebuah masjid yang terletak di pusat desa Bongo.

Dalam bahasa Indonesia dikili berarti zikir, ini adalah kegiatan melantunkan pujian dan doa syukur kepada Nabi Muhammad SAW sebagai ungkapan terima kasih atas kelahirannya. Selain berisi doa dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW, dikili juga menyampaikan kisah-kisah penting seperti kelahiran Nabi, masa kenabiannya, serta kisah wafatnya. Naskah asli dikili ditulis dalam bahasa Arab Pegon, yaitu tulisan Arab tanpa tanda baca (harakat) yang menggunakan bahasa Gorontalo.

Masyarakat juga menyiapkan walima di tempat yang disebut tolangga. Tolangga merupakan tempat untuk menata kue-kue tradisional, biasanya terbuat dari bilah kayu atau bambu yang dibentuk menyerupai menara, masjid, atau perahu. Kue-kue tradisional seperti kolombengi, sukade, wapili, dan telur rebus yang dikemas dalam plastik diletakkan dan disusun sesuai dengan bentuk tolangga.

Tolangga yang paling sering dibuat adalah yang berbentuk menara masjid dan kapal laut, yang mencerminkan pola kehidupan masyarakat yang sebagian besar adalah nelayan. Seiring dengan perkembangan zaman, walima mengalami beberapa modifikasi.

Nantinya, tolangga akan diarak dari rumah-rumah warga menuju masjid, tempat di mana prosesi dikili berlangsung. Tolangga tersebut menjadi bagian dari doa-doa yang diucapkan sebagai bentuk syukur oleh masyarakat atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang terjadi 14 abad yang lalu. Sosok yang agung ini tidak hanya merupakan utusan Tuhan, tetapi juga teladan bagi seluruh umat Muslim.

3. Moloden

Tradisi Moloden merupakan acara yang diselenggarakan oleh masyarakat Muslim Madura dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Masyarakat mengisi acara dengan pembacaan shalawat Nabi dan barzanji yaitu sebuah kitab sastra yang mengisahkan sejarah hidup Nabi Muhammad SAW mulai dari kelahirannya hingga wafatnya. Kegiatan ini biasanya dilakukan di setiap masjid.

Umumnya, remaja dan ibu-ibu akan berkumpul di masjid atau musala sambil membawa nasi tumpeng yang diletakkan di atas talam, lengkap dengan berbagai macam buah di sekelilingnya. Sajian ini dibawa untuk didoakan serta dimakan bersama sebagai bentuk syukur dan kebahagiaan.

Di beberapa daerah di Madura, perayaan Maulid Nabi, yang dikenal dengan nama Moloden, dimulai sejak bulan Shafar, satu bulan sebelum bulan Maulid, dan berlangsung hingga bulan Rabiul Akhir, setelah Rabiul Awal. Hal ini disebabkan oleh padatnya jadwal penyelenggaraan Moloden, sehingga ada kekhawatiran acara tersebut akan bersamaan dengan Moloden yang diselenggarakan oleh pihak lain. Mengingat hampir setiap hari terdapat acara Moloden, bahkan dalam satu hari, terdapat hingga delapan kali undangan Moloden, dimulai dari pukul 06.30 pagi sampai dengan pukul 18.00 sore.

Dalam waktu yang bersamaan, seringkali terdapat dua hingga tiga acara Moloden. Kepadatan acara ini terjadi karena hampir setiap keluarga, baik yang mampu maupun yang kurang mampu secara finansial mengadakan perayaan Moloden.

Perbedaan antara acara Moloden keluarga yang mampu dan keluarga yang kurang mampu terletak pada jumlah undangan dan jenis hidangan yang disediakan. Keluarga yang mampu biasanya mengundang ratusan warga dan menyajikan hidangan yang beragam. Sementara itu, keluarga yang kurang mampu biasanya hanya mengundang sekitar 50 hingga 100 orang warga sekitar.

Untuk biaya penyelenggaraan acara, keluarga yang kurang mampu biasanya akan menabung secara perlahan-lahan sepanjang tahun. Selama sekitar 10 hingga 11 bulan, mereka akan menabung dari hasil pertanian untuk dapat merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW di bulan Maulid. Beberapa dari mereka juga dibantu oleh kerabat yang bekerja di luar Madura.

Acara Moloden terdiri dari beberapa prosesi yang dimulai dengan doa bersama. Kegiatan ini diawali dengan membaca beberapa bait dari kitab barzanji, dilanjutkan dengan membaca salawat dalam keadaan duduk dan berdiri, serta diakhiri dengan doa. Biasanya, doa dan bacaan salawat dipimpin oleh seorang habib yang merupakan keturunan Rasulullah atau kiai langgar setempat. Prosesi ini umumnya berlangsung sekitar 30 menit. Setelah doa, makanan disajikan, dan para tamu akan pulang dengan membawa oleh-oleh, yang dalam bahasa Madura disebut bherkat.

Antusiasme masyarakat Madura dalam merayakan Maulid Nabi disebabkan oleh rasa syukur dan kebahagiaan yang mendalam kepada Allah atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang merupakan rahmat dan penolong bagi umat manusia di dunia maupun akhirat. Bentuk syukur ini mengikuti contoh yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, yang menjalankan puasa setiap hari Senin.

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim, ketika ditanya tentang kebiasaan puasa di hari Senin, Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa hari tersebut merupakan hari kelahirannya dan juga hari ketika wahyu pertama kali diturunkan.