kabarbursa.com
kabarbursa.com

Tekanan Ekonomi Global dan Investor Asing Terus Menjual Aset Rupiah di Level Rp15.661

Rupiah Ditutup di Level Rp15.567 per Dolar AS Pasca Rilis Data Ekonomi
Ilustrasi Rupiah (Dok: KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Rupiah berhasil mencatatkan kenaikan tipis pada awal perdagangan Jumat, (11/10) kemarin jika dibandingkan perdagangan sebelumnya. menguat 17 poin atau 0,11% ke posisi Rp15.661 per dolar AS, dibandingkan penutupan hari sebelumnya yang berada di Rp15.678 per dolar AS.

Penguatan ini terjadi di tengah berbagai tekanan global, termasuk lonjakan klaim pengangguran di Amerika Serikat yang mencapai level tertinggi dalam 14 bulan dan kenaikan inflasi inti yang lebih tinggi dari perkiraan, dari 3,2% menjadi 3,3% secara tahunan (year-on-year).

Pemprov Sulsel

Data Ekonomi AS dan Dampaknya Terhadap Kebijakan The Fed

Kenaikan tak terduga pada inflasi inti dan lonjakan klaim pengangguran di AS memberikan tekanan signifikan pada kebijakan moneter bank sentral AS. Klaim pengangguran yang melonjak hingga 258 ribu, level tertinggi sejak 14 bulan terakhir, menambah ketidakpastian terkait arah kebijakan Federal Reserve (The Fed). Pasar keuangan yang semula optimistis dengan peluang pemangkasan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin kini menurunkan ekspektasi menjadi hanya 25 basis poin pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) bulan depan.

Meski demikian, notulensi rapat FOMC September 2024 menekankan bahwa kemungkinan pemangkasan suku bunga tidak boleh dianggap sebagai sinyal akan memburuknya prospek ekonomi atau percepatan laju pelonggaran kebijakan. Hal ini bertujuan untuk menjaga stabilitas dan memberikan kejelasan arah kebijakan ke depan.

Kinerja Rupiah Sepanjang Pekan Ini

Meskipun rupiah berhasil mencatatkan sedikit penguatan di akhir pekan, sepanjang minggu ini rupiah masih tercatat melemah sebesar 0,61% dibandingkan dengan posisi penutupan pada Jumat pekan sebelumnya. Pada perdagangan di pasar spot, rupiah sempat menyentuh level terendah di Rp15.680 per dolar AS dan bergerak dengan rata-rata harian di sekitar Rp15.613 per dolar AS. Posisi ini masih lebih lemah dibandingkan rata-rata pergerakan bulan sebelumnya yang berada di kisaran Rp15.347 per dolar AS.

Sinyal perbaikan muncul pada akhir pekan ketika sentimen pasar global menunjukkan tanda-tanda stabilisasi. Meskipun demikian, pelemahan sepanjang minggu membuat rupiah berada dalam posisi yang rentan, dengan tekanan yang dipicu oleh ketidakpastian kebijakan suku bunga AS dan dinamika pasar tenaga kerja AS.

Rupiah dan Perbandingan dengan Mata Uang Regional

Dalam konteks regional, performa rupiah terbilang masih lebih baik dibandingkan dengan beberapa mata uang lainnya. Peso Filipina mencatatkan penurunan paling dalam sebesar 1,62% sepanjang pekan ini, diikuti oleh ringgit Malaysia yang melemah 1,61%, baht Thailand turun 0,91%, yuan Tiongkok melemah 0,68%, dan dolar Taiwan terkoreksi 0,67%. Dengan pelemahan 0,61%, rupiah menjadi mata uang dengan penurunan terkecil di antara negara-negara tetangga. Hanya yuan offshore yang berhasil mencatatkan penguatan terhadap dolar AS, dengan kenaikan sebesar 0,39% sepanjang pekan ini.

Faktor Eksternal yang Memberikan Tekanan pada Rupiah

Tekanan terhadap rupiah pekan ini sebagian besar dipicu oleh faktor eksternal, terutama data ekonomi AS yang menunjukkan ketangguhan pasar tenaga kerja. Kondisi ini menambah ketidakpastian terhadap arah kebijakan suku bunga The Fed. Ketika pasar sebelumnya memperkirakan adanya ruang untuk pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin, kondisi tersebut memaksa ekspektasi turun menjadi hanya 25 basis poin, dengan spekulasi baru yang menyatakan bahwa The Fed mungkin akan menahan suku bunga pada pertemuan mendatang.

Selain itu, data inflasi AS menunjukkan bahwa disinflasi pada komoditas inti berhenti pada bulan September, yang menyebabkan peningkatan spekulasi bahwa inflasi mungkin akan bertahan lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya. Situasi ini telah mendorong arus jual di pasar Treasury AS, sehingga meningkatkan nilai dolar AS dan memberikan tekanan tambahan pada mata uang pasar berkembang, termasuk rupiah.

Namun, tekanan yang dihadapi oleh rupiah sedikit mereda pada perdagangan hari Jumat. Pernyataan dari beberapa pejabat The Fed yang menyebutkan bahwa data inflasi, meskipun mengejutkan, masih dalam ekspektasi para pembuat kebijakan, memberikan sedikit kelegaan bagi pasar.

Arus Modal Asing Keluar dari Pasar Domestik

Fluktuasi di pasar global juga berdampak pada arus modal asing di Indonesia. Sepanjang pekan lalu, data dari Bloomberg menunjukkan adanya arus keluar modal (net outflows) sebesar US$291 juta atau sekitar Rp4,6 triliun, sedangkan sejak awal Oktober 2024 atau kuartal keempat, total net outflows mencapai US$405,2 juta. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan arus keluar modal di Thailand dan Vietnam. Bahkan, Malaysia masih mencatat net inflows meskipun kecil, sebesar US$4,9 juta, sedangkan Filipina mencatat inflows sebesar US$22,5 juta.

Menurut laporan Bank Indonesia, selama periode 7-10 Oktober 2024, investor nonresiden tercatat melakukan penjualan bersih (jual neto) sebesar Rp2,84 triliun. Angka ini terdiri dari penjualan bersih di pasar saham sebesar Rp4,47 triliun, pembelian bersih di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp4,37 triliun, dan penjualan bersih sebesar Rp2,73 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Dampak Pada Pasar Saham dan Obligasi

Arus keluar modal asing dari pasar saham mengakibatkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menyentuh level terendah pekan lalu di 7.480. Di pasar surat berharga negara, imbal hasil (yield) mayoritas tenor meningkat tajam seiring dengan tekanan eksternal dan kenaikan dolar AS. Pada saat rupiah hampir menembus level Rp15.700 per dolar AS, yield SBN untuk tenor 5 tahun melonjak hingga 14,1 basis poin ke 6,51%, sementara tenor 10 tahun naik 8,3 basis poin ke 6,70%, dan tenor pendek naik 5,7 basis poin ke 6,23%.

Meski demikian, pada penutupan perdagangan Jumat, yield SBN kembali turun tipis, dengan tenor 5 tahun berada di 6,41%, tenor 10 tahun di 6,63%, dan tenor pendek 2 tahun di 6,27%. Penurunan ini menunjukkan adanya stabilisasi pasar menjelang akhir pekan

Secara keseluruhan, tekanan yang dialami rupiah sepanjang pekan ini mencerminkan ketidakpastian global yang terus meningkat, terutama karena data ekonomi AS yang mendukung penguatan dolar. Meskipun arus keluar modal asing dan pelemahan nilai tukar cukup signifikan, rupiah masih menunjukkan ketahanan dibandingkan dengan beberapa mata uang Asia lainnya. Tekanan eksternal yang dipicu oleh kebijakan The Fed dan dinamika pasar global akan tetap menjadi tantangan bagi rupiah dalam beberapa waktu ke depan. Stabilitas sementara yang tercapai pada akhir pekan diharapkan dapat membantu mengurangi volatilitas dalam jangka pendek.

PDAM Makassar