KabarMakassar.com — Pada perdagangan penutupan pekan ini, Jumat (16/08), nilai tukar rupiah diprediksi akan bergerak fluktuatif, dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pidato Presiden Joko Widodo terkait Nota Keuangan dan RAPBN 2025. Hal ini membuat pasar lebih waspada menjelang perubahan kebijakan fiskal di tahun depan.
Pada perdagangan kemarin, Kamis (15/08) rupiah ditutup melemah 0,16% atau 24,5 poin ke level Rp15.699,5 per dolar AS, mengikuti penguatan indeks dolar yang mencapai 102,62. Pelemahan ini juga dialami oleh beberapa mata uang Asia lainnya seperti yen Jepang, won Korea, yuan China, dan dolar Singapura.
Namun, tidak semua mata uang Asia melemah. Beberapa di antaranya justru menguat, seperti dolar Hong Kong, peso Filipina, rupee India, dan baht Thailand, yang masing-masing mencatatkan kenaikan meski tipis.
Meskipun demikian, rupiah masih memiliki potensi untuk bergerak menguat pada rentang Rp15.630-Rp15.720 per dolar AS hari ini, seiring dengan katalis positif dan negatif yang mempengaruhi pergerakannya. Salah satu faktor penunjang adalah perubahan ekspektasi terhadap kebijakan suku bunga The Fed, yang sedikit meredakan tekanan terhadap rupiah.
Selain itu, penurunan imbal hasil lelang SRBI (Sertifikat Rupiah Bank Indonesia) menunjukkan bahwa tekanan terhadap rupiah mulai mereda, yang juga diindikasikan oleh peningkatan aksi beli oleh investor asing di pasar saham dan obligasi.
Namun, beberapa faktor lain masih perlu diperhatikan, seperti ekspektasi terhadap Fed Fund Rate, pemilu Amerika Serikat, serta stabilitas inflasi dan kebijakan pemerintah Indonesia ke depan. Dengan adanya ketidakpastian tersebut, rupiah diperkirakan akan melanjutkan pelemahan pada perdagangan hari ini, terutama menjelang penyampaian Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo di parlemen.
Pada perdagangan pasar Asia pagi ini, beberapa mata uang seperti won Korea dan baht Thailand dibuka menguat, sedangkan ringgit Malaysia mengalami penurunan tajam. Indeks dolar AS juga kembali menguat ke level 103,02, dipicu oleh data penjualan ritel Amerika Serikat yang melampaui ekspektasi, mengurangi kekhawatiran akan resesi di negara tersebut.
Sementara itu, penurunan nilai surplus neraca dagang Indonesia untuk bulan Juli turut memberikan tekanan tambahan pada rupiah. Surplus yang menurun dari US$2,4 miliar di bulan Juni menjadi hanya US$472 juta pada Juli, yang merupakan angka terendah sejak Mei 2023, telah memicu kekhawatiran pasar akan meningkatnya defisit transaksi berjalan Indonesia.
Secara teknikal, rupiah berpotensi untuk melemah lebih lanjut menuju area Rp15.720-Rp15.750 per dolar AS, dengan level support terkuat di Rp15.770 per dolar AS. Namun, jika rupiah mampu bergerak di bawah level Rp15.700 per dolar AS, masih ada peluang untuk penguatan hingga Rp15.600 per dolar AS dalam jangka menengah.
Pada perdagangan kemarin, rupiah berhasil tertahan dari tekanan pelemahan berkat aksi beli yang signifikan di pasar surat utang negara.
Dilansir dari Bloomberg, investor asing mencatatkan pembelian bersih (net buy) di pasar Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp6,06 triliun selama periode 12-14 Agustus. Ini menandai tren positif bagi pasar SBN, yang telah mengalami pembelian oleh asing selama tiga hari berturut-turut.
Sementara itu, di pasar saham, investor asing juga terus menunjukkan minat tinggi dengan mencatatkan pembelian selama tujuh hari berturut-turut. Khusus dalam empat hari terakhir pekan ini, pembelian saham oleh asing di Bursa Efek Indonesia mencapai Rp2,18 triliun. Tren pembelian ini menunjukkan kepercayaan yang kuat terhadap prospek pasar keuangan Indonesia di tengah ketidakpastian global.
Hari ini, Jumat (16/08), Presiden Joko Widodo dijadwalkan menyampaikan Nota Keuangan Pengantar Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (APBN) 2025 di hadapan DPR RI. Pidato ini akan menjadi momentum penting, karena akan mengungkapkan kerangka makro-fiskal serta rencana keuangan yang akan dijalankan oleh pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto.
Sebelum pidato Presiden, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan otoritas moneter telah melakukan pembahasan pendahuluan mengenai RAPBN 2025 bersama DPR. Berdasarkan hasil sidang paripurna, sejumlah asumsi makro untuk RAPBN 2025 telah ditetapkan, termasuk target defisit APBN pada tahun pertama pemerintahan Prabowo.
Beberapa asumsi dasar makro-fiskal yang disepakati antara pemerintah dan DPR antara lain:
– Pertumbuhan Ekonomi: 5,1% – 5,5%
– Inflasi: 1,5% – 3,5%
– Nilai Tukar Rupiah: Rp15.300/US$ – Rp15.900/US$
– Suku Bunga SBN 10 tahun: 6,9% – 7,2%
– Harga Minyak Mentah Indonesia: US$75 – US$85 per barel
– Lifting Minyak Bumi: 580 ribu – 605 ribu barel per hari
– Lifting Gas Bumi: 1.003 ribu – 1.047 ribu barel setara minyak per hari
Asumsi-asumsi ini diharapkan dapat memberikan panduan yang jelas bagi pelaku pasar dalam memproyeksikan kondisi ekonomi Indonesia di tahun mendatang. Pertumbuhan ekonomi yang dipatok antara 5,1% hingga 5,5% mencerminkan optimisme pemerintah dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi, meski tantangan global masih menghantui.