KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali menunjukkan penguatan tipis pada perdagangan terakhir, Kamis (27/06) kemarin. Pada perdagangan terakhir, rupiah ditutup menguat sebesar 7 poin atau 0,05 persen ke level Rp16.405 per dolar AS, setelah sebelumnya sempat bertengger di Rp16.413 per dolar AS.
Meskipun demikian, berbagai faktor baik dari domestik maupun global mempengaruhi pergerakan nilai tukar ini, menandakan kondisi yang kompleks dan memerlukan perhatian khusus dari berbagai pihak terkait.
Pengaruh Sentimen Global
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan bahwa penguatan dolar AS baru-baru ini didorong oleh arus masuk ke mata uang tersebut menjelang rilis data indeks harga PCE yang dijadwalkan pada Jumat.
Data ini merupakan ukuran inflasi yang dipilih oleh The Fed dan diprediksi akan mempengaruhi kebijakan suku bunga bank sentral AS.
Menurutnya, data PCE diperkirakan menunjukkan sedikit penurunan inflasi pada Mei, namun tetap di atas target tahunan The Fed sebesar 2 persen.
Inflasi yang stagnan memberikan The Fed lebih banyak ruang untuk mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama, yang biasanya berdampak negatif pada komoditas seperti emas dan logam mulia.
Komentar hawkish dari pejabat The Fed juga memperkuat ekspektasi bahwa suku bunga akan tetap tinggi dalam beberapa sesi mendatang. Gubernur The Fed, Michelle Bowman, dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa suku bunga kemungkinan akan dipertahankan stabil “untuk beberapa waktu” guna membantu mengendalikan inflasi yang meningkat.
Bowman, yang dikenal dengan pandangan hawkish-nya, menekankan bahwa penurunan suku bunga belum diperlukan dan ia bersedia menaikkan suku bunga lebih lanjut jika diperlukan.
Tantangan Domestik
Sementara itu, dari sisi domestik, para ekonom mengingatkan pemerintah dan Bank Indonesia untuk lebih berhati-hati dalam menjaga stabilitas rupiah. Mata uang rupiah saat ini telah menembus level psikologis Rp16.400 per dolar AS. Mereka memperingatkan bahwa jika rupiah mencapai Rp16.500 per dolar AS, hal ini bisa memicu sentimen negatif lebih lanjut di pasar keuangan dan berpotensi menyebabkan pelemahan hingga Rp17.000 per dolar AS.
Selain itu, sikap hawkish The Fed yang menyebabkan kenaikan imbal hasil obligasi AS juga memberikan tekanan pada negara-negara emerging market, termasuk Indonesia. Konflik geopolitik yang berkepanjangan di Timur Tengah dan Eropa, perang dagang antara AS, Uni Eropa, dan Tiongkok, serta dinamika politik menjelang pilpres di AS menjadi faktor eksternal lain yang mempengaruhi rupiah.
Faktor domestik lainnya yang turut mempengaruhi sentimen pasar meliputi defisit transaksi berjalan Indonesia yang meningkat dari 1,1 miliar dolar AS menjadi 2,2 miliar dolar AS pada kuartal pertama 2024. Selain itu, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia turun dari 52,9 menjadi 52,1 pada Mei 2024, dan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) turun dari 127,7 menjadi 125,2 pada periode yang sama. Faktor-faktor ini menunjukkan adanya tekanan pada perekonomian domestik yang mempengaruhi nilai tukar rupiah.
Respons dan Langkah-Langkah Pengelolaan
Menghadapi situasi ini, pemerintah dan otoritas moneter diharapkan dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjaga stabilitas rupiah. Penguatan dolar AS dan tekanan global memerlukan kebijakan yang adaptif dan responsif dari Bank Indonesia serta pemerintah.
Ibrahim Assuaibi menyatakan bahwa dengan berbagai sentimen yang ada, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, mata uang rupiah diprediksi akan bergerak fluktuatif namun kemungkinan akan ditutup melemah di rentang Rp16.390 – Rp16.450 pada perdagangan berikutnya.
Pemerintah dan Bank Indonesia harus terus memantau dan mengelola stabilitas mata uang ini dengan cermat.
Pada perdagangan terakhir, Kamis (27/06) rupiah menunjukkan kinerja yang lebih baik. Berdasarkan data RTI Business pada pukul 09.30 WIB, rupiah terapresiasi tipis 0,03 persen atau 5 poin dari hari sebelumnya sehingga berada di level Rp16.405 per dolar AS. Meski demikian, ketika dihadapkan dengan mata uang global, rupiah masih menunjukkan pelemahan terhadap dolar Australia (-0,03%), euro (-0,09%), dan poundsterling (-0,04%).
Namun, rupiah menunjukkan performa positif terhadap beberapa mata uang Asia, menguat terhadap yuan (0,04%), dolar Hong Kong (0,05%), ringgit (0,26%), baht (0,34%), dan dolar Taiwan (0,34%). Sebaliknya, rupiah melemah terhadap yen (-0,20%), won (-0,08%), dan dolar Singapura (-0,07%).
Secara keseluruhan, meskipun rupiah menunjukkan penguatan tipis, tantangan dari sentimen global dan domestik tetap besar. Kebijakan yang tepat dari pemerintah dan otoritas moneter sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitas rupiah dan mengurangi dampak negatif dari tekanan eksternal dan internal. Dengan adanya rilis data ekonomi penting dari AS dan kondisi domestik yang harus terus dipantau, langkah-langkah pengelolaan yang responsif akan menjadi kunci dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.