kabarbursa.com
kabarbursa.com

Rupiah Melemah di Akhir Pekan, Tertekan oleh Penguatan Dolar AS

Rupiah Melemah di Akhir Pekan, Tertekan oleh Penguatan Dolar AS
Ilustrasi rupiah (Dok : Int).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan bergerak fluktuatif pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (24/01), dengan kecenderungan ditutup melemah.

Mengacu data Bloomberg, rupiah terpantau melemah 4 poin atau 0,03% ke level Rp16.283,5 per dolar AS pada perdagangan Kamis (23/01) kemarin.

Pemprov Sulsel

Sementara itu, indeks dolar AS menunjukkan penguatan sebesar 0,19% dan mencapai posisi 108,36.

Kondisi ini tidak hanya memengaruhi rupiah, tetapi juga menyeret mayoritas mata uang Asia lainnya. Yen Jepang melemah tipis 0,05%, yuan China turun 0,14%, dan won Korea Selatan tertekan hingga 0,31%.

Mata uang lain seperti rupee India, ringgit Malaysia, dan baht Thailand masing-masing mencatat pelemahan sebesar 0,21%, 0,36%, dan 0,32%.

Dampak Kebijakan Trump terhadap Pasar Global

Tekanan terhadap rupiah dan mata uang Asia lainnya turut dipengaruhi oleh dinamika politik dan ekonomi global, terutama kebijakan ekonomi Amerika Serikat.

Presiden AS Donald Trump yang baru saja dilantik memberikan sinyal untuk menerapkan tarif baru sebesar 10% terhadap impor dari China mulai 1 Februari mendatang.

Selain itu, Trump juga mengancam tarif tambahan untuk Uni Eropa serta Kanada dan Meksiko, dengan besaran mencapai 25%.

Trump juga mengumumkan langkah-langkah agresif lainnya, seperti mengenakan tarif kepada Tiongkok atas impor fentanil yang disebut sebagai ancaman bagi AS.

Tidak hanya itu, pemerintahannya mendeklarasikan keadaan darurat energi nasional. Langkah ini memungkinkan pengurangan pembatasan lingkungan dalam proyek infrastruktur dan energi, termasuk mempercepat pembangunan pipa dan jaringan transmisi baru.

Pengamat forex, Ibrahim Assuaibi, menyebut kebijakan ini menambah ketidakpastian di pasar global.

“Meski ada upaya untuk meningkatkan produksi energi AS, banyak analis meragukan dampak signifikan dalam waktu dekat, terutama di tengah volatilitas pasar yang tinggi,” jelas Ibrahim dalam keterangannya pada Kamis (23/01).

Optimisme Domestik di Tengah Ketidakpastian Global

Di tengah tekanan eksternal, Bank Indonesia (BI) tetap optimistis terhadap prospek perekonomian Indonesia. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2025 berada di kisaran 4,7% hingga 5,5%, didorong oleh tren positif berbagai indikator makroekonomi. Pada 2026, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan meningkat lebih lanjut menjadi 4,8% hingga 5,6%.

BI juga menargetkan inflasi tetap terkendali pada kisaran 2,5% ±1% sejalan dengan kebijakan moneter yang diambil. Baru-baru ini, BI menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75% sebagai langkah untuk memberikan stimulus tambahan bagi pertumbuhan ekonomi.

“Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sekaligus mempercepat pemulihan ekonomi domestik. Digitalisasi di sektor keuangan mikro dan sistem transaksi pemerintah juga menjadi prioritas utama untuk mendukung percepatan pertumbuhan,” ujar Ibrahim.

Pergerakan Pasar di Awal Hari

Mengawali perdagangan Jumat (24/1/2025), rupiah terpantau menguat sebesar 0,37% atau 60,5 poin ke level Rp16.223 per dolar AS. Di sisi lain, indeks dolar AS bergerak menguat tipis 0,011% ke level 108,17 pada pukul 09.00 WIB.

Namun, dinamika mata uang Asia lainnya masih menunjukkan pola yang bervariasi. Yen Jepang melemah 0,17%, won Korea Selatan turun 0,12%, sementara rupee India dan dolar Singapura masing-masing melemah sebesar 0,12% dan 0,01%. Sebaliknya, peso Filipina dan yuan China menunjukkan penguatan masing-masing sebesar 0,25% dan 0,09%.

Pasar mata uang diperkirakan akan terus menghadapi tekanan hingga akhir pekan, terutama dengan adanya kebijakan ekonomi AS yang semakin proteksionis. Bagi investor, langkah antisipasi sangat diperlukan untuk memitigasi risiko dari ketidakpastian global yang kian kompleks.

Sebelumnya diberitakan, Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan tren positif pada pembukaan perdagangan hari ini, Kamis (23/01).

Penguatan ini didukung oleh sentimen global dan kebijakan domestik yang memberikan dampak positif bagi stabilitas mata uang.

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah dibuka menguat sebesar 0,18% di angka Rp16.250 per dolar AS. Tren apresiasi ini melanjutkan penguatan pada penutupan perdagangan kemarin (22/01), di mana rupiah tercatat naik sebesar 0,3%.

Sementara itu, indeks dolar AS (DXY), yang menjadi acuan pergerakan nilai dolar terhadap sejumlah mata uang utama dunia, juga mengalami kenaikan.

Pada pukul 08.58 WIB, indeks dolar tercatat naik 0,09% menjadi 108,27, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan posisi sebelumnya di 108,16.

Meski indeks dolar AS menguat, sentimen pasar yang cenderung lebih moderat terhadap kebijakan Donald Trump memberi ruang bagi penguatan mata uang emerging market, termasuk rupiah.

Sentimen Global: Pengaruh Kebijakan Trump

Dari sisi eksternal, pasar global mencermati kebijakan perdagangan yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump. Trump mengisyaratkan rencana untuk menaikkan tarif impor dari China hingga 10% pada Februari 2025, dengan alasan kekhawatiran terkait aliran obat-obatan terlarang, terutama fentanil, dari China ke AS melalui Kanada dan Meksiko. Selain itu, Trump juga mengancam akan menerapkan tarif sebesar 25% terhadap impor dari Kanada dan Meksiko.

Meski demikian, pandangan pasar terhadap kebijakan ini masih terbilang hati-hati. Langkah Trump yang terkesan populis dan proteksionis memicu sedikit pelunakan dalam indeks dolar AS, memberikan ruang bagi mata uang lainnya, termasuk rupiah, untuk bergerak lebih kuat.

Dukungan Domestik: Kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE)
Dari dalam negeri, penguatan rupiah juga didukung oleh kebijakan pemerintah yang berfokus pada optimalisasi devisa hasil ekspor (DHE). Pemerintah saat ini sedang merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2023, yang akan diberlakukan mulai 1 Maret 2025. Dalam revisi tersebut, pemerintah mewajibkan seluruh eksportir untuk menahan 100% devisa hasil ekspor mereka di sistem keuangan domestik selama satu tahun penuh.

Aturan baru ini menggantikan kebijakan sebelumnya yang hanya mewajibkan retensi sebesar 30% dengan periode minimum tiga bulan. Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat memperkuat likuiditas valas di dalam negeri, yang pada akhirnya dapat memberikan dampak positif terhadap nilai tukar rupiah.

Menurut analis mata uang Ibrahim Assuaibi, kebijakan DHE menjadi salah satu faktor penting yang menopang penguatan rupiah dalam jangka pendek. “Rupiah diprediksi akan bergerak fluktuatif, tetapi kemungkinan besar ditutup menguat di rentang Rp16.220 hingga Rp16.290,” ujar Ibrahim, Kamis (23/01).

Insentif bagi Eksportir

Selain kebijakan retensi devisa hasil ekspor, pemerintah juga memberikan sejumlah insentif kepada para eksportir untuk mendorong kepatuhan mereka terhadap aturan baru. Salah satu insentif yang ditawarkan adalah pembebasan tarif Pajak Penghasilan (PPh) atas pendapatan bunga dari instrumen penempatan DHE.

Jika sebelumnya bunga pada instrumen ini dikenakan pajak sebesar 20%, kini pemerintah membebaskan bunga tersebut dari pajak, menjadikannya nol persen.

Lebih lanjut, eksportir juga dapat menggunakan devisa hasil ekspor mereka sebagai agunan untuk mendapatkan kredit dalam bentuk rupiah dari perbankan maupun Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Fasilitas ini diharapkan dapat memudahkan para eksportir dalam memenuhi kebutuhan pendanaan untuk kegiatan usaha mereka di dalam negeri.

Selain itu, eksportir dapat memanfaatkan instrumen swap antar nasabah dan perbankan untuk memenuhi kebutuhan rupiah.

Jika diperlukan, mereka juga dapat mengalihkan valas DHE mereka melalui mekanisme foreign exchange swap dengan Bank Indonesia (BI), yang memungkinkan valas tersebut diubah menjadi rupiah melalui perbankan domestik.

Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 09.04 WIB di pasar spot exchange, rupiah tercatat menguat 10 poin atau 0,06%, berada di level Rp16.269,5 per dolar AS.

Pada perdagangan hari sebelumnya, Rabu (22/01), rupiah sempat ditutup menguat 63 poin, dengan nilai tukar berada di level Rp16.279 per dolar AS.

Sementara itu, indeks dolar AS tercatat naik 0,16 poin menjadi 108,3. Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun juga terpantau naik 0,009 poin ke level 4,6%.

Penguatan nilai tukar rupiah yang terjadi hari ini menjadi indikasi positif bagi stabilitas ekonomi Indonesia, meski tantangan eksternal masih membayangi.

Kebijakan pemerintah terkait DHE diproyeksikan akan memberikan dampak jangka panjang terhadap penguatan mata uang domestik, terutama dengan adanya insentif yang menarik bagi eksportir.

Namun, Ibrahim mengingatkan bahwa pasar global masih akan terus mencermati kebijakan perdagangan AS, termasuk potensi kenaikan tarif impor yang direncanakan Trump. Langkah ini dapat memicu volatilitas pasar, yang pada akhirnya turut memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.

Dengan kombinasi sentimen positif dari dalam negeri dan kebijakan global yang cenderung moderat, rupiah diperkirakan akan tetap memiliki peluang untuk melanjutkan tren penguatan dalam beberapa waktu mendatang.