KabarMakassar.com — Seorang Tunanetra yang tengah beraktifitas atau berada di jalan sering kali menemui banyak respon atau interaksi dari orang lain yang kerap ingin menolong atau membantu.
Seseorang umumnya membantu tunanetra yang tengah di jalan dengan menarik tongkat atau menggandeng lengan mereka.
Namun, cara ini justru kurang tepat atau keliru untuk dilakukan.
Sekretaris Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Sulawesi Selatan, Ismail Naharuddin mengatakan bahwa pada kenyataannya tidak sedikit dari kita menggunakan cara yang kurang tepat jika membantu tunanetra di jalan.
Berikut 5 Cara Keliru Membantu Tunanetra di Jalan yang Umum Dilakukan :
1. Menggandeng Ujung Tongkat
Ismail mengatakan seringkali tunanetra yang berjalan dengan tongkatnya tiba-tiba ada seseorang yang mengambil ujung tongkat bagian bawah lalu menjinjingnya sembari berjalan.
Cara ini kata dia sangat beresiko sebab tongkat yang seharusnya digunakan untuk meraba sekitar, hanya menjadi media untuk berpegangan dengan penuntun.
Beruntung jika penuntun sadar untuk menginformasikan hambatan seperti lubang di depan, tangga, atau selokan.
Namun jika tidak atau lupa memberi informasi tersebut, pengguna tongkat akan terjun bebas di atas anak tangga atau lubang.
“Maka dari itu, layaknya membiarkan tunanetra menggunakan tongkat untuk meraba sekitarnya. Jangan menutup akses mereka terhadap alat bantu yang mereka gunakan”, ungkapnya dalam keterangan yang diterima, Minggu (06/10).
2. Menggiring dari Belakang
Ismail mengatajan bahwa seseorang seringkali membantu tunanetra dengan cara menuntunnya dari belakang sembari memegangi pundak atau pinggangnya.
Cara ini kata dia jelas keliru, karena dapat membuat tunanetra menjadi bingung sebab mereka jadi tidak luwes dalam bergerak.
Resikonya akan membahayakan jika terdapat sesuatu di depan misalnya semacam portal, tiang, atau kendaraan yang terparkir. Salah sedikit, tunanetra bisa menabraknya.
“Jadi, perlu dicermati bahwa menuntun tunanetra dari belakang adalah tindakan yang berbahaya”, sambungnya
3. Menggandeng Tangan
Mail sapaan akrabnya menjelaskan bahwa menggandeng tangan tunanetra saat di jalan sebenarnya sah-sah saja untuk lingkungan yang sudah dikenali oleh tunanetra.
Namun, sedikit berbahaya jika terdapat lubang atau anak tangga.
Tak jarang ketika membantu tunanetra, penuntun akan meraih tangan atau lengan mereka sembari berjalan di sampingnya.
Semestinya kata dia tidak demikian sebab hal ini akan membuat tunanetra kesulitan mengukur posisi anak tangga atau lebar lubang.
“Karena tak sedikit penuntun akan menggenggam kuat-kuat tangan atau lengan tunanetra tersebut,” sebutnya.
4. Salah Menyampaikan Arah
Ismail menjelaskan umumnya di tempat ramai seperti koridor atau gang saat berpapasan, penuntun akan menginformasikan arah yang berlawanan dari posisi tunanetra.
Menurutnya, seringkali seorang tunanetra datang dari arah selatan dan berpapasan dengan pejalan kaki dari arah utara. Terdapat parit di sebelah kiri tunanetra berjalan, sementara ada tong sampah 1 meter di hadapannya.
Pejalan kaki akan menginstruksikan untuk mengambil arah kiri dari posisi ia berdiri. Tunanetra bisa terjun bebas ke dalam parit jika menuruti arah tersebut.
Padahal, arah yang seharusnya diinstruksikan ialah arah berdasarkan posisi tunanetra, bukan posisi penuntun.
“Kejadian ini sudah menjadi pengalaman banyak teman-teman tunanetra saat bermobilisasi di jalan atau keramaian”, terangnya.
5. Tidak Informatif
Ismail menyebut seringkali seseorang tidak informatif kepada yang dituntun.
Misalnya saat memberi peringatan akan rintangan di depan, “Awas, ambil kiri!” atau “Melangkah, ya!”
Sebaiknya kata dia disampaikan rintangan apa yang terdapat di depan jalan.
“Kita bisa mengatakan bahwa di depan ada lubang, tangga, portal dan semacamnya. Deskripsi juga diperlukan seperti lebar lubang, jumlah anak tangga dan tinggi portal. Hal tersebut dapat membantu tunanetra dalam melewatinya,” jelasnya.
Ismail menjelaskan bahwa cara yang benar saat membantu tunanetra di jalan adalah dengan tidak membatasi akses tunanetra dalam meraba sekitarnya.
“Walau pun kita menuntun mereka, namun tetap memberikan keluwesan dalam bergerak. Dalam kaidah pendampingan tunanetra, dijelaskan bahwa cara menuntun tunanetra yang tepat ialah dengan membiarkan mereka menggandeng kita. Bukan kita yang menggandengnya,” ulasnya
Hal ini dapat dilakukan dengan tepuk punggung tangan tunanetra dengan punggung tangan kita
Ketika hendak membantu tunanetra, ada baiknya jika kita menyapa dan menanyakan tujuannya. Lalu menawarkan bantuan.
Nah, sembari kita menyapa dan menanyakan tujuan, kita bisa menepuk punggung tangannya dengan punggung tangan kita.
Lantas mereka akan mengerti dan meraih lengan kita.
Selain itu, biarkan tunanetra yang menggandeng lengan atau pundak kita
Idealnya, tunanetra akan menggandeng pundak penuntun. Namun, sebagian dari mereka lebih nyaman jika memegang pundak saja.
Dengan begitu, mereka akan mengikuti ke mana saja arah yang dilalui oleh penuntun. Pun mereka tetap bisa meraba sekitar menggunakan tongkat.
Seorang tunanetra umumnya akan mengambil posisi agak menyamping di belakang penuntun. Ini supaya ketika berjalan tunanetra tidak menendang kaki penuntun dari belakang.
Sehingga tunanetra akan memperhatikan pergerakan penuntun jika sedang menuruni anak tangga, tunanetra akan merespon pergerakan penuntun yang menurun.
Meski begitu, penuntun juga harus tetap informatif dalam mendeskripsikan rintangan di hadapannya.
Selanjutnya, penuntun idealnya rileks, jangan kaku dan tetap informatif
Kebanyakan penuntun akan berhati-hati berjalan walau jalanan lengang. Ada juga yang memegang tangan tunanetra meski tunanetra telah menggandeng lengan atau pundaknya.
“Tetaplah tenang, dan percayalah jika tunanetra telah menggandeng maka mereka bersedia mengiringi,” pungkasnya