KabarMakassar.com — Ketua PB-DPRD (Pengurus Besar Dewan Pergerakan Revolusi Demokratik), Jatong Jalarambang merasa geram dengan ulah pernyataan Eks Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jeneponto, Junaedi.
Sikap geram ini ditunjukkan Jatong Jalarambang lantaran dituding Junaedi telah mengada-ngada dalam membuat Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) fiktif dan penguasaan kendaraan Dinas (Randis) PDAM di Polres Jeneponto.
“Fatalnya mantan direktur malah membuat status di WhatsApp yang sangat keliru seolah-olah Dia (Junaedi) menganggap kinerjanya sudah baik semasa jabatannya. Kata-kata pak Junaedi melalui sosial medianya yang membuat jajaran PB DPRD geram layaknya mengajak kami perang intelektual,” ujar Jatong, Jumat (14/3) malam.
Menurut Jatong, tindakan tersebut tidak mencerminkan etika dan moral pemerintahan bahkan kami menganggap beliau tidak paham aturan dan nilai-nilai Pancasila.
“Dari PB DPRD menantang mantan direktur PDAM Jeneponto 2019-2024 untuk berdialog (beradu data) di halaman Polres jeneponto dengan tujuan untuk mengetahui siapa salah siapa benar,” cetusnya.
Di sisi lain, Junaedi menganggap bahwa laporan tersebut memang tak masuk akal sebab kala itu, semua LPJnya sudah clear dari hasil audit pemeriksa.
“Saya diperiksa sama aparat, mulai Kejati Sulsel, Kejaksaan Jeneponto, mulai menjadi direktur 2019 sampai 2023. satuji di demo dan langsung semuanya diperiksa, tidak adaji masalah amanji karena ituji hasil audi naminta naperiksamaki,” imbuhnya saat dikonfirmasi, Sabtu (15/3).
Kekeliruan Jatong kian bertambah usai menduga bahwa dirinya telah menguasai Kendaraan Dinas (Randis) Operasional PDAM secara sepihak.
Menurutnya, penguasaan randis dilakukan karena dirinya masih aktif bekerja di Kantor PDAM, oleh karena itu, dirinya masih berhak menggunakan kendaraan ini. Terlebih lagi, status kendaraan ini bukan randis milik Direktur PDAM.
“Saya sudah sampaikan ke polisi saat diperiksa. Saya kan statusku masih pegawai PDAM, masih ada masa kerja 3 tahun di PDAM, kemudian itu bukan mobil direktur tapi mobil operasional, siapa saja yang mau pakai dikantor itu berhak, dan saya juga tidak larang, kalau ada keperluan kantor angkat barang apa, silahkan ambil dirumah, nanti sudah nupakai kasih kembali,” imbuhnya.
Junaedi bersikukuh alasannya menguasai randis ini karena hingga kini uang pesangonnya belum dibayarkan oleh PDAM selama dirinya menjabat sebagai direktur.
Yang mana kata dia pembayaran jasa pengabdian yang jumlahnya kurang lebih dari Rp 300 juta ini belum dituntaskan PDAM, padahal berdasarkan aturan, jasa pengabdian ini wajib dibayarkan.
Meski sudah beberapa kali telah mengajukan permohonan ini, pihak PDAM Jeneponto tak pernah merealisasikannya, dengan alasan tak ada uang.
“Setiap kali diajukan ke Plt, tapi tidak pernah diakomodir karena alasannya tidak ada dana, padahal sewaktu saya tinggalkan jabatan itu, anggaran di PDAM mencapai Rp 1 milyar,” tutup Junaedi.