KabarMakassar.com — Perempuan yang ingin berhaji harus mengikuti wukuf di Arafah termasuk bagi mereka yang sedang dalam keadaan haid atau menstruasi.
Hal ini disampaikan konsultan ibadah Daerah Kerja Makkah Profesor Siti Mahmudah saat menyampaikan manasik bagi petugas haji.
“Perempuan tetap wajib berangkat ke Arafah dengan niat umrah haji walaupun dalam keadaan sedang haid. Ingat, haji adalah Arafah. Maka tidak sah bila pada 9 Zulhijjah tidak hadir di Arafah,” ujarnya dikutip dari siaran resmi yang diterima, Senin (10/06).
“Karena haid tidak menjadi penghalang bagi perempuan untuk berhaji. Hajinya tetap sah, dan tidak mengurangi kemabrurannya,” imbuhnya.
Sementara itu, untuk melakukan Thawaf Ifadhah bagi perempuan yang sedang haid, agar menunggu sampai suci jika masih punya waktu untuk tinggal lama di Makkah.
“Jika tidak punya waktu lagi, amati apakah ada masa jeda suci. Jika dia tidak melihat darah haid, segera mandi, lalu memakai pembalut yang rapat dan menjaga dari tetesan darah, kemudian melaksanakan thawaf ifadhah dan sai,” imbuhnya.
Namun apabila setelah itu dia masih mendapati darah haid, thawafnya sudah sah.
“Namun jika menjelang pulang, masih haid dan harus segera kembali ke Indonesia, maka boleh melakukan Thawaf Ifadah dengan menjaga darah haidnya menggunakan pembalut yang aman,” ungkap Siti Mahmudah mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah, thawafnya sah dan tidak dikenakan dam.
Ia melanjutkan, bagi mereka yang akan meninggalkan kota Makkah masih dalam keadaan haid tidak perlu melakukan Thawaf Wada’.
“Cukup berdiri dan berdoa di hadapan Masjidil Haram untuk pamit pulang dari rumah Allah sebagai tamu Allah,” paparnya.
Dalam manasik tersebut, Mahmudah juga mengingatkan syarat sah umrah haji, yaitu niat umrah haji dengan cukup miqat dari hotel, menjaga larangan umrah haji sampai berhasil tahalul awal setelah berhasil melontar jumrah Aqobah pada tanggal 10 Zulhijah dan lebih Afdal tahalul Tsani setelah berhasil lontar jumrah di hari tasyrik pada tanggal 11, 12 Zulhijah dan Thawaf Ifadhoh.