kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

Launching Pilot Project Keadilan Restoratif, Kejati Sulsel Setujui 3 Perkara

Launching Pilot Project Keadilan Restoratif, Kejati Sulsel Setujui 3 Perkara
Launching Pilot Project Keadilan Restoratif (Dok : ist).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel), Agus Salim menyetujui 3 perkara untuk diadili restoratif justice secara mandiri, Selasa (16/07).

Hal itu tampak pada sidang pengajuan 4 ekspose perkara untuk dimohonkan persetujuan Restorative Justice (RJ) yaitu 2 perkara dari Kejari Jeneponto, 1 perkara dari Kejari Luwu dan 1 perkara dari Kejari Pinrang.

Pemprov Sulsel

Kajati Sulsel, Agus Salim merasa terhormat atas kepercayaan pimpinan sehingga Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan diapresiasi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum sebagai “pilot project” dalam desentralisasi pengendalian dan pengawasan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif secara mandiri.

Agus Salim menegaskan Pelaksanaan RJ yang dilakukan secara mandiri dimaksud dapat langsung diputuskan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dengan tetap mempedomani petunjuk teknis dan berbagai ketentuan yang berlaku, serta senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip utama Restorative Justice sebagai penegakan hukum humanis yang bertitik tolak pada upaya-upaya pemulihan dan menciptakan tata tertib dalam kehidupan bermasyarakat.

Ekspose Perkara untuk dimohonkan persetujuan Restorative Justice (RJ) diikuti oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Dr. Teuku Rahman, Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Sulsel, Rizal Syah Nyaman, Koordinator Pidum, Kasi Oharda, Kasi Teroris, Kasi Kamnegtibum Pada Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Sulsel, Kepala Kejaksaan Negeri Jeneponto, Kepala Kejaksaan Negeri Luwu, Kepala Kejaksaan Negeri Pinrang beserta jajaran yang dilakukan secara virtual.

Adapun Perkara Tindak Pidana yang dimohonkan Restorative Justice (RJ), yaitu Kejaksaan Negeri Jeneponto mengajukan 2 Perkara diantaranya Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHPidana, yang dilakukan oleh Tersangka Rajja Dg. Lea Bin Sampara (33) perbuatan pidana tersebut dilakukan terhadap korban atas nama Adi Dg Mandrang Bin Lanurung (23 tahun).

Alasan permohonan RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Jeneponto karena ancaman pidana tidak lebih dari 5 Tahun, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan kesepakatan damai antara tersangka dengan saksi korban.

Selanjutnya perkara Tindak Pidana Penganiayaan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana, perbuatan Pidana tersebut dilakukan oleh Tersangka Haris Alias Liwang Bin Hading (49) terhadap korban Mansur Bin Sukku (57) dengan alasan permohonan RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Jeneponto karena ancaman Pidana tidak lebih dari 5 Tahun, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan ada kesepakatan perdamaian tanpa syarat antara tersangka dengan saksi korban.

Selain itu Kejaksaan Negeri Luwu mengajukan 1 Perkara untuk dimohonkan Restorative Justice (RJ) yaitu Perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) atau Ayat (2) KUHPidana, yang dilakukan oleh tersangka Hasanuddin Alias Hasan Bin Uddin (34) terhadap korban Ramlah Alias Mama Andung Binti Arafah (48) dengan alasan permohonan RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Luwu karena ancaman pidana tidak lebih dari 5 Tahun, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan ada kesepakatan perdamaian tanpa syarat antara tersangka dengan saksi korban.

Lalu, Kejaksaan Negeri Pinrang mengajukan 1 Perkara untuk dimohonkan Restorative Justice (RJ) yaitu Perkara Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Raya melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009, perbuatan pidana tersebut dilakukan oleh tersangka Kaharuddin Alias Tahang Bin Nuru (43) terhadap korban Alm. H. Napang (91) dengan alasan permohonan RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Pinrang, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan tersangka melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun namun memenuhi persyaratan sesuai Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: 01/E/EJP/02/22022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif pada huruf E angka 2 c. Pasal 5 ayat (4) “dalam tindak pidana dilakukan karena kelalaian dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative jika tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana”.

Tersangka telah memberikan bantuan uang duka kepada keluarga korban sebesar Rp10.000.000 sebagaimana tersebut dalam kwitansi tertanggal 22 Februari 2024 (telampir dalam berkas perkara) dan tersangka telah meminta maaf kepada keluarga korban.

Sesaat setelah terjadi kecelakaan, tersangka memiliki itikad baik mengantarkan korban ke puskesmas untuk segera mendapatkan pertolongan dan keluarga korban bersedia memaafkan tersangka dan tidak keberatan apabila proses hukum terhadap diri tersangka dihentikan.

Setelah Kajati Sulsel mendengarkan pemaparan atau ekspose perkara pidana yang disampaikan oleh Kajari Jeneponto, Kajari Luwu, dan Kajari Pinrang, Agus Salim mengingatkan agar pelaksanaan RJ harus dapat memastikan bahwa penyelesaian perkara berdasarkan Restorative Justice semata-mata untuk memberikan pelayanan hukum terbaik bagi masyarakat yang tidak dinodai dengan adanya transaksi suap, gratifikasi maupun perbuatan-perbuatan tercela lainnya.

Agus Salim mengambil Keputusan 3 Perkara disetujui untuk dihentikan penuntutannya yaitu Perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHPidana, yang dilakukan oleh Tersangka Rajja Dg. Lea Bin Sampara asal Kejari Jeneponto, Perkara Tindak Pidana Penganiayaan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana, yang dilakukan oleh Tersangka Haris Alias Liwang Bin Hading asal Kejari Jeneponto, dan Perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) atau Ayat (2) KUHPidana, yang dilakukan oleh Tersangka Hasanuddin Alias Hasan Bin Uddin asal Kejari Luwu.

Sedangkan 1 perkara pidana asal Kejaksaan Negeri Pinrang ditolak.

Setelah pelaksanaan RJ, Agus Salim memerintahkan kepada Aspidum Kejati Sulsel untuk segera melaporkan hasil pelaksanaan Restorative Justice (RJ) tersebut kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum pada kesempatan pertama.

“Bahwa keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan,” ungkapnya.

Untuk memitigasi kemungkinan terjadinya penyimpangan, Agus Salim memerintahkan jajarannya untuk melaksanakan proses penyelesaian perkara yang dimohonkan RJ dilakukan secara cermat, hati-hati, selektif, terukur, transparan dan akuntabel serta melibatkan semua pihak yang berkepentingan.