KabarMakassar.com — Orang yang mendirikan shalat berarti mengokohkan agama. Ibadah pokok dalam Islam ini wajib dikerjakan oleh seseorang yang sudah memenuhi kriteria persyaratan walau dalam kondisi sesulit apa pun. Shalat wajib dijalankan karena merupakan amalan pertama yang akan dihisab pertama kali pada hari akhir nanti. Kewajiban pokok yang setara dengan shalat antara lain adalah puasa Ramadan, zakat, dan haji. Inilah rukun di dalam Islam yang sama sekali tak boleh ditinggalkan.
Kemudian bagaimana hukum bagi yang menjalankan ibadah puasa tetapi meninggalkan kewajiban shalat apakah masih sah.
Berdasarkan artikel NU Online berjudul ‘Hukum Puasa Tapi Tinggalkan Shalat’, dijelaskan terdapat dua alasan seorang muslim meninggalkan kewajiban shalat yang keduanya memiliki ketentuan berbeda.
Habib Hasan bin bin Ahmad Al-Kaff di dalam kitab Taqriratus Sadidah fi Masail Mufidah menjelaskan, terdapat dua kondisi orang yang meninggalkan shalat yakni karena mengingkari kewajibannya dan karena malas.
Seseorang yang meninggalkan shalat karena alasan yang pertama, maka dihukumi sebagai murtad. Lalu bagi orang yang tidak shalat karena malas hingga waktunya habis maka masih dikatakan muslim.
Di dalam kitab tersebut juga dijelaskan dua kategori pembatalan puasa. Pertama, pembatalan yang merusak pahala puasa, tetapi tidak membatalkan ibadah puasa. Kategori ini disebut muhbithat (merusak pahala puasa) dan tidak wajib qadha atau membayar utang puasa di luar Ramadan.
Kedua, sesuatu yang dapat membatalkan puasa dan merusak pahalanya. Bila melakukan ini tanpa udzur syar’i, maka wajib mengqadha atau mengganti puasa di hari lain di luar Ramadan. Sebab kategori ini dinamakan mufthirat (membatalkan puasa).
Dari pendapat itu, orang yang tidak mengerjakan shalat karena alasan mengingkari kewajiban, maka puasanya batal secara otomatis. Sebab orang tersebut murtad dan keluar dari Islam termasuk hal yang dapat membatalkan puasa.
Berbeda dengan orang yang tidak mengerjakannya karena malas atau sibuk, statusnya masih muslim dan puasanya tidak batal secara esensial. Meski begitu, puasanya tidak bernilai apa-apa dan pahalanya berkurang.
Dengan demikian, meninggalkan shalat dapat dikategorikan sebagai muhbithat al-shaum. Meninggalkan shalat tidak merusak keabsahan puasa, tetapi merusak pahala puasa sehingga ibadah puasa yang mereka kerjakan tidak bernilai di hadapan Allah.
Orang tersebut diharuskan untuk tetap melanjutkan ibadah puasa sebagaimana mestinya dan harus mengqadha shalat yang ditinggalnya.