KabarMakassar.com — Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memiliki peluang besar untuk menguat.
Hal ini disampaikan oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat (24/01) kemarin.
Menurut Perry, stabilitas nilai tukar merupakan prioritas utama untuk menjaga inflasi, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta memperkuat stabilitas sistem keuangan.
“Kami melihat rupiah memiliki peluang besar untuk menguat, bahkan jika dibandingkan dengan mata uang negara maju dan kawasan regional. Stabilitas ini menjadi dasar penting bagi penguatan nilai tukar ke depan,” ujar Perry.
Ia menjelaskan, potensi penguatan rupiah sangat bergantung pada sejumlah faktor, termasuk pergerakan indeks dolar AS (DXY) dan aliran masuk investasi ke pasar keuangan domestik.
Perry mencontohkan, pada triwulan III tahun lalu, nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan signifikan berkat arus masuk investasi sebesar Rp 60,7 triliun ke Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 54,2 triliun ke Sertifikat Bank Indonesia (SRBI).
“Kondisi ini menunjukkan bahwa inflow investasi sangat menentukan penguatan nilai tukar. Selain itu, implementasi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Sumber Daya Alam (SDA) juga diharapkan dapat mendukung stabilitas rupiah ke depan,” jelas Perry.
Untuk informasi, Mengutip data Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di pasar spot Jumat (24/01) sore kemarin, ditutup menguat.
Mata uang garuda ditutup pada level Rp 16.171,5 per dollar AS atau menguat 0,69 persen (112 poin) dibandingkan dengan penutupan sebelumnya Rp 16.283,5.
Sementara itu, mengacu pada kurs tengah Jisdor, nilai tukar rupiah pada Jumat (24/1/2025) berada di level Rp 16.200 per dollar AS, atau menguat dibandingkan hari Kamis (23/1/2025) berada di level Rp 16.276 per dollar AS.
Sebelumnya diberitakan, Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan bergerak fluktuatif pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (24/01), dengan kecenderungan ditutup melemah.
Mengacu data Bloomberg, rupiah terpantau melemah 4 poin atau 0,03% ke level Rp16.283,5 per dolar AS pada perdagangan Kamis (23/01) kemarin.
Sementara itu, indeks dolar AS menunjukkan penguatan sebesar 0,19% dan mencapai posisi 108,36.
Kondisi ini tidak hanya memengaruhi rupiah, tetapi juga menyeret mayoritas mata uang Asia lainnya. Yen Jepang melemah tipis 0,05%, yuan China turun 0,14%, dan won Korea Selatan tertekan hingga 0,31%.
Mata uang lain seperti rupee India, ringgit Malaysia, dan baht Thailand masing-masing mencatat pelemahan sebesar 0,21%, 0,36%, dan 0,32%.
Dampak Kebijakan Trump terhadap Pasar Global
Tekanan terhadap rupiah dan mata uang Asia lainnya turut dipengaruhi oleh dinamika politik dan ekonomi global, terutama kebijakan ekonomi Amerika Serikat.
Presiden AS Donald Trump yang baru saja dilantik memberikan sinyal untuk menerapkan tarif baru sebesar 10% terhadap impor dari China mulai 1 Februari mendatang.
Selain itu, Trump juga mengancam tarif tambahan untuk Uni Eropa serta Kanada dan Meksiko, dengan besaran mencapai 25%.
Trump juga mengumumkan langkah-langkah agresif lainnya, seperti mengenakan tarif kepada Tiongkok atas impor fentanil yang disebut sebagai ancaman bagi AS.
Tidak hanya itu, pemerintahannya mendeklarasikan keadaan darurat energi nasional. Langkah ini memungkinkan pengurangan pembatasan lingkungan dalam proyek infrastruktur dan energi, termasuk mempercepat pembangunan pipa dan jaringan transmisi baru.
Pengamat forex, Ibrahim Assuaibi, menyebut kebijakan ini menambah ketidakpastian di pasar global.
“Meski ada upaya untuk meningkatkan produksi energi AS, banyak analis meragukan dampak signifikan dalam waktu dekat, terutama di tengah volatilitas pasar yang tinggi,” jelas Ibrahim dalam keterangannya pada Kamis (23/01).
Optimisme Domestik di Tengah Ketidakpastian Global
Di tengah tekanan eksternal, Bank Indonesia (BI) tetap optimistis terhadap prospek perekonomian Indonesia. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2025 berada di kisaran 4,7% hingga 5,5%, didorong oleh tren positif berbagai indikator makroekonomi. Pada 2026, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan meningkat lebih lanjut menjadi 4,8% hingga 5,6%.
BI juga menargetkan inflasi tetap terkendali pada kisaran 2,5% ±1% sejalan dengan kebijakan moneter yang diambil. Baru-baru ini, BI menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75% sebagai langkah untuk memberikan stimulus tambahan bagi pertumbuhan ekonomi.
“Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sekaligus mempercepat pemulihan ekonomi domestik. Digitalisasi di sektor keuangan mikro dan sistem transaksi pemerintah juga menjadi prioritas utama untuk mendukung percepatan pertumbuhan,” ujar Ibrahim.
Pergerakan Pasar di Awal Hari
Mengawali perdagangan Jumat (24/1/2025), rupiah terpantau menguat sebesar 0,37% atau 60,5 poin ke level Rp16.223 per dolar AS. Di sisi lain, indeks dolar AS bergerak menguat tipis 0,011% ke level 108,17 pada pukul 09.00 WIB.
Namun, dinamika mata uang Asia lainnya masih menunjukkan pola yang bervariasi. Yen Jepang melemah 0,17%, won Korea Selatan turun 0,12%, sementara rupee India dan dolar Singapura masing-masing melemah sebesar 0,12% dan 0,01%. Sebaliknya, peso Filipina dan yuan China menunjukkan penguatan masing-masing sebesar 0,25% dan 0,09%.
Pasar mata uang diperkirakan akan terus menghadapi tekanan hingga akhir pekan, terutama dengan adanya kebijakan ekonomi AS yang semakin proteksionis. Bagi investor, langkah antisipasi sangat diperlukan untuk memitigasi risiko dari ketidakpastian global yang kian kompleks.