kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

Jalani Sidang Kode Etik, Briptu S Pelaku Kekerasan Seksual Hanya Dimutasi

banner 468x60

KabarMakassar.com — Briptu Sanjaya, anggota Polda Sulsel jalani sidang etik oleh Komisi Kode Etik Polri atas tindak pelecehan seksual yang dilakukan terhadap FM, tahanan perempuan Rutan Dittahti Polda Sulsel.

Atas perbuatannya, Briptu Sanjaya dijatuhi sanksi mutasi bersifat demosi selama 7 tahun. Sanksi etik yang dijatuhkan kepada Briptu Sanjaya lebih ringan dari tuntutan.

Pemprov Sulsel

Penuntut, dalam persidangan etik yang dilangsungkan di ruang sidang Subbidwaprof Bidpropam Polda Sulsel pada 5 Desember 2023 menuntut pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Briptu Sanjaya.

Dalam persidangan, dihadirkan 7 orang saksi yang terdiri 4 orang anggota Polda Sulsel dan 3 orang tahanan Rutan Polda Sulsel.

Dari saksi yang dihadirkan, diperoleh keterangan Briptu Sanjaya melakukan pelecehan seksual verbal dan nonverbal secara berulang terhadap FM.

Didampingi oleh tim penasihat hukumnya dari LBH Makassar-YLBHI, korban ikut mendengar dan menyaksikan jalannya persidangan.

Mendengar putusan dijatuhkan, korban sangat kecewa dengan putusan yang diberikan kepada Briptu Sanjaya. Pasalnya, vonis yang diberikan sangat jauh dari harapan korban, sehingga sangat melukai rasa keadilannya.

“Mengingat perbuatan pelaku kepada saya sudah berulang yang bahkan menyebabkan saya trauma dan harus bertemu psikolog, rasanya tidak adil kalau pelaku hanya dikasih sanksi ringan. Dia akan tambah seenaknya lakukan pelecehan ke tahanan kalau tidak dikasih efek jerah. Dan mungkin saja akan ada korban lain” terang Korban (FM) dalam siaran pers LBH yang diterima, Kamis (07/12).

Kepala Bidang Gender LBH Makassar, Mira Amin mengatakan putusan ini menjadi preseden buruk kepolisian dalam memandang kekerasan seksual sebagai pidana biasa.

Kepolisian gagal melihat pola kekerasan berulang yang terjadi di Rutan Dittahti Polda Sulsel, ruang yang harusnya dipastikan aman bagi setiap tahanan.

Sementara itu, laporan pidana korban di SPKT Polda Sulsel pada 22 Agustus 2023, sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/B/747/VIII/SPKT/Polda Sulawesi Selatan, masih belum menemui titik terang.

“Sejauh ini untuk laporan tindak pidana kekerasan seksual yang dilaporkan Korban, belum menemukan titik terang. Sehingga, putusan hari ini harusnya bisa digunakan sebagai petunjuk untuk mempercepat pelaporan tindak pidana di Unit PPA Polda Sulsel. Mengingat, Sanksi putusan sidang etik terhadap Briptu S tidak menghapus tuntutan pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (1) PP No.2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota polri”, ungkap Mira.

Selain itu, Kepala Bidang Sipol LBH Makassar, Muhammad Ansar menilai putusan Propam Polda Sulsel ini menjadi bukti nyata gagalnya reformasi kepolisian.

“Putusan ini sangat mencederai rasa keadilan masyarakat, terutama rasa keadilan korban. Kami menduga kuat, putusan ini dilatarbelakangi oleh konflik kepentingan, karena terduga pelakunya adalah anggota kepolisian, di sisi yang lain, yang menegakan kode etik juga adalah anggota kepolisian. Dalam catatan kami, ada beberapa kasus yang diduga pelakunya melibatkan aparat kepolisian, tetapi korbannya atau keluarga korban tidak menemukan keadilan, hal ini adalah bukti nyata gagalnya reformasi kepolisian", pungkasnya

Berdasarkan situasi tersebut, YLBHI-LBH Makassar mendesak Kompolnas untuk mengevaluasi kinerja Propam Polda Sulsel yang memberikan sanksi ringan kepada Briptu Sanjaya dan Bareskrim Polri untuk memerintahkan Polda Sulsel segera menindaklanjuti proses pidana Briptu Sanjaya.

Pihaknya juga meminta Komnas Perempuan melakukan pemantauan dan pengawasan secara ketat terhadap laporan pidana terkait dugaan tindak pidana kekerasan seksual di Unit PPA Polda Sulsel yang dialami oleh FM serta mendesak Reformasi Kepolisian secara menyeluruh.