KabarMakassar.com — Saat ini warganet di ramai kan tagar All Eyes On Papua dan posternya. Terlihat hal ini sebagai bentuk bantu suarakan aspirasi suku adat Papua mendapatkan haknya kembali.
Pasti kita bertanya-tanya, apa yang terjadi di Papua? Dan siapa yang menyebar tagar ini?
Simak, informasi terkait All Eyes on Papua yang dirangkum dari berbagai sumber:
All Eyes on Papua
Dukungan untuk Papua tersebut bermunculan usai pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu dan suku Moi mendatangi gedung Mahkamah Agung di Jakarta Pusat pada Senin (27/5). Kedua suku asal Papua itu mengenakan pakaian khas suku masing-masing dan menggelar doa serta ritual adat di depan gedung MA.
Tujuannya, untuk meminta Mahkamah Agung mengeluarkan aturan yang dapat melindungi hutan adat mereka.
“Kami datang menempuh jarak yang jauh, rumit, dan mahal dari Tanah Papua ke Ibu Kota Jakarta, untuk meminta Mahkamah Agung memulihkan hak-hak kami yang dirampas dengan membatalkan izin perusahaan sawit yang kini tengah kami lawan ini,” kata Hendrikus Woro, pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu,” dikutip dari laman Greenpeace.
Sementara, poster kecerdasan buatan (AI) Instagram bertuliskan ‘All Eyes on Papua’ pun ramai dibagikan melalui fitur ‘add yours’. Salah satu poster memperlihatkan sebuah kondisi hutan tandus di atas tanah kering. Tak lupa, ilustrasi orang yang menggambarkan masyarakat adat Papua yang berada di antara pohon-pohon kering tersebut.
Akun @tanyakanrl sebagai pencetus tagar All Eyes on Papua meminta warganet menggaungkan tagar sebagai bentuk dukungan terhadap hak rakyat Papua atas penyerobotan hutan adat yang akan dijadikan perkebunan kelapa sawit oleh penguasa yang serakah.
Pada salah satu poste AI di Instagram tertulis bahwa hutan di Papua tepatnya di Boven Digul Papua yang luasnya 36 ribu hektar atau lebih dari separuh luas Jakarta akan dibabat habis dan dibangun perkebunan sawit oleh PT Indo Asiana Lestari.
Selain berpotensi menghilangkan hutan alam, proyek perkebunan sawit ini juga menghasilkan emisi 25 juta ton karbon dioksida. Jumlah emisi ini sama dengan menyumbang 5% dari tingkat emisi karbon tahun 2030. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh seluruh warga Papua, tetapi berdampak ke seluruh dunia.
Masyarakat adat Awyu dan Moi jadi pihak yang paling terdampak imbas keserakahan para pengusaha dan elit. Sudah cukup bagi mereka merelakan hutan adat yang telah dialihfungsikan menjadi kebun sawit.
Mereka tak mau kehilangan hutan adat yang menjadi haknya. Dari sanalah mereka hidup. Hutan adalah akar kehidupan yang menyediakan segala kebutuhan sehari-hari bagi rakyat Awyu dan Moi. Dari mulai sumber pangan, air, dan hasil hutan lain yang bisa dimanfaatkan guna menunjang nyawa.