KabarSelatan.id — Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri bersama Joko Widodo umumkan Ganjar Pranowo sebagai bakal Calon Presiden (Capres) 2024 mendatang.
Pengumuman disampaikan langsung Megawati saat berada di kediaman Bung Karno di Batu Tulis, Bogor, Jumat (21/4).
Berdasarkan hal tersebut, Pengamat Politik dari Universitas Bosowa Makassar, Arief Wicaksono menyebut beberapa poin yang terkait dengan pengumuman tersebut.
Yang pertama menurutnya, peristiwa tersebut menunjukkan kepiawaian PDI Perjuangan dalam menentukan 'momentum', dimana gerakan politik memang sangat bergantung pada momentum, bagaimana memaksimalkan keuntungan wacana dari peristiwa yang sedang terjadi.
"Pengumuman tadi kelihatan dikaitkan dengan Perayaan Hari Kartini. Yang mana menjadi titik pijak dari pemikiran seorang perempuan, sekaligus ketum partai politik dominan harus menegaskan sesuatu yang dianggap penting terhadap geliat politik tahun 2024," sebut Dekan Fisip Unibos ini.
Bahkan pengumuman ini dimanfaatkan melalui momentum perayaan Hari Raya Idul Fitri yang sedang dilaksanakan sebagian umat muslim di Indonesia.
Kedua, diumumkannya Ganjar Pranowo sebagai Capres PDIP 2024 seperti menegaskan bahwa isu perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi sudah semakin tidak relevan lagi.
"Dengan demikian, wacana 3 periode atau wacana amandemen konstitusi yang beberapa tahun belakangan ini sering dieksperimentasikan oleh sekelompok para elit negeri, kemungkinan juga akan menjadi tidak relevan pula,"tukas Arief.
Poin ketiga, peristiwa ini menampakkan bahwa Partai berlambang kepala banteng ini masih menjadi 'partai politik milik Ibu'.
"Dimana semua hal bisa saja terjadi dengan persetujuan pemilik," tandasnya.
Padahal kata dia, Megawati sebelumnya khawatir lantaran figur Ganjar Pranowo kurang pas dengan alasan hanya menjual pencitraan di medsos.
"Hal itu sekaligus juga mengabsahkan dugaan, bahwa di atas langit masih ada langit, Bu Mega dapat dianggap bukan lagi sebagai aktor utama yang berkuasa memainkan bidak-bidaknya," katanya.
"Melainkan ada figur atau kelompok figur yang memiliki pengaruh tak terbatas kepada Bu Mega, meskipun berkali-kali peserta rapat terkesan meninggikan posisi beliau diantara yang lain dengan embel-embel 'profesor doktor',"sambung Arief Wicaksono.
Keempat, pertemuan itu sekaligus membuka front kekurang setujuan terhadap figur seperti Prabowo yang selama ini dimainkan oleh Jokowi sebagai Presiden ataupun sebagai petugas partai.
Hal itu, sedikit banyaknya pasti akan mencederai Prabowo yang selama ini berdiri didepan menjadi tameng bagi Jokowi. Bagi PDIP, konteks political atau power sustainability akan lebih maksimal jika dibebankan kepada Ganjar ketimbang Prabowo, apalagi Puan Maharani.
Untuk menjaga keseimbangan yang selama ini ditampakkan, boleh jadi Cawapres Ganjar ke depan kemungkinan adalah figur yang sempat dekat dengan Prabowo. Semisal Sandiaga Uno atau pun Mahfud MD.
Sebab, untuk mendudukkan Prabowo sebagai Cawapres tentu akan menjadi sangat sulit, mengingat Prabowo masih menyimpan hasrat untuk menjadi Capres.
Sementara Erick Tohir yang tengah dikaitkan dekat dengan Gubernur Jawa Tengah itu akan jauh tak menguntungkan untuk dijual, mengingat insiden pembatalan Piala Dunia U-20 oleh FIFA.
"Nah jika dikaitkan dengan pembatalan itu, Ganjar memang terlihat dikorbankan, namun pertimbangan PDIP ternyata kembali lagi ke fatsun elektabilitas, karena tidak punya lagi pilihan lain," tutup Arief Wicaksono.