KabarMakassar.com — Ketua Bawaslu Jeneponto, Muhammad Alwi, angkat bicara terkait adanya dugaan pelanggaran penggunaan identitas ganda di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2024.
Pelanggaran tersebut muncul usai ditemukannya identitas ganda seorang oknum Kepala Dinas di Pemkab Jeneponto ketahun telah melakukan pencoblosan di dua TPS dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan yang berbeda.
Menurut Alwi, jenis pelanggaran ini dapat memicu adanya potensi Pemungutan Suara Ulang (PSU) apabila dari hasil penelitian Bawaslu Jeneponto menemukan bentuk pelanggaran sejenis ini.
Alwi menjelaskan bahwa aturan ini sudah tertuang dalam Surat Edaran Bawaslu RI Nomor 117 Tahun 2024, tentang penyamaan persepsi terhadap isu-isu krusial pengawasan pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
Pada point 1.6 (a) dijelaskan selain keadaan – keadaan yang menyebabkan pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud uraian angka 1.2., sampai dengan angka. 1.4., terdapat keadaan lain yang menyebabkan pemungutan suara ulang sebagai berikut:
“Dalam hal terdapat keadaan 1 (satu) pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda dapat dijadikan keadaan yang menyebabkan diadakannya pemungutan suara ulang demi menjamin pelaksanaan Pemilihan yang jujur dan adil, serta memastikan kemurnian suara pemilih,” jelas Muhammad Alwi.
Hal demikian sesuai dengan pengaturan dalam Pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2023 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Dalam Pemilihan Umum (selanjutnya disebut “PKPU 25/2023) yang berbunyi.
“Selain keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berbunyi, pemungutan suara wajib diulang jika terdapat pemilih yang memberikan suara lebih dari 1 (satu) kali, baik pada satu TPS atau pada TPS yang berbeda”, hal mana tidak ada lagi pembedaan antara rezim Pemilu dan rezim Pemilihan [vide 85/PUU-XX/2022]; Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Tim pasangan calon (Paslon) nomor urut 3, Sarif-Qalby, kembali menemukan indikasi pelanggaran dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Temuan ini mencakup dugaan data siluman dan pemilih ganda di dua TPS berbeda, yaitu TPS 005 Kelurahan Tolo Utara, Kecamatan Kelara, dan TPS 007 Kelurahan Empoang, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.
Liasion Officer (LO) tim Sarif-Qalby, Hardianto mengungkapkan adanya keterlibatan seorang ASN yang diduga menjabat sebagai Kadis di Jeneponto inisial AM. Oknum tersebut diduga menggunakan hak pilih di dua TPS dengan NIK berbeda.
“Ada kita temukan salah satu diduga ASN, yang bertugas sebagai kepala Dinas telah mencoblos sebanyak dua kali,” kata Hardianto.
a merinci, data siluman atau data ganda yang dipegang merupakan temuan dari tim investigasi di lapangan. Bahkan nama oknum yang diduga ASN itu terpampang jelas di daftar hadir.
Untuk bukti yang ditemukan kata Hardianto, pihaknya telah mengantongi banyak data pemilih ganda dan pemilih siluman.
Dari temuan itu, tercatat ada 7 orang masuk ke dalam absen DPK di TPS 005, Tolo Utara, Kecamatan Kelara.
Suket yang digunakan oleh AM itu bahkan tertera cap tanda tangannya sendiri, sebagai pejabat Kadis Dukcapil Jeneponto dan diterbitkan pada 27 Februari 2019.
Anehnya, NIK yang digunakan di TPS 005 Tolo Utara dan TPS 007, Empoang, Kecamatan Binamu berbeda.
“Di TPS 005 tertera angka NIK: 73040525046…, dan pemiliknya salah satu warga Kecamatan Kelara. Sementara di TPS 007 Empoang, tertulis NIK: 73040317…,” jelasnya.
Hardianto menuturkan, informasi oknum ASN itu diduga menjabat sebagai salah satu Kadis Kabupaten Jeneponto.
“Oknum ASN yang diduga itu bernama AM, sebelumnya mencoblos sebagai DPT di TPS 007 Empoang, Kecamatan Binamu,” jelas Hardianto.
Setelah mencoblos sebagai DPT, nama AM tercatat juga mencoblos di TPS 005 Tolo Utara.
Hanya saja, di TPS 005 Tolo Utara, nama AM menggunakan hak pilihnya sebagai DPK (Daftar Pemilih Khusus).
AM ditengarai telah menggunakan NIK (Nomor Induk Kependudukan) yang berbeda dan mengambil surat keterangan (Suket).
“Kita tentunya menduga, AM ini ke TPS 005 Tolo Utara Menggunakan Hak Pilih sebagai DPK dengan NIK berbeda, yang diambil dari Surat Keterangan,” imbuh Hardianto.
Untuk di TPS 007 Kelurahan Empoang, Kecamatan Binamu, AM hadir dengan bukti cap tanda tangan dalam daftar hadir pemilih, pada nomor urut ke 65.
Dengan ditelusurinya surat keterangan itu, terkuak identitas pemegang suket sebenarnya.
Dalam absen daftar hadir pemilih DPK, tercantum nama Aspa Muji di urutan ke empat. Disitu, AM juga membumbuhi cap tanda tangan sebagai bukti hadir sebagai pemilih.
Namun, cap tanda tangan yang berada di TPS 007 Empoang, dan 005 Tolo Utara itu berbeda. Hardianto menengarai, ada dugaan permainan atau dugaan manipulasi data pemilih.
Bahkan, nama AM tertera title yang lengkap, sebelumnya dia juga mencoblos di TPS 007 Empoang, Kecamatan Binamu.
Begitupula dengan nama yang sama, terdapat pula mencantumkan gelar title yang lengkap pada absen DPK di TPS 005 Tolo Utara, Kecamatan Kelara.
“Setahu kami, tidak ada nama AM yang memiliki title yang sama dengan Kepala Dinas yang sekarang dan Mantan Kadis Capil. Ini oknum memang pernah menjabat sebagai Kadis Kependudukan Pencatatan Sipil. Dan ditemukan fakta, bahwa suket itu, diduga telah disalahgunakan sebagaimana mestinya. Kita lihat dan patut menduga, dengan mengubah tanda tangannya dari TPS yang berbeda” tegas Hardianto.
Diketaui, nama AM tercantum di absen, bahkan gelarnya diikutsertakan yakni, S.STP, M.Si. Berdasarkan hasil temuan itu, Hardianto akan melakukan kroscek untuk mencari tahu validitas data identitas yang sebenarnya. Apabila temuan ini terbukti, maka pihaknya akan membawa hal ini ke ranah hukum.
Sekadar informasi, pemilih tidak bisa menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali, seperti aturan yang tertuang dalam Pasal 178C Undang-undang No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada pada ayat 1.
“Setiap orang yang tidak berhak memilih yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara memberikan suaranya 1 (satu) kali atau lebih pada 1 (satu) TPS atau lebih dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)” bunyi pasal tersebut.
Sementara itu, AM yang dikonfirmasi secara terpisah Tim Kabarmakassar.com masih enggan memberikan tanggapan serius terkait temuan ini.
Dalam keterangannya, AM hanya menyampaikan salam sembari menuliskan tanda emoticon tanpa memberikan penjelasan apa pun.
“waalaikum salam” singkatnya melalui pesan What’sApp, Kamis (12/12).
Disisi lain, Penjabat Bupati Jeneponto, Junaedi Bakri menyerahkan sepenuhnya persoalan ini ke pihak Bawaslu.
“Kita serahkan ke Bawaslu untuk proses lebih lanjut. Tentu sesuai dengan ketentuan perundang -undangan,” imbuh Junaedi Bakri.