KabarMakassar.com — Lahan komplek Sekolah Dasar (SD) Pajjaiang di Makassar masih disegel oleh pihak ahli waris, memaksa guru dan siswa untuk melaksanakan proses belajar mengajar di rumah.
Penyegelan yang sudah berlangsung selama sepekan ini menjadi perhatian publik dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi semua pihak yang terlibat.
Melihat masalah antara pihak ahli waris dan Pemerintah Kota Makassar terkait ganti rugi sekolah tersebut belum selesai, Komisi D DPRD Kota Makassar, diwakili oleh Hamzah Hamid, telah meninjau lokasi dan berencana memfasilitasi pertemuan antara pihak ahli waris dan pemerintah kota untuk mencari solusi.
Hamzah mengungkapkan bahwa DPRD akan mengundang semua pihak terkait, termasuk dinas pertanahan, kepala dinas pendidikan, dan camat, untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP). RDP ini bertujuan untuk mengkaji putusan hukum dan mencari jalan keluar agar sekolah dapat segera dibuka kembali.
“Kita minta ahli waris untuk segera membuka kembali sekolah itu agar proses belajar kembali berjalan, tapi kita garansi segera RDP insyaallah, saya koordinasi dengan pengacara apakah masih dikasih ruang untuk belajar, tapi kita sudah garansi untuk RDP kalau suratnya sudah masuk ke DPRD,” ujar Hamzah kepada KabarMakassar.com, Selasa (23/07).
Hamzah menjelaskan bahwa meskipun ahli waris memiliki hak untuk menutup sekolah yang menampung 1000 siswa tersebut, pihaknya akan berusaha memediasi kedua belah pihak.
“SD Pajjaiyang yang menampung 1000 siswa tidak bisa belajar karena ditutup ahli waris yang merasa punyak hak disitu, kita memediasi dulu agar anak-anak bisa belajar dan guru-guru dapat bisa mengajar dengan tenang. Insyaallah apa yang menjadi harapan ahli waris itu dapat kita fasilitasi dan saya termasuk berusaha mengaransi tindaklanjuti ini apabila betul-betul persoalan hukumnha selesai,” terangnya.
Hamzah mengatakan pihaknya akan mendorong pemerintah kota untuk segera menyelesaikan proses ganti rugi lahan tersebut, jika benar proses hukum lahan tersebut di menangkan oleh ahli waris.
“Kalau kau (Pemkot) punya hak kenapa tidak bertahan kan pemerintah bisa saja mengerahkan aparat, tapi kan tidak,” cetusnya.
“Cuman, Pemkot membayar ganti rugi atau pemerintah pindah kan itu sekolah agar ahli waris bisa menjual ke orang lain tapi saya kira lebih rugi pemerintah kota makassar kalau tidak menyelesaikan kalau tidak ada implikasi hukum, kita juga tidak mau kalau masih ada persoalan hukumnya,” lanjut Hamzah.
Dari informasi yang dia terima, pihak ahli waris telah memenangkan lahan tersebut dan proses hukumnya telah selesai di tahun 2021.
“Yang pasti menurut informasih sudah inkrah sudah final pada tahun 2021, makanya saya dorong pengacaranya masukkan surat di DPRD,” ucapnya.
Dalam pertemuan kedua belah pihak, kata Hamzah pihaknya mau mendengar alasan Pemkot tidak mau melakukan ganti rugi senila Rp14 miliar kepada ahli waris.
“Nanti kita yang lobikan solusi jangka panjangnya, kita tidak mau salah dalam mengambil rekomendasi, kita mau dengar apa alasan pemkot tidak mau membayar kalau ini memang sudah putusan dan ada ahli waris yang merasa punya hak disitu,” pungkasnya.
Sementara itu, kuasa hukum ahli waris, Munir Mangkana, mengungkapkan bahwa penyegelan masih dilakukan karena belum adanya komunikasi yang memadai dari pemerintah kota.
“Yang jelas sepanjang tidak ada niat baiknya pemerintah kota kami tetap akan kuasai tempat tersebut,” kata Munir saat dikonfirmasi KabarMakassar.com, Senin (22/07).
Munir menambahkan bahwa pihaknya telah memberikan waktu selama tiga hari untuk pemerintah melakukan komunikasi, namun hingga saat ini belum ada tindak lanjut. Meskipun Komisi D DPRD Makassar telah melakukan kunjungan ke sekolah, masalah ini masih belum terselesaikan secara definitif.