KabarMakassar.com — Rektor Universitas Hasanuddin, Prof Jamaluddin Jompa memberikan penjelasan tentang tantangan dan masa depan sektor perikanan dan kelautan Indonesia di Era Globalisasi.
Hal ini diungkapkan dalam kuliah umum yang diselenggarakan oleh Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia (UMI) dengan tema “Membangun Masa Depan Perikanan dan Kelautan Indonesia di Era Globalisasi” yang berlangsung di Auditorium Al-Jibra, Senin (30/12).
Prof JJ menjelaskan potensi kelautan dan maritim Indonesia pasca UNCLOS 82, dimana sebagai negara pantai, NKRI memiliki hak teritorial sampai 12 mill dari garis-garis pangkal nusantara, 12 mil lagi zona berdekatan di luar batas teritorial, ZEE 200 mill dari perairan Nusantara dan jika ada ‘continental margin’ di luarnya sampai batas terluar continental margin.
Menurutnya, RI tetap dapat ikut mengelola kepentingan-kepentingannya di luar ZEE (di Laut Bebas) dan di luar continental margin (di dasar Laut Internasional).
Lebih lanjut, Prof JJ menambahkan potensi besar sektor kelautan dan maritim Indonesia dalam mendorong sektor ekonomi negara.
Sektor kelautan dan maritim dapat dikembangkan menjadi industri perikanan seperti budidaya, penangkapan, hingga industri bioteknologi kelautan.
Tidak hanya itu, bisa dimanfaatkan dalam mendorong energi kelautan (Green & Renewable Energy), mineral laut dalam (Seabed Minerals) hingga industri garam.
“Untuk mendorong pengembangan sektor perikanan dan kelautan, diperlukan proses adaptasi dan pemanfaatan teknologi serta kualitas sumber daya manusia untuk mendorong kemajuan sektor perikanan kelautan ditengah berbagai tantangan. Diperlukan perhatian dan peran generasi muda untuk memaksimalkan potensi sektor kelautan perikanan secara berkelanjutan dan menghadapi dinamika yang semakin kompetitif,” jelas Prof JJ.
Rektor Unhas itu juga memberikan gambaran tentang beberapa isu strategis dan tantangan pengembangan sektor kelautan dan perikanan.
Pengembangan sektor kelautan dan perikanan Indonesia menghadapi sejumlah isu strategis, salah satunya adalah lemahnya penerapan kebijakan yang berbasis pada sains dan bukti (science & evidence-based policy), yang menyebabkan keputusan-keputusan yang diambil sering kali tidak didasarkan pada data yang akurat dan analisis yang mendalam.
Penguasaan dan pemanfaatan teknologi juga terbatas, sehingga sektor ini masih terjebak dalam praktik-praktik tradisional yang menghambat efisiensi dan produktivitas.
Pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (IPTEK) yang kurang mendapat perhatian menyebabkan Indonesia tertinggal dibandingkan negara-negara lain dalam hal peningkatan efisiensi dan keberlanjutan sektor perikanan.
Diperlukan pendekatan yang lebih terintegrasi dan berbasis bukti, serta dukungan yang lebih besar terhadap pengembangan SDM, teknologi, dan inovasi agar sektor kelautan dan perikanan Indonesia dapat berkembang secara berkelanjutan dan memberikan manfaat yang maksimal bagi negara.