KabarMakassar.com — Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, memberikan penjelasan terkait pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Setelah rapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Selasa (31/12), Prabowo menegaskan bahwa kenaikan PPN ini hanya dikenakan pada barang dan jasa mewah, sementara kebutuhan pokok masyarakat tetap bebas PPN atau dikenakan tarif 0%.
Dalam pemaparannya, Prabowo menjelaskan bahwa barang mewah yang dimaksud adalah barang dan jasa tertentu yang selama ini telah dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
“Saya ulangi, kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah, yaitu barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPNBM,” ujar Prabowo.
Daftar lengkap barang dan jasa mewah yang dikenakan PPN 12% merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, meliputi:
- Hunian Mewah: Rumah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual minimal Rp30 miliar.
- Pesawat Udara: Balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara tanpa tenaga penggerak, helikopter, serta kendaraan udara lainnya.
- Senjata Api dan Peluru: Termasuk peluru, revolver, pistol, senjata artileri, dan peralatan semacamnya, kecuali untuk keperluan negara.
- Kapal Pesiar Mewah: Kapal pesiar, kapal ekskursi, yacht, kecuali untuk angkutan umum, negara, atau usaha pariwisata.
Prabowo menekankan bahwa kebutuhan pokok masyarakat tetap mendapatkan fasilitas pembebasan pajak atau tarif PPN 0%.
“Untuk barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, fasilitas pembebasan PPN 0% masih tetap berlaku. Saya ulangi, barang dan jasa merupakan kebutuhan pokok masyarakat selama ini diberi fasilitas pembebasan dari pajak yaitu ppn 0% masih tetap berlaku. pemerintah telah berkomitmen memberi paket stimulus, nilai stimulus itu 38,6 T,” jelasnya.
Sejak ditetapkan pada 2021, PPN sebesar 11% tetap berlaku untuk barang dan jasa yang bukan tergolong barang mewah. Pemerintah juga menyediakan paket stimulus ekonomi senilai Rp38,6 triliun untuk mendukung masyarakat dalam menghadapi tantangan ekonomi.
Kebijakan ini merupakan bagian dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dengan memprioritaskan barang konsumsi masyarakat umum tetap pada tarif PPN 11% atau bebas pajak, pemerintah berkomitmen menjaga stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat di tengah tantangan global.
Sebelumnya, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% per 1 Januari 2025 terus menuai penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Kebijakan ini dinilai akan memengaruhi harga barang dan jasa secara signifikan, yang berpotensi mengubah pola konsumsi masyarakat.
Sejak diumumkan, kritik terhadap kebijakan ini mengemuka tidak hanya melalui petisi daring di media sosial, tetapi juga melalui aksi demonstrasi di sejumlah daerah. Elemen masyarakat yang tergabung dalam berbagai kelompok menyuarakan penolakan terhadap kebijakan yang dianggap memberatkan ini.
Kenaikan tarif PPN diprediksi memicu lonjakan harga barang dan jasa, yang berpotensi menciptakan efek domino di sektor ekonomi.
Banyak pihak khawatir bahwa kebijakan ini akan memukul daya beli masyarakat, terutama kalangan berpendapatan menengah ke bawah. Selain itu, perubahan pola konsumsi masyarakat akibat kenaikan harga barang dikhawatirkan dapat menghambat pemulihan ekonomi pasca-pandemi.
Hingga kini, pro dan kontra seputar kenaikan PPN masih terus bergulir. Bagaimana implementasi kebijakan ini dan dampaknya terhadap ekonomi nasional akan menjadi perhatian utama di awal tahun 2025.