KabarMakassar.com — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menilai peristiwa penyiksaan yang menimpa IK (16 Tahun) adalah pengabaian aparat kepolisian terhadap prinsip penangkapan menurut hukum yang telah diatur melalui KUHAP.
Sebelumnya, seorang anak berinisial IK (16 Tahun) mengalami tindakan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh Aparat Kepolisian Polres Bulukumba, Kamis (09/05) lalu.
Tindakan penyiksaan tersebut berawal dari IK dituduh dan dipaksa untuk mengakui perbuatan bahwa dia merupakan seorang kurir narkoba.
Koordinator Bidang Hak Sipil dan Politik LBH Makassar, Muhammad Ansar mendesak untuk segera melakukan tindakan hukum dan menindak terduga pelaku secara tegas.
“Jika tindakan tegas baik secara etik maupun secara pidana tidak diberikan pada terduga pelaku, maka kekerasan dan penyiksaan oleh aparat kepolisian akan terus berulang, sehingga akan mencederai semangat Negara Hukum yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia,” tegas Muhammad Ansar, Senin (13/05).
Diberitakan sebelumnya, peristiwa itu berawal saat IK tiba-tiba didatangi sejumlah polisi, dimasukkan ke dalam mobil lalu dibawa berkeliling di Kabupaten Bulukumba.
Dalam perjalanan, korban diduga dipaksa mengaku sebagai kurir narkoba. IK yang tidak mau, mendapatkan penyiksaan dengan cara dipukul hingga ditodong senjata api atau pistol.
“Saya dibawa ke samping rumahnya omku, di BTN Rinra. Langsung na bilang sebut mi om nu (bandar narkoba) kah sementara jalan itu, belum sampai (rumahnya om). Na pukul kepalaku terus dan na tarik rambutku, dan di situ ada polisi lain hantam juga,” kata IK kepada wartawan.
Muhammad Ansar menyebut peristiwa penyiksaan yang menimpa IK (16 Tahun) bermula dari pengabaian aparat kepolisian terhadap prinsip penangkapan menurut hukum yang telah diatur melalui KUHAP, diantaranya tidak menggunakan kekerasan dan dilakukan secara sewenang-wenang.
Kecenderungan aparat kepolisian melanggar prinsip hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) semakin diperparah dengan adanya impunitas yang terjadi selama ini di tubuh Polri.
“Kasus penyiksaan yang menimpa IK, tidak bisa dipandang sebagai perkara sepele, karena menyangkut Hak Asasi Manusia. Lagi pula, dalam pengalaman kami melakukan pendampingan, kasus penyiksaan dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian sampai pada menghilangkan nyawa seseorang bukan kali pertama terjadi,” tambah Ansar.
Atas dasar itu, dengan melihat pada pratiknya, LBH menganggap kasus kekerasan yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian itu merupakan kasus yang cukup sulit untuk diadili. Penting untuk mendesak agar perkara tersebut harus diadili agar tidak terjadinya praktik impunitas ditubuh Polri yang notabenenya merupakan institusi penegak hukum.
“Karena itu, kami memandang, tindakan kekerasan yang seringkali dilakukan aparat kepolisian adalah persoalan yang bersifat struktural, sehingga reformasi aparat keamanan mendesak untuk dilakukan agar penghormatan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia benar-benar bisa terwujud,” pungkas Ansar.