KabarMakassar.com — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar upacara peringatan Hari Lahir Kejaksaan RI Ke-79. Peringatan yang baru pertama kali digelar ini mengangkat tema “Hari Lahir Kejaksaan sebagai Simbol Terwujudnya Kedaulatan Penuntutan dan Advocaat Generaal” di halaman Kantor Kejati Sulsel, Senin (02/09).
Dalam upacara peringatan ini, dihadiri oleh Wakajati Sulsel Teuku Rahman, seluruh asisten, kepala bagian tata usaha, para koordinator, pejabat struktural dan seluruh pegawai di Kejati Sulsel, serta pengurus IAD Wilayah Sulsel dan para purnaja Kejaksaan.
Kepala Kejati Sulsel, Agus Salim membacakan amanat Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin, yang menyebutkan bahwa tahun ini merupakan peringatan hari lahir kejaksaan yang digelar untuk pertama kalinya.
“Sejarah berdirinya Kejaksaan RI bermula dari dilantiknya Meester de Rechten Gatot Taroenamihardja, sebagai Jaksa Agung pertama bersama dengan pembentukan Kabinet Presidensial pertama di Indonesia pada 79 tahun yang lalu. Hal ini menandai dimulainya peran Jaksa Agung dan Kejaksaan dalam mempertahankan kedaulatan hukum Indonesia,” kata Agus dalam sambutanya, saat menjadi Inspektur Upacara Hari Lahir Kejaksaan RI ke 79.
Upacara peringatan Hari Lahir Kejaksaan diberlakukannya sesuai Keputusan Jaksa Agung Nomor 196 Tahun 2023 tentang Hari Lahir Kejaksaan RI.
“Penentuan dan penetapan Hari Lahir Kejaksaan pada tanggal 2 September 1945 tidak ditentukan secara tiba-tiba. Tapi melalui hasil penelitian panjang dari para ahli sejarah yang bekerja sama dengan Kejaksaan untuk menelusuri, menemukan, dan mengumpulkan arsip-arsip nasional yang tersebar di dalam maupun di luar negeri, terutama di Belanda,” jelasnya.
Dalam amanatnya, Jaksa Agung menyebut empat alasan utama penetapan Hari Lahir Kejaksaan, selain menjadi pengingat akan sejarah panjang perjuangan kejaksaan dalam menegakkan hukum dan keadilan NKRI. Pertama, menegaskan keberadaan Kejaksaan sebagai lembaga yang berdiri sejak awal kemerdekaan. Hal ini menunjukkan pentingnya peran Kejaksaan dalam menjaga stabilitas dan keamanan negara.
Kemudian, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penegakan hukum. Dengan memperingati hari lahirnya, Kejaksaan mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap masalah hukum dan ikut serta dalam menciptakan lingkungan yang kondusif.
Lalu, memperkuat soliditas dan semangat kebersamaan di kalangan insan Adhyaksa. Peringatan ini menjadi momen bagi seluruh jajaran Kejaksaan untuk saling mendukung dan meningkatkan kinerja.
Dan yang terkahir, mewujudkan komitmen Kejaksaan bahwa Kejaksaan dilahirkan untuk terus memberikan 5 pelayanan terbaik dan selalu hadir di tengah masyarakat melalui penegakan hukum yang berkeadilan.
Selama ini Kejaksaan RI hanya memperingati Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) setiap tanggal 22 Juli. Namun, pada 2024 ini, akan ada peringatan Hari Lahir Kejaksaan. HBA ini berdasarkan rapat kabinet yang memutuskan Departemen Kejaksaan menjadi lembaga mandiri, terpisah dari Departemen Kehakiman sebagaimana yang dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 204/1960 tanggal 1 Agustus 1960.
”Oleh karena itu, ke depannya untuk menumbuhkan kesadaran terhadap Hari Kelahiran Kejaksaan yang jatuh pada tanggal 2 September 1945, maka Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa setiap tanggal 22 Juli cukup dilaksanakan hanya dengan kegiatan syukuran. Sedangkan, Peringatan Hari Lahir Kejaksaan Republik Indonesia setiap tanggal 2 September, kita semua dapat melaksanakannya dengan Upacara, syukuran, dan berbagai rangkaian kegiatan sederhana yang pada prinsipnya tanpa mengurangi makna dan kekhidmatannya,” paparnya.
Lebih lanjut, kata Agus amanah Jaksa Agung bahwa pada peringatan Hari Lahir Kejaksaan ke-79 ini, diangkat tema “Hari Lahir Kejaksaan sebagai Simbol Terwujudnya Kedaulatan Penuntutan dan Advocaat Generaal”. Ia menjelaskan bahwa tema besar ini mencerminkan komitmen kejaksaan dalam menjaga kedaulatan hukum dan peran sebagai Advocaat Generaal.
”Pemilihan tema ini menerjemahkan tugas utama Kejaksaan sebagai pelaksana tunggal penuntutan. Kedaulatan Penuntutan merupakan prinsip fundamental dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, di mana Kejaksaan memiliki wewenang eksklusif untuk melakukan penuntutan dalam perkara pidana. Ini berarti hanya Kejaksaan yang berhak menjadi pengendali perkara dan perwujudan single prosecution system,” pungkasnya.