KabarMakassar.com — Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK) sebagai organisasi yang bergerak dalam isu pembangunan inklusif disabilitas bekerja sama dengan ICW telah melakukan asesmen terhadap implementasi PerKI SLIP terkait PBJ.
Upaya ini mempunyai dua tujuan utama yakni untuk mengetahui bagaimana implementasi PerKI SLIP dan memetakan persoalan serta kebutuhan penguatannya serta mengawal pengadaan pada sektor pelayanan publik yang tengah menjadi fokus advokasi PerDIK dan jaringannya.
Asesmen dilakukan sejak Mei 2023 dengan cara mengajukan permohonan informasi PBJ ke PPID Provinsi Sulawesi Selatan sebagaimana mekanisme yang diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
PerDIK mengajukan permohonan 3 paket PBJ ini karena kebutuhan advokasi atas sarana-prasarana publik yang aksesibel.
Hasilnya, dari tiga PBJ yang dimintakan informasinya tersebut, tak ada satu pun yang informasinya diperoleh secara lengkap.
Dari proses yang telah berjalan sekitar enam bulan ini, PerDIK dan jaringan ICW melakukan pemetaan atas persoalan yang masih menjadi tantangan dalam mengupayakan keterbukaan informasi PBJ.
Komisioner KID Sulsel, Fauziah Erwin menjelaskan keterbukaan informasi terkait barang dan jasa di Sulsel masih bermasalah dengan mindset para pimpinan OPD yang belum terbuka terkait informasi dengan regulasi keterbukaan informasi.
Padahal hak mendapatkan informasi merupakan bagian dari hak dasar manusia yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia pasal 28F UUD 1945 yang menyebutkan
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia,” bebrnya.
Jaminan pemenuhan hak atas informasi, sebagaimana diatur dalam pasal 28F UUD 1945, menjadi kewajiban bagi negara. Oleh karena itu pemerintah sebagai pelaksana negara kemudian mengatur hak ini dalam UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Lahirnya Peraturan Komisi Informasi (PerKI) No. 1 tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP) kemudian memperjelas bahwa badan publik berkewajiban membuka informasi Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ).
Bahkan, PerKI mengklasifikasikan informasi PBJ sebagai informasi yang wajib diumumkan secara berkala oleh badan publik dan secara otomatis juga menjadi informasi yang wajib tersedia setiap saat.
Ia menyebut pada tahun lalu saja hasil monitoring menyebutkan bahwa keterbukaan informasi terkait barang dan jasa masih dibawah angka 50 persen yang berarti masih kurang.
"Keterbukaan barang dan jasa berdasarkan hasil monitoring informasi publik Sulawesi Selatan tahun 2022 untuk Kabupaten kota dan OPD itu masih dibawah 50 persen," ungkapnya, Jumat (08/12).
Sementara itu, Peneliti PerDik, Nur Syarif Ramadhan mengatakan persoalan keterbukaan informasi untuk disabilitas saat ini di Sulsel masih bermasalah terkait aksesibilitas.
Dimana belum ada banyak OPD yang menggunakan perangkat dalam keterbukaan informasi untuk bisa diakses oleh teman-teman ragam disabilitas.
Belum lagi, kerap kali informasi atau dokumen yang diberikan dari OPD atau instansi terkait justru bukan informasi atau dokumen yang diajukan pemohon.
"Kami dapatkan selain memang dari dokumennya itu tidak sesuai, juga persoalan terkait dengan aksesibilitas dimana misalnya ratusan dokumen yang ditampilkan itu tidak bisa terbaca oleh pembaca layar jadi teman-teman netra tentu kesulitan dalam hal ini", pungkasnya
Selain itu, Peneliti ICW, Dewi Anggraeni menyebut isu keterbukaan informasi khususnya barang dan jasa memang tidak semenohok isu-isu lainnya ketika dibicarakan di masyarakat.
Sehingga kata dia perlu adanya perhatian khusus untuk bagaimana membicarakan keterbukaan informasi khususnya barang dan jasa sebagai barang yang seksi dan dikontrol oleh masyarakat.
Ia menegaskan pengawasan terhadap proses PBJ ini harus menjadi perhatian semua elemen masyarakat, termasuk juga penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya.
Hal ini diperlukan untuk memastikan proses PBJ tidak ada kecurangan maupun korupsi sehingga pembangunan yang ada bisa dinikmati oleh semua warga negara tanpa terkecuali (no one left behind).
"Jadi kenapa PBJ ini tidak seramai isu lain dibicarakan di masyarakat karena PBJ ini tidak mudah ketika dibicarakan padahal ini kan barang yang seksi yah ketika ini terus tertutup maka ada peluang-peluang gelap disitu", ungkapnya.