KabarMakassar.com — Dilakukan pertemuan antara Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulawesi Selatan (Sulsel), Jufri Rahman dan pihak pendiri Kawasan Wisata Rimba Bitti di Kantor Gubernur Sulsel, Kamis (20/03).
Dalam pertemuan tersebut dibahas rencana pengembangan kayu Bitti atau Vitex cofassus di Takalar. Pasalnya, kayu Bitti, yang menjadi bahan dasar pembuatan perahu Pinisi, kini semakin langka.
“Kayu Bitti sebagai bahan dasar pembuatan perahu Pinisi di Bulukumba sudah mulai langka. Sekarang, bahkan kayu untuk pembuatan perahu Phinisi berasal dari luar daerah,” kata Jufri Rahman.
Ia menyatakan, saat ini terdapat sekitar 7 hektar lahan yang dikelola oleh Rimba Bitti Pandala untuk pengembangan kayu Bitti. Bahkan, Rimba Bitti telah memiliki bibit kayu Bitti sebanyak 1 ton yang siap disebarluaskan.
Lebih jauh dijelaskan, jika pertemuan tersebut tidak hanya membahas pengembangan kayu Bitti, tetapi juga membahas Kawasan Wisata Rimba Bitti.
Kawasan tersebut dijadikan sebagai tempat hutan pemulihan atau healing forest, lokasi kelas rekreasi atau outing class bagi para pelajar, serta tempat kegiatan luar ruangan atau outbound.
“Jadi, ada 7 hektar di Pandala, Takalar. Lahan itu sudah ditanami, dan saat ini beliau memiliki bibit kayu Bitti sekitar satu ton. Satu ton itu bijinya sebesar merica,” jelasnya.
“Bibit ini telah disiapkan untuk disebarluaskan sehingga kelak kayu Bitti akan menjadi pohon endemik di Sulawesi Selatan. Pohon Bitti ini akan menjadi warisan dan upaya kita untuk memakmurkan daerah,” tambahnya.
Pendiri Rimba Bitti Pandala, yang juga Direktur LPTM, Baharuddin Abidin, menegaskan, maksud kedatangannya untuk membahas pengembangan hutan di Sulsel.
Ia mengatakan, ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pihaknya dalam mendukung Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel sekaligus berpartisipasi dalam pembangunan hutan.
“Kami berharap ada peluang untuk berkontribusi dalam pembangunan hutan, seperti Healing Forest dan juga hutan pendidikan,” tuturnya.
Baharuddin menyebut di Kawasan Wisata Rimba Bitti Pandala, pihaknya memanfaatkan lahan tanaman hutan Bitti untuk dijadikan kawasan wisata. Salah satu tujuan utamanya adalah membangun daya tarik bagi anak-anak agar lebih dekat dan mengenal alam.
Diketahui, kayu Bitti dapat tumbuh hingga setinggi 40 meter. Kayunya padat, kuat, dan tahan lama, tidak mengandung silika, serta kayu basahnya memiliki aroma seperti kulit.
Selain itu, kayu ini tahan terhadap kebakaran dan mampu bertunas kembali setelah terbakar. Tanaman Bitti tumbuh secara alami di Sulawesi, Maluku, Papua Nugini, Kepulauan Bismarck, dan Pulau Solomon.
Kayu Bitti sendiri merupakan jenis kayu unggulan di Sulsel. Penyebaran tanaman ini bisa ditemukan di Kabupaten Bantaeng, Enrekang, Bone, Bulukumba, Sidrap, dan Selayar.
Aktivitas pengumpulan benih kayu Bitti sendiri dilakukan di dua daerah yakni Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Bone.