kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

OMS Sulsel Ungkap Dugaan Kecurangan Proses Pemilu 2024

OMS Sulsel Ungkap Dugaan Kecurangan Proses Pemilu 2024
OMS Kawal Pemilu 2024 saat menggelar Konferensi Pers di kantor LBH Makassar jalan Nikel, Jumat (17/2). Dok IST
banner 468x60

KabarMakassar.com — Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Kawal Pemilu 2024 Sulawesi Selatan (Sulsel) mengungkap pada proses Pemilu 2024 di 24 kabupaten/kota se-Sulsel.

Dimana dugaan kecurangan hingga pencoblosan dan perhitungan suara yang dibeberkan OMS saat menggelar Konferensi Pers di kantor LBH Makassar, Jalan Nikel, Jumat (16/2).

Pemprov Sulsel

Aktivis OMS Kawal Pemilu 2024 Sulsel Muh Chaidir mengatakan, temuan pelanggaran itu salah satunya seperti adanya oknum KPPS yang mengarahkan pemilih untuk memilih pasangan Capres dan Cawapres tertentu.

“Itu salah satu temuan kami di lapangan ya, tidak ada juga transparansi soal jumlah DPT (daftar pemilih tetap) di tiap TPS sebelum dilakukan penghitungan suara,”bebernya.

Selain itu, temuan yang lain seperti waktu pencoblosan yang terlambat nyaris di semua wilayah Makassar, tapi pada saat penutupan waktu pencoblosan dilakukan tepat waktu.

“Ada temuan kami terkait surat suara yang tercoblos di wilayah Makassar, Maros dan Gowa. Serta kota suara tidak tersegel,” ujarnya.

Temuan lain soal teknis registrasi di saat proses pemungutan suara di TPS tapi tidak diumumkan secara detail, itu berdampak beberapa pemegang hak pilih masuk DPT dan memperoleh undangan tapi tidak bisa menggunakan gak suaranya karena ditolak.

“Yang kami temukan beberapa TPS itu juga tidak memiliki kelengkapan rekapitulasi form C, sehingga hasil pemungutan suara dapat dimanipulasi. Banyak TPS juga tak aksesibel bagi pemilih berkebutuhan khusus, seperti bagi lansia dan disabilitas,” terang Chaidir.

Chaidir menambahkan, terkait penginputan hasil penghitungan suara di aplikasi Sirekap milik KPU RI juga tidak valid, dan bahkan di aplikasi ini menguntungkan Paslon tertentu.

“Penginputan angka hasil penghitungan di aplikasi ini tidak valid, padahal pembuatan aplikasi ini menggunakan dana publik yang seharusnya memberikan informasi yang itu valid dan benar kepada publik,”terangnya.

OMS sendiri gabungan dari organisasi masyarakat diantaranya Fik Ornop Sulsel, LBH Makassar, ACC Sulawesi, YPMP Sulsel, YASMIB Sulawesi, KIPP Sulsel, PerDIK Sulsel, Balla Inklusi Sulsel, LRPKM Sulsel, SP-AM, Walhi Sulsel, KPA Sulsel, Lapar Sulsel, AJI Makassar, YMC Sulsel, LML Sulsel, PBH PERADI Makassar, YPL Sulsel, YBS Palopo, Kontras Sulawesi, KPI Sulsel, Yapta-U, AGRA Sulsel, YMH Sulsel, Wadjo Institute, ICJ Makassar, LP2K Sulsel, Yapta-U, LBH APIK Sulsel, KontraS Sulawesi, KPI Sulsel, AGRA Sulsel).

Berdasarkan keterangan OMS Sulsel Kawal Pemilu 2024 menemukan sejumlah kejanggalan yang mengindikasikan maraknya kecurangan dan melanggar asas-asas Pemilu, terutama pelanggaran terhadap asas bebas, rahasia, jujur, dan adil di hampir setiap tahapan Proses Pemilu 2024 kali ini.

Parahnya lagi indikasi pelanggaran atau kecurangan yang terjadi dilakukan oleh Pemerintah, rezim yang sementara berkuasa dengan pola-pola yang bersifat terstruktur dan sistematis, yang akan kami uraikan sebagai berikut:

1. Perekrutan Anggota KPU dan Bawaslu RI, terutama di tingkat Kota/Kabupaten yang sarat konflik kepentingan, tidak transparan dan tidak akuntabel. Berdasarkan laporan yang diterima OMS Sulsel Kawal Pemilu disinyalir beberapa Komisioner KPU dan Bawaslu tingkat Kota/Kabupaten terdapat cacat administrasi dan diduga memiliki afiliasi dengan Partai Politik Peserta Pemilu. Termasuk maraknya isu beberapa calon Komisioner yang mengikuti proses seleksi yang diwajibkan untuk melakukan lobby dan membangun komitmen dengan pihak Parpol peserta Pemilu;

2. Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka (Gibran), Anak sulung Presiden Jokowi sebagai Calon Wakil Presiden. Pola ini sangat jelas berdasarkan kronologi sebagai berikut:

Yaitu Revisi UU Mk melalui pengesahan UU 7/ 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU 24/ 2003, yang materi perubahannya terkait perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi hingga 70 tahun dengan maksimal menjabat 15 tahun, dan perpanjangan masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK dari 2,6 tahun menjadi 5 tahun.

Revisi UU MK dinilai cacat formil karena sejak awal tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan tidak memenuhi syarat carry over, naskah akademik buruk, dan pembahasannya dilakukan secara tertutup dan tidak partisipatif dengan waktu sangat singkat, yakni tiga hari.Hal ini tentu sarat dengan konflik kepentingan yang akan mempengaruhi sikap para Hakim MK (yang sementara menjabat) kepada Pemerintah dan DPR (rezim yang berkuasa);

Pernikahan Anwar Usman (ketua MK) dengan Idayati (Adik Presiden Jokowi) pada bulan Mei 2022, hal ini tentu sarat dengan konflik kepentingan karena mempertemukan tali kekeluargaan antara dua pimpinan lembaga negara Negara yakni Ketua MK (yudikatif) dengan Presiden (Eksekutif), sehingga Anwar Usman harusnya sejak saat itu mundur dari jabatan Ketua MK namun hal tersebut tidak dilakukan.

Dimana Anwar Usman sebagai Ketua MK yang menentukan Komposisi Majelis Hakim sekaligus menjadi hakim Ketua yang memeriksa perkara No. 90/PUU-XXI/2023 yang kemudian merubah ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu, sehingga Gibran Rakabuming Raka (ponakan AU) dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Wakil Presiden.

Selain itu KPU RI yang meloloskan pendaftaran Gibran sebagai Calon Wakil Presiden. Padahal usia Gibran saat itu belum memenuhi syarat yang diatur dalam PKPU No. 19 Tahun 2023 Tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, sehingga Hasyim Asy’ari (Ketua KPU RI) dijatuhkan sanksi peringatan keras terakhir, dan enam Komisioner lainnya dijatuhkan sanksi Peringatan Keras.

Kebijakan Presiden Jokowi yang mencabut kewajiban memundurkan diri bagi Pejabat Negara yang hendak mencalonkan diri dalam Pemilu/Pilkada dan Kewajiban Cuti bagi Pejabat Negara yang hendak melakukan kampanye dalam Pemilu/Pilkada (vide PP 18/2013 jo. PP 29/2014) dengan mengesahkan PP 32/ Tahun 2018 yang kemudian diubah lagi dengan PP 53/2023.

Kebijakan ini tentu berdampak terhadap tidak efektifnya penyelenggaraan pemerintahan. Dan hal ini tentu mempermulus sejumlah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang sementara menduduki jabatan publik untuk menggunakan jabatannya untuk memenangkan Pemilu yang sementara berlangsung dan dengan masuknya Gibran sebagai peserta Capres-Cawapres dalam Pemilu 2024 ini maka Presiden Jokowi sebagai kepala pemerintahan yang berwenang mengangkat dan membawahi Para Menteri dan pimpinan tertinggi aparat penegak hukum (Jaksa Agung dan Kapolri).

Sehingga diduga keras berpotensi menggunakan kewenangannya untuk melakukan intervensi dalam proses Pemilu 2024 dalam rangka memenangkan Pasangan Nomor Urut 02 (Prabowo – Gibran) lewat kebijakan seperti pengangkatan Pejabat (Pelaksana Tugas) Kepala Daerah Gubernur dan Bupati/Walikota dan pelaksanaan program pemerintah pusat yang sementara jalankan antara lain pemberian Bantuan Sosial (Bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) melalui Dana Desa serta Program YESS di Kementerian Pertanian.

Indikasi intervensi Presiden Jokowi semakin tampak dengan adanya sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pejabat Negara lainnya (termasuk Bupati dan Walikota bahkan Kepala Desa) yang menyatakan dukungannya dan melakukan kampanye untuk memenangkan Capres-Cawapres 02.

Sejumlah media telah memberitakan dugaan keterlibatan ASN yang mendukung maupun mengkampanyekan secara terbuka Capres-Cawapres tertentu.

Di Sulsel, Sekretaris Daerah (Sekda) kabupaten Takalar dan Penjabat Bupati Enrekang diduga kuat mengkampanyekan pasangan Capres-Cawapres tertentu.

Di Sultra, pejabat Bupati Muna Barat juga menyatakan dukungan untuk calon DPD dan Capres tertentu pada kegiatan perayaan ulang tahun kabupaten.

Pejabat Bupati Sorong membuat nota kesepahaman dalam mengupayakan dukungan kepada Capres-Cawapres tertentu. Padahal berdasarkan peraturan perundang-undangan mewajibkan kepada ASN dan Aparat Negara lainnya untuk bersikap netral dalam Pemilu. Hasil temuan OMS Sulsel Kawal Pemilu, menemukan sejumlah kepala Desa di diarahkan oleh oknum pejabat pemerintah kabupaten untuk memenangkan capres-cawapres tertentu.