KabarMakassar.com — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat telah mencabut izin operasional 16 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) sepanjang 2024. Langkah ini diambil sebagai upaya menjaga stabilitas sektor keuangan di wilayah tersebut.
Kepala OJK Sulselbar, Darwisman, mengungkapkan bahwa sebagian besar penutupan ini disebabkan oleh tindakan kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh pengurus, termasuk direktur dan pemegang saham.
“Fraud ini memicu penurunan pendapatan, sehingga ketika BPR/BPRS ditetapkan untuk proses penyehatan, mereka tidak menunjukkan komitmen untuk melakukan perbaikan. Hal ini membuat kami harus mengambil langkah tegas,” jelas Darwisman.
Selain fraud, miss management atau pengelolaan yang buruk juga menjadi faktor yang memperparah kondisi sejumlah BPR/BPRS.
Menurutnya, ketiadaan tata kelola yang baik menyebabkan kesulitan institusi-institusi tersebut untuk bertahan dalam persaingan dan menjaga kesehatan finansial.
Darwisman menjelaskan, untuk mencegah hal serupa terulang, OJK telah menyusun roadmap pengembangan BPR/BPRS dan memperkuat pengawasan melalui penerapan prinsip-prinsip penting.
“Ada tiga pilar utama yang harus diterapkan agar BPR tetap sehat dan kuat. Pertama, prinsip kehati-hatian. Kedua, penerapan manajemen risiko. Ketiga, tata kelola yang baik. Ketiganya menjadi fondasi utama bagi keberlanjutan BPR/BPRS,” ujarnya.
Selain itu, OJK juga menerapkan program pengawasan yang dilakukan secara langsung (onsite) maupun tidak langsung (offsite) berdasarkan analisis laporan keuangan dan operasional yang disampaikan oleh BPR/BPRS.
Di akhir, Darwisman menyebut dengan mencabut izin operasional 16 BPR/BPRS, OJK berharap langkah ini dapat menjadi pelajaran bagi lembaga keuangan lainnya untuk lebih disiplin dalam menjalankan prinsip kehati-hatian dan tata kelola.
Darwisman menegaskan bahwa OJK akan terus berupaya memperkuat sistem pengawasan guna meminimalkan risiko serupa di masa depan.
“Langkah ini adalah upaya kami untuk melindungi nasabah sekaligus memastikan bahwa lembaga keuangan di bawah pengawasan kami beroperasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan,” tutupnya.
Untuk informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan pencabutan izin operasional terhadap 16 bank selama periode Januari hingga November 2024.
Fenomena ini menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada semester I-2024 saja, jumlah BPR yang bangkrut telah meningkat hingga tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu. Tak hanya itu, tingkat kebangkrutan bank di tahun ini juga melampaui rata-rata dalam 18 tahun terakhir.
Berikut daftar BPR/BPRS yang izin usahanya telah dicabut OJK:
- PT BPR Nature Primadana Capital
- PT BPR Sumber Artha Waru Agung Sidoarjo
- PT BPR Lubuk Raya Mandiri
- PT BPR Bank Jepara Artha
- PT BPR Dananta
- PT BPRS Saka Dana Mulia
- PT BPR Bali Artha Anugrah
- PT BPR Sembilan Mutiara
- PT BPR Aceh Utara
- PT BPR EDCCASH
- Perumda BPR Bank Purworejo
- PT BPR Bank Pasar Bhakti
- PT BPR Madani Karya Mulia
- PT BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda)
- Koperasi BPR Wijaya Kusuma
Terakhir, pada Jumat, 29 November 2024 lalu OJK baru saja mencabut izin BPRS Kota Juang Perseroda yang berbasis di Bireuen, Aceh. BPRS Kota Juang Perseroda menjadi bank ke-16 yang ditutup operasionalnya oleh OJK sepanjang 2024. Total perizinan yang dicabut terdiri dari 13 BPR dan 3 BPRS.
Sebelumnya diberitakan, Kepala OJK Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Darwisman, menegaskan bahwa tidak ada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang berpotensi akan dicabut izin usahanya.
Hal ini disampaikan menyusul laporan nasional yang menyebutkan bahwa OJK telah mencabut 10 izin usaha BPR sepanjang tahun 2024 dan adanya perkiraan bahwa 20 bank akan bangkrut di Indonesia tahun ini.
“Berdasarkan pemantauan kinerja keuangan hingga Triwulan I/2024 terhadap BPR/BPRS di wilayah Sulsel, tidak terdapat yang berpotensi akan dicabut izin usahanya,” ujar Darwisman, saat dihubungi KabarMakassar.com, Selasa (14/5).
Adapun terkait faktor-faktor atau indikator penilaian untuk memutuskan penutupan atau pencabutan izin usaha suatu BPR/BPRS, Darwisman menjelaskan bahwa OJK memiliki prosedur ketat.
“Dalam hal BPR/BPRS mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usaha dan tidak dapat disehatkan kembali, OJK menetapkan BPR/BPRS dalam resolusi dan menyampaikan pemberitahuan kepada LPS. Apabila LPS menetapkan untuk tidak melakukan penyelamatan, maka OJK akan melakukan pencabutan izin usaha BPR/BPRS,” jelasnya.
Lebih lanjut, kriteria penetapan BPR/BPRS dalam resolusi tercantum dalam POJK Nomor 28 Tahun 2023 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS. Indikator penilaian utama adalah rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) dan Cash Ratio.
Sebagai informasi tambahan, sebaran jaringan kantor industri jasa keuangan di wilayah Sulampua saat ini mencakup 2.346 kantor bank umum dan 84 kantor BPR/BPRS.
Dengan pemantauan yang ketat dan langkah-langkah antisipatif, OJK Regional 6 Sulampua memastikan bahwa BPR/BPRS di Sulsel tetap beroperasi dengan baik dan tidak ada yang berpotensi ditutup dalam waktu dekat.