kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

MK Putuskan Hapus Batas Pencalonan Capres 20 Persen, Mengapa Baru Sekarang?

MK Putuskan Hapus Batas Pencalonan Capres 20 Persen, Mengapa Baru Sekarang?
Gedung Mahkamah Konstitusi (Dok : Int).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT) sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional. Keputusan ini dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis (02/01), dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXI/2023.

MK menyatakan bahwa Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu kini bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.

Pemprov Sulsel

“Norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Suhartoyo.

Dengan dihapuskannya PT, partai politik peserta pemilu kini dapat langsung mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa terikat syarat ambang batas. Hal ini diharapkan memberikan perlindungan lebih terhadap hak konstitusional partai politik.

Namun, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengingatkan potensi lonjakan jumlah pasangan calon presiden yang dapat mencapai jumlah partai politik peserta pemilu.

Misalnya, jika ada 30 partai peserta pemilu, maka bisa ada 30 pasangan calon presiden dan wakil presiden.

“Potensi lonjakan ini dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap efisiensi pemilu dan stabilitas sistem politik,” ujar Saldi Isra.

MK mendorong DPR dan pemerintah untuk segera merevisi UU Pemilu guna mengantisipasi dampak penghapusan PT.

Revisi diharapkan mencakup mekanisme pencegahan agar tidak terjadi lonjakan pasangan calon yang berlebihan, sehingga pemilu tetap efektif dan efisien.

Keputusan MK ini membawa dampak besar bagi sistem pemilu di Indonesia. Di satu sisi, penghapusan PT memperluas akses partai politik untuk mencalonkan pasangan presiden-wakil presiden.

Namun, di sisi lain, tantangan muncul dalam mengelola dinamika politik akibat kemungkinan banyaknya kandidat yang bersaing.

MK menekankan pentingnya mengatur ulang mekanisme pencalonan dalam revisi UU Pemilu agar tetap menjaga stabilitas politik dan efisiensi proses demokrasi.

Hal ini menjadi tanggung jawab bersama antara pembuat kebijakan dan seluruh elemen politik di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi I DPR RI, Elnino Husein Mohi, mempertanyakan alasan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden itu.

Elnino heran mengapa MK baru mengambil keputusan untuk menghapus ketentuan tersebut setelah sekian lama.

“Kalau sekarang MK memutuskan presidential threshold menjadi 0%, maka pertanyaan saya pribadi adalah, kenapa tidak dari dulu keputusan ini diambil?” ujar Elnino dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (3/01).

Elnino juga mengingatkan bahwa partainya, Gerindra, telah lama mengusulkan agar ambang batas minimal presidential threshold sebesar 20 persen dihapus.

“Sejak awal, Gerindra sudah meminta agar PT menjadi 0%. Yang menetapkan 20% justru kesepakatan antar partai politik yang dituangkan dalam UU. Nah, Gerindra hanya menghormati UU itu,” jelasnya.

Legislator Gerindra ini menegaskan bahwa para kader Partai Gerindra telah didoktrin untuk melaksanakan Undang-Undang (UU), baik itu sesuai dengan kepentingan mereka atau tidak.

Bagi Gerindra, tidak ada masalah jika MK memutuskan untuk menghapus ketentuan presidential threshold sebesar 20 persen.

“Sekali lagi, kami di Gerindra didoktrin untuk melaksanakan UU, terlepas dari apakah itu sesuai dengan kepentingan kami atau tidak,” tuturnya.

Elnino kemudian menyindir pihak-pihak yang kini mendukung langkah MK untuk menghapus ketentuan tersebut.

“Kalau keputusan MK sesuai kepentinganmu, kamu akan diam saja. Tapi kalau keputusan MK tidak sesuai kepentinganmu, kamu akan menentangnya,” pungkasnya.