kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

Menkumham Respon Wacana Dwi Kewarganegaraan Indonesia

Menkumham Respon Wacana Dwi Kewarganegaraan Indonesia
(Foto : Dok. Andini KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Yasonna H Laoly merespon isu wacana dwi kewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda bagi diaspora atau orang Indonesia yang tinggal di luar negeri.

Yasonna H Laoly mengatakan memang banyak para diaspora yang menuntut kewarganegaraan ganda atau dwi kewarganegaraan melalui skema Overseas Citizenship of India (OCI)

Meski begitu, jika hal tersebut direalisasikan pihaknya mengaku hanya bisa memberikan izin keluar masuk Indonesia dari negara tempat mereka tinggal namun tidak boleh menjabat pada jabatan publik serta tidak dapat memilih dan dipilih.

“Tetapi yang dapat kita berikan adalah OCI sejenis OCI di India, Overseas Citizenship of Indonesia, Mereka diaspora Indonesia kita beri apa namanya visa seumur hidup atau multiple entry. Dapat melakukan usaha bisnis disini, tentu bayar pajak dan dapat tinggal di sini. Dapat keluar masuk multiple entry Itu yang dapat kita lakukan. Tidak boleh memegang jabatan jabatan publik, tidak boleh dipilih dan memilih jadi itu yang kami lakukan”, ungkapnya kepada wartawan pasca meresmikan gedung baru Kantor Wilayah Kemenkumham Sulawesi Selatan, Jumat (14/06).

Hal ini kata dia didasarkan pada aturan kewarganegaraan Indonesia dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 2006 yang hanya mengenal asas kewarganegaraan tunggal.

Ia mengingatkan tentang filosofi sumpah pemuda 29 Oktober tahun 1928 yang menyebutkan bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu.

“Karena apa, UU kewarganegaraan kita menganut single kewarganegaraan atau kewarganegaraan tunggal, ini punya filosofi dasar historis yang jauh sebelum Indonesia merdeka, sumpah pemuda 29 Oktober 1928 bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia, ngak ada disebut bertanah air dua”, sambungnya

Diketahui, wacana ini muncul setelah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan sempat menyinggungnya dalam sebuah pernyataan.

“Kami juga mengundang diaspora Indonesia, dan kami juga segera memberikan mereka kewarganegaraan ganda,” ujarnya Selasa (30/05) lalu di sebuah acara Microsoft.

Menurut Luhut, kewarganegaraan ganda akan ditawarkan agar diaspora Indonesia mau pulang dan membantu perekonomian di tanah air.

Menko Luhut mengajukan proposal dua kewarganegaraan ini dengan harapan menarik perhatian diaspora terampil kembali ke Indonesia.

“Karena akan membawa orang-orang Indonesia yang sangat terampil kembali ke Indonesia”, pungkasnya

Dilansir dari Jurnal JIKH yang berjudul ‘Diaspora Indonesia dan Dwi Kewarganegaraan dalam Perspektif Undang-undang Kewarganegaraan Indonesia oleh Ahmad Jazuli disebutkan bahwa terdapat kurang lebih 8 Miliar populasi diaspora Indonesia berada di luar negeri dengan berbagai macam profesi seperti pengusaha, peneliti, mahasiswa, pekerja profesional, pekerja seni, dan lain sebagainya.

Disebutkan bahwa dalam perspektif UU Kewarganegaraan, posisi WNI (Diaspora Indonesia) di luar negeri memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai bagian dari bangsa Indonesia selama mereka tidak melepaskan kewarganegaraan Indonesia-nya (adanya jaminan hukum terhadap kewarganegaraan mereka selama berada di luar negeri).

Salah satu WNI yang tinggal di Jepang, Supardianto menyambut baik isu rencana pemberian dwi kewarganegaraan ini terhadap diaspora.

Menurutnya, jika aturan tersebut diterapkan tentu akan sangat mudah masuk negara asal Indonesia maupun keluar dari negara tempat bermukim dalam hal ini keuntungan mobilitas internasional.

Meski begitu, ia menyayangkan apabila hak politik memilih dan dipilih tidak diberikan bagi diaspora berkewarganegaraan ganda.

Pria asal Sulawesi Selatan yang sudah tinggal selama 7 tahun di Jepang ini mengaku tidak tergesa-gesa dalam menyambut wacana ini dan mengharapkan adanya kajian mendalam.

Belum lagi, pemberian dwi kewarganegaraan tidak berlaku di semua negara termasuk Jepang sehingga mengharuskan diaspora tetap memiliki satu kewarganegaraan.

“Tentu sebenarnya kalau saya pribadi senang dengan adanya wacana ini, hanya saja kalau hak memilih dan dipilih itu tidak diberikan tentu akan menjadi pertimbangan”, singkatnya