KabarMakassar.com — Aksi demonstrasi yang digelar oleh Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) di persimpangan Jalan AP Pettarani-Letjen Hertasning, Makassar, Kamis (22/08) siang, sempat dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian.
Diketahui, Aksi ini dilakukan sebagai respons atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan rencana revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang tengah diperdebatkan di DPR RI.
Polisi menyatakan bahwa aksi tersebut tidak memiliki izin resmi karena tidak adanya surat pemberitahuan dari pihak demonstran. Hal ini menjadi alasan utama aparat bertindak tegas untuk membubarkan massa.
“Tidak ada surat pemberitahuan, jadi kalian harus bubar sekarang!” ujar salah seorang polisi dengan nada tegas saat memaksa para peserta aksi untuk meninggalkan lokasi.
Situasi semakin memanas ketika mahasiswa menolak untuk membubarkan diri, sehingga terjadi aksi saling dorong antara aparat kepolisian dan peserta aksi. Beberapa mahasiswa bahkan diusir secara paksa dari badan jalan.
Panglima GAM, Fajar Wasis, mengutuk keras tindakan kepolisian yang dinilai represif dan bertentangan dengan hak asasi manusia.
“Apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian ini adalah bentuk pelanggaran terhadap hak dasar masyarakat untuk menyampaikan pendapat,” ujarnya.
Fajar juga menyoroti kondisi demokrasi di Indonesia yang menurutnya sedang berada dalam ancaman serius. Ia menyebut tindakan represif ini sebagai bukti bahwa ruang-ruang demokrasi semakin dipersempit.
“Di tengah kondisi demokrasi yang semakin mengkhawatirkan, tindakan represif ini justru memperparah situasi,” tambahnya.
GAM mendesak agar polisi menjalankan tugas mereka sesuai dengan fungsi utama untuk melindungi hak-hak warga negara, bukan menekan aspirasi mereka.
“Kami menuntut agar polisi berperan sebagai pelindung masyarakat, bukan sebaliknya,” tegas Fajar.
Meskipun sempat dibubarkan, aksi mahasiswa kembali dilanjutkan setelah situasi mereda. Massa kembali berkumpul dan melanjutkan orasi mereka, yang diwarnai dengan aksi pembakaran ban di tengah jalan, menyebabkan kemacetan lalu lintas di sekitar lokasi.
Dalam orasinya, para mahasiswa menolak keras rencana revisi UU Pilkada yang mereka anggap bertentangan dengan putusan MK terbaru mengenai syarat pencalonan kepala daerah.
Salah satu orator menyebut revisi ini sebagai upaya terselubung untuk meloloskan calon tertentu yang tidak memenuhi kriteria usia.
“Ini adalah cara licik untuk membuka jalan bagi kandidat yang tidak memenuhi syarat,” katanya.
Jenderal Lapangan GAM, Ade, menegaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk komitmen mahasiswa dalam menjaga integritas demokrasi di Indonesia.
Ia menekankan pentingnya mengawal putusan MK agar demokrasi tetap berada di jalur yang benar.
“Kami ada di sini untuk memastikan demokrasi berjalan sesuai konstitusi, bukan diatur oleh kepentingan tertentu,” ujarnya.