kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

Masih Merugi, 7 BUMN Terancam Kena Kebijakan Penyusutan Perusahaan Menteri Erick Tohir

Masih Merugi, 7 BUMN Terancam Kena Kebijakan Penyusutan Perusahaan Menteri Erick Tohir
ilustrasi BUMN (dok kabarMakassar)
banner 468x60

KabarMakassar.com — Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan bahwa saat ini terdapat tujuh perusahaan BUMN yang masih mengalami kerugian, meskipun sebagian besar sudah berhasil sehat kembali.

Dari total 47 BUMN, sebanyak 40 perusahaan saat ini sudah berada dalam kondisi yang dinyatakan sehat, namun tujuh lainnya membutuhkan penanganan khusus melalui proses restrukturisasi dan konsolidasi. Pernyataan ini disampaikan Erick dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta Pusat pada Senin (4/11) kemarin.

Pemprov Sulsel

Erick menegaskan bahwa perbaikan pada tujuh BUMN tersebut menjadi prioritas dalam beberapa tahun ke depan untuk menjaga stabilitas dan keberlanjutan perusahaan-perusahaan tersebut.

Di antara ketujuh perusahaan tersebut, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk menjadi salah satu sorotan utama. Meski telah melalui proses restrukturisasi pada 2019, perusahaan baja ini mengalami hambatan dengan adanya insiden kebakaran di pabrik utama baru-baru ini.

Musibah tersebut berdampak signifikan pada kinerja perusahaan, dan langkah-langkah pemulihan terus dikejar untuk mengembalikan Krakatau Steel ke kondisi yang lebih stabil.

Selain itu, PT Bio Farma (Persero) juga mengalami tekanan keuangan yang disebabkan oleh tugas berat yang diemban saat pandemi COVID-19, yakni pengadaan vaksin secara masif. Selain itu, perusahaan ini menghadapi tantangan tambahan berupa dugaan kasus kecurangan di anak usahanya, Indofarma. Akibatnya, Bio Farma membutuhkan penanganan khusus untuk mengembalikan kestabilan finansialnya.

Erick juga menyebutkan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, atau yang dikenal sebagai WIKA, yang saat ini tengah dalam tahap restrukturisasi. BUMN di sektor konstruksi ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk yang terkait dengan WIKA Realty, anak usahanya yang fokus pada pengembangan properti.

Erick optimistis bahwa upaya perbaikan yang terus dilakukan akan membawa dampak positif bagi perusahaan ini dalam beberapa waktu mendatang.

Di sisi lain, PT Waskita Karya (Persero) Tbk atau Waskita Karya juga menghadapi kesulitan. Erick menyebutkan bahwa beban keuangan yang tinggi dan berkurangnya jumlah kontrak konstruksi menjadi penyebab kerugian perusahaan ini.

Meski demikian, Kementerian BUMN telah mengambil langkah restrukturisasi utang senilai Rp26 triliun dengan melibatkan 21 kreditur. Erick menekankan bahwa penyelesaian ini merupakan upaya bersama agar Waskita Karya bisa kembali sehat dan produktif.

Tidak hanya itu, masalah keuangan juga melanda PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Meski telah melalui serangkaian program penyelamatan, perusahaan ini masih dalam tahap penyehatan akhir dan proses likuidasi masih berlangsung. Erick berharap proses ini bisa segera selesai agar Jiwasraya dapat kembali beroperasi dengan kinerja yang optimal.

Sementara itu, Perum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas) menjadi BUMN lain yang terus diawasi karena perusahaan tersebut belum meraih keuntungan.

Erick mengungkapkan bahwa model bisnis Perumnas perlu disesuaikan dengan kondisi lahan yang terbatas di Indonesia.

Menurutnya, pembangunan perumahan ke depan tidak hanya bisa mengandalkan landed house atau rumah tapak, tetapi juga harus beralih pada pembangunan hunian vertikal untuk mengatasi keterbatasan lahan.

Erick mengatakan, dengan proyeksi jumlah penduduk Indonesia yang akan mencapai 315 juta jiwa, Perumnas perlu fokus pada pembangunan gedung bertingkat agar permasalahan ketersediaan lahan tidak menjadi hambatan di masa mendatang.

BUMN terakhir yang menjadi perhatian Erick Thohir adalah Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Menurut Erick, dahulu PNRI memiliki mandat sebagai pencetak dokumen negara.

Namun, dengan persaingan yang kian ketat di sektor percetakan, PNRI mengalami kesulitan bersaing di pasar yang terbuka. Erick menegaskan bahwa PNRI memerlukan restrukturisasi agar dapat bertahan dan kembali kompetitif di industri percetakan nasional.

Dalam kesempatan yang sama, Erick Thohir juga mengemukakan rencana jangka panjang untuk menurunkan jumlah BUMN di Indonesia.

Menurutnya, banyaknya perusahaan BUMN bukanlah ukuran kesuksesan atau kekuatan suatu negara, justru bisa menimbulkan inefisiensi dan mempersulit sinergi dengan sektor swasta.

Ia menyebutkan bahwa dari total 114 BUMN yang ada, saat ini telah dipangkas menjadi 47. Ke depan, jumlah tersebut direncanakan kembali dipangkas menjadi hanya 30 perusahaan.

Erick menjelaskan bahwa strategi ini akan dibarengi dengan penurunan jumlah klaster BUMN dari yang sebelumnya 24 klaster menjadi 11 klaster saja. Langkah ini, katanya, akan lebih efisien dan membantu memperkuat fokus serta peran BUMN di berbagai sektor strategis.

Di antara langkah konsolidasi yang akan dilakukan, salah satunya adalah penggabungan antara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan Perum Perhutani.

Erick menjelaskan bahwa merger ini diharapkan dapat menciptakan lahan konsolidasi seluas 2,2 juta hektare, yang nantinya akan mendukung program swasembada pangan nasional, khususnya di sektor gula.

Menurut Erick, saat ini Indonesia mengalami keterbatasan lahan untuk mencapai target swasembada gula. Oleh karena itu, penggabungan PTPN dan Perhutani diharapkan mampu meningkatkan produktivitas lahan dan mendukung ketahanan pangan dalam jangka panjang.

Erick Thohir mengakui bahwa upaya penyusutan jumlah BUMN dan restrukturisasi merupakan tantangan yang besar. Namun, ia optimistis bahwa langkah-langkah ini akan menciptakan BUMN yang lebih efisien, kuat, dan berdaya saing tinggi di tingkat nasional maupun global.

Erick juga menekankan pentingnya peran BUMN dalam mendukung ekonomi Indonesia, dengan tetap memberikan ruang bagi sektor swasta untuk tumbuh dan berkembang di berbagai wilayah di Indonesia.

Dengan strategi restrukturisasi dan penyusutan ini, Erick berharap BUMN dapat memberikan kontribusi yang lebih signifikan terhadap pembangunan nasional, memperkuat posisi Indonesia di pasar global, serta menciptakan sinergi yang lebih kuat dengan sektor swasta demi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.