kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

LSF Sosialisasikan Budaya Sensor Mandiri di Sulsel

LSF Sosialisasikan Budaya Sensor Mandiri di Sulsel
Kegiatan sosialisasi LSF terkait budaya sensor mandiri di Sulsel (Dok: Atri KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Lembaga Sensor Film (LSF) memiliki peran penting dalam melindungi masyarakat dari dampak negatif film dan iklan film yang tidak sesuai dengan nilai-nilai perfilman Indonesia. Hal ini diatur dalam Pasal 7 ayat a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film.

Saat ini, dengan kemudahan akses masyarakat terhadap berbagai film, terutama melalui layanan over the top (OTT) berbasis teknologi informasi, kesadaran untuk memilih tontonan yang sesuai dengan klasifikasi usia menjadi sangat penting.

Pemprov Sulsel

LSF, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 61 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, memiliki tugas untuk membantu masyarakat memilih film yang bermutu serta memahami pengaruhnya.

Oleh karena itu, LSF perlu memberikan literasi kepada masyarakat agar mereka dapat memilah dan memilih tontonan yang sesuai dengan klasifikasi usianya. Literasi ini diwujudkan melalui Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GNBSM) yang telah dicanangkan sejak tahun 2021, dengan mengusung tema “Memajukan Budaya, Menonton Sesuai Usia”.

LSF melakukan literasi kepada masyarakat Sulawesi Selatan dengan tujuan untuk meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat untuk memilah dan memilih tontonan film secara mandiri sesuai dengan klasifikasi usianya.

Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri tersebut dilaksanakan pada Rabu (09/10) di salah satu hotel di Kota Makassad. LSF berkolaborasi dengan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX dan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan.

Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai kalangan baik dari instansi pemerintah, perwakilan pemilik bioskop Kota Makassar, hingga para konten kreator.

Kepala Dinas Pariwisata Kota Makassar, Muhammad Roem dalam sambutannya menyampaikan, salah satu yang menjadi kegelisahan kita di Kota Makassar dan mungkin secara Nasional adalah kurangnya konten film yang bergenre film yang layak tonton untuk anak-anak dan masih didominasi oleh film-film dewasa.

Hadirnya GNBSM ini tentulah sebuah gagasan yang sangat baik bagi kita dan lebih khusus bagi insan perfilman dan masyarakat sebagai target konsumen, sebab dari kegiatan ini kita akan mendapatkan banyak informasi penting.

“Berharap melalui sosialisasi ini, kualitas literasi tontonan masyrakat kita dapat meningkat dan dapat menggerakkan kita untuk mulai sadar akan pentingnya upaya sensor mandiri sejak dini di lingkungan terkecil kita dan keluarga,” ujar Roem.

Seementara, Ketua Subkomisi Hukum dan Advokasi LSF RI, Saptari Novia Stri mengungkapkan tentang fungsi Lembaga Sensor Film dan sosialisasi GNBSM dalam memilah memilih tontonan sesuai penggolongan usia.

“Kami berharap kepada bapak ibu untuk mendampingi tontonan terhadap anak-anak, awasi tontonannya, dan kalau bisa tidak lebih dari 2 jam untuk mereka mengakses tontonan tersebut,” katanya.

Senada dengan itu, Ketua Subkomisi Media dan Publikasi Lembaga LSF RI,Nusantara Husnul Khatim menjelaskan tentang pentingnya penyensoran film dan iklan film.

“Ada saatnya kami mengabulkan permintaan dari para kreator perfilman dan kalau permintaan tersebut tidak dikabulkan pastinya karena sudah sesuai dengan prinsip memberikan perlindungan kepada masyarakat dari pengaruh negatif film dan iklan film,” kata Nunus sapaan akrabnya.

Paparan tentang Budaya Sensor Mandiri semakin lengkap dengan penjelasan yang diberikan oleh Irwan Ade Saputra, selaku Ketua KPID Sulawesi Selatan. Ia menjelaskan tentang memajukan budaya menonton sesuai usia.

“Tujuan antara LSF dan KPI atau KPID itu sama, yaitu memberikan kepada masyarakat tontonan yang mendidik, mengandung nilai edukasi, memberikan informasi yang berguna, dan menyediakan konten yang aman dan sesuai untuk setiap kelompok umur,” Irwan memungkasi.