kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

LBH Makassar Catat 55 Kasus Kekerasan Seksual Sepanjang 2024

LBH Makassar Catat 55 Kasus Kekerasan Seksual Sepanjang 2024
(Foto : Dok Andini KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar mencatat 55 permohonan kasus kekerasan seksual yang diterima sepanjang tahun 2024.

Kepala Bidang Hak Perempuan, Anak dan Disabilitas LBH Makassar, Ambara Dewita Purnama mengatakan LBH Makassar mencatat 55 kasus kekerasan seksual berupa kekerasan seksual berbasis elektronik, perkosaan, persetubuhan dan perbuatan cabul terhadap anak.

Pemprov Sulsel

Predator seksual ini kata dia menggunakan modus “ancaman” yang menyudutkan posisi korban agar patuh terhadap keinginannya.

Dalam catatan advokasi, modus yang digunakan oleh pelaku seperti mengiming-imingi dengan janji akan bertanggung jawab atau akan menikahi korban, atau justru mengancam akan menyebarluaskan foto atau video milik korban yang seksi ataupun tanpa busana, mengancam akan memukul hingga akan membunuh korban.

Hal yang lain, modus menakut-nakuti korban dengan memanfaatkan kerentanannya sebagai seorang disabilitas sensorik dan disabilitas intelektual, ada juga modus dengan menggunakan atribut ojek online hingga menjadi langganan korban dan memanfaatkan kesempatan untuk mempelajari kebiasaan korban, akhirnya menjebak korban untuk dibawa ke rumahnya.

Tujuannya agar korban tidak memiliki ruang atau kesempatan untuk menyelamatkan diri.

LBH Makassar, berdasarkan catatan advokasi, menerangkan bahwa modus-modus yang digunakan oleh pelaku tidak terlepas dari identitasnya sebagai predator seksual bertopeng guru di satuan pendidikan, bertopeng dosen atau mahasiswa di perguruan tinggi, bertopeng aparat penegak hukum di institusi kepolisian, bertopeng calon wakil rakyat, bertopeng tetangga yang ramah di lingkungan tempat tinggal, hingga bertopeng calon suami yang baik di keluarga.

Ia membeberkan dugaan kasus jelang penutup tahun 2024, Kota Makassar digegerkan dengan beberapa peristiwa yakni institusi pendidikan yang telah menjadi sarang kejahatan dan merusak ruang aman bagi kelompok rentan khususnya perempuan, anak dan Dldisabilitas.

Menurutnya, sekolah dan kampus yang seharusnya merupakan mercusuar diskursus–pentingnya menciptakan ruang aman dari segala lini malah berbalik arah.

“Pada tahun 2024 ini, terdapat 2 kasus kekerasan seksual dengan vonis pidana penjara berdasarkan Pasal 6 c UU TPKS. 1 kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Anggota Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Briptu Sanjaya terhadap tahanan perempuan Dittahti Polda Sulsel dengan vonis pidana penjara 3 tahun serta 1 kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Calon Legislatif di Kabupaten Luwu Timur terhadap perempuan disabilitas intelektual dengan vonis pidana penjara 7 tahun dan denda Rp.20.000.000,- subsidair pidana penjara 2 bulan,” ungkapnya dalam konferensi pers Catatan Akhir Tahun LBH Makassar yang berlangsung di Kantor LBH Makassar, Jumat (27/12).

LBH Makassar melalui Bidang Perempuan, Anak dan Disabilitas memiliki pandangan politik yang kemudian menjadi catatan penting kepada pengampun kebijakan agar memberikan perhatian penuh.

Sejak Januari 2024 hingga kini, pihaknya menyampaikan beberapa catatan kritis sebagai langkah bersama dalam menjalankan prinsip penegakan, perlindungan serta pemenuhan demokrasi dan hak asasi manusia kepada seluruh warga Indonesia terkhususnya bagi perempuan, anak dan disabilitas serta kelompok rentannya, yakni penyidik terkesan seringkali mengesampingkan penerapan UU TPKS sekalipun unsurnya telah terpenuhi dan lebih memilih menerapkan peraturan perundang-undangan lain dengan alasan ancaman hukum yang lebih berat.

Selanjutnya, penyelewengan praktik Restorative Justice (RJ) pada kasus kekerasan seksual yang hanya sekedar dimaknai penghentian perkara setelah didamaikan melalui proses mediasi dengan iming-iming bahwa korban akan tetap mendapatkan ganti rugi atau bahkan disertai dengan ancaman kriminalisasi terhadap korban.

Selain itu, peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 3 Tahun 2017 yang terdiri dari perempuan yang berkonflik dengan hukum, perempuan sebagai korban, perempuan sebagai saksi atau perempuan sebagai pihak sering menghadapi hakim yang mengeluarkan pernyataan menyalahkan korban “kenapa mau? kenapa tidak melawan?”

Meskipun sebenarnya pernyataan tersebut ditujukan sebagai bentuk edukasi, kondisi psikis korban juga perlu diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum menyampaikan pernyataan tersebut.

Tak hanya itu, Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 yang telah dicabut dan diganti dengan Permendikbud Ristek No. 55 Tahun 2024, keanggotaan Satuan Tugas berasal dari Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Unsurnya terdiri dari Pendidik/Dosen dan Tenaga Kependidikan yang menimbulkan keraguan terhadap objektivitas pemberian sanksi kepada pelaku TPKS yang berprofesi sebagai pendidik maupun tenaga kependidikan.

Terakhir, Permendikbud Ristek No. 46 Tahun 2023, masih ada satuan pendidikan yang belum membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). Beberapa kasus kekerasan (misalnya: kekerasan seksual) yang terjadi di satuan pendidikan ditangani langsung oleh kepala satuan pendidikan atau diarahkan ke bagian bimbingan konseling (BK) sekolah.

Sehingga kata Ambara kasus kekerasan yang terjadi masih ditangani tanpa berpedoman pada prosedur yang telah diatur berdasarkan Permendikbud Ristek No. 46 Tahun 2023.