kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

LBH Hukum Kecam, Ini Respon Humas Polda Sulsel

banner 468x60

KabarMakassar.com — Pernyataan febry putra melalui akun facebook yang dianggap menghina institusi polri menuai polemik.

Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Dicky Sondani mengatakan kepada jurnalis bahwa hal yang dilakukan oleh Febry Putra tersebut adalah hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh siapa pun.

Pemprov Sulsel

"Itu tidak boleh dilakukan,"tegasnya saat dihubungi jurnalis KabarMakassar.com via telpon, Sabtu, 20 Januari 2018.

Mengenai tanggapan LBH makassar yang mengecam tindakan Polisi ini, Humas Polda Kombes Pol. Dicky mengatakan silahkan saja, nanti dilihat di persidangan.

"Silahkan saja, itu menurut LBH, nanti dilihat di pengadilan," tutur Dicky Sondani.

Diberitakan sebelumnya Febry Putra memberikan pernyataan di akun facebook yang dianggap menghina institusi polri. Polda pun mengamankan Febry kamis 18 Januari 2018 lalu di kabupaten Gowa, Sulawesi selatan.

Sebelumnya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar mengecam keras tindakan aparat kepolisian yang melakukan penangkapan terhadap Febry Putra (22) bagai pelaku kriminal berat. Padahal laki-laki berikisial FP ini hanya menulis status Facebook yang dianggap ujaran kebencian terhadap institusi Polri.

Advokat Publik LBH Makassar Abdul Azis Dumpa mengecam pihak Kepolisian yang melakukan penangkapan terhadap FP yang dinilai sangat berlebihan dan cenderung sewenang-wenang.

Padahal, kata dia tindak pidana yang dituduhkan kepada FP bukanlah tindak pidana yang serius, ancaman pidananya di bawah 5 Tahun. "Itu bukan kejahatan seperti terorisme ataupun kejahatan narkotika," ucap Abdul Azis saat dikonfirmasi hari in.

Menurutnya, Pasal yang dituduhkan kepada FP juga tidak tepat, sebab Pasal 27 ayat 3 UU ITE itu adalah delik aduan absolut. Dalam pasal itu menyebutkan yang berhak melaporkan jika pelanggaran itu dianggap sebagai penghinaan dan pencemaran nama baik.

Laporannya pun, kata dia harus orang yang betul-betul menjadi korban, yang namanya disebut dengan jelas.

"Jadi jelas ditujukan kepada "Orang Per Orang" bukan Lembaga, Keliru jika kasus FP digunakan karena dianggap penghinaan dan atau pencemaran nama baik terhadap Intitusi Polri. Seperti pada kasus Yusniar yang akhirnya divonis bebas karna status FBnya tidak menyebutkan nama," kata dia.

Dia menegaskan dalam konteks kebebasan berpendapat dan berekspresi, meskipun terdapat pembatasan dalam bentuk pidana. Pemidanaan mesti ditempatkan sebagai upaya terakhir atau ultimum remedium. (*/Mfn)

Penulis: Enggra Mamonto