KabarMakassar.com — Pemerintah Indonesia terus mengembangkan inovasi dalam sektor perikanan budidaya. Salah satu komoditas unggulan yang mendominasi produksi perikanan budidaya adalah rumput laut.
Dalam upaya mencapai target produksi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan inovasi dengan menciptakan varian rumput laut bernilai ekonomis tinggi.
Salah satu varian yang menonjol adalah rumput laut jenis Caulerpasp, yang lebih dikenal dengan nama lokal lawi-lawi (di Sulawesi Selatan), latoh (di Lombok), atau anggur laut.
Sebelumnya, rumput laut jenis ini dianggap sebagai gulma dan hanya menjadi penganan biasa masyarakat.
Namun, melalui program diversifikasi komoditas yang dikembangkan oleh Balai Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar, lawi-lawi kini menjadi salah satu komoditas primadona.
Para petambak memilihnya sebagai alternatif utama untuk menopang pendapatan masyarakat.
Dengan semakin banyaknya pembudidaya yang mengadopsi teknologi budidaya, produksi lawi-lawi di tambak dapat meningkat secara cepat. Jika terlaksana, kebutuhan pasar baik lokal maupun ekspor dapat terpenuhi.
Indonesia memiliki lebih dari 550 jenis rumput laut di perairannya, tetapi hanya lima jenis yang diproduksi massal, termasuk lawi-lawi.
Keberagaman varian rumput laut ini memberikan peluang bagi Indonesia untuk lebih mengeksplorasi jenis-jenis rumput laut dan memberikan nilai manfaat ekonomi.
Ekspor dan Harapan Baru
Lawi-lawi, sebagai varian baru yang berhasil diekspor, menjadi harapan baru bagi Indonesia.
Kepala BPBAP Takalar, Nono Hartono, menyebut bahwa lawi-lawi telah mencuri perhatian para pengusaha budidaya. Varian ini bahkan sudah resmi masuk pasar internasional di Jepang.
Permintaan dari pasar Jepang terus naik, dan negara-negara lain seperti Tiongkok, Korea Selatan, dan Filipina juga tertarik mengimpor lawi-lawi dari Indonesia.
Selain pasar internasional, permintaan lawi-lawi juga meningkat di pasar dalam negeri. Para pembudidaya yang sebelumnya hanya mengenal jenis Gracillaria kini mulai mengembangkan usaha budidaya lawi-lawi.
Harga jual lawi-lawi basah sekitar Rp150.000 hingga Rp250.000 per karung, dan pendapatan dari tambak seluas 3.200 m2 bisa mencapai Rp15 juta per bulan.
Dengan potensi ekspor dan nilai ekonomi yang tinggi, lawi-lawi telah menjadi primadona baru dalam bisnis perumput-lautan nasional dan dunia.
Ini menjadi tantangan untuk terus melakukan riset terkait sumberdaya rumput laut nasional yang beragam, baik dari segi lahan maupun jenisnya.