kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

Komite HAKTP Dorong Keterlibatan Identitas Perempuan dalam Perampasan Hak

banner 468x60

KabarMakassar.com — Komite 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) menggelar diskusi publik dan pameran foto yang berlangsung di Halaman Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Jumat (08/12).

Diskusi publik dan pameran foto ini menghadirkan sejumlah pemantik perempuan dari kalangan organisasi dan lembaga keperempuanan hingga korban perampasan ruang dan hak.

Pemprov Sulsel

Perwakilan Sekolah Perempuan Anging Mammiri, Musdalifah mengatakan 16 HAKTP menjadi momentum untuk menyuarakan suara-suara perempuan sebagai ruang untuk merefleksikan gerakan perempuan.

Menurutnya, pemerintah selama ini menjadikan perempuan sebagai objek kekerasan dari berbagai konflik yang terjadi mulai dari sektor perikanan, perkebunan hingga perampasan hak dan tanah.

"Pemerintah kita lupa bahwa ada perempuan yang menggantungkan hidupnya dari pengelolaan sumber daya alam sehingga momen kampanye 16 HAKTP adalah sebagai ruang bagi kita untuk mengingatkan kepada pemerintah bahwa ada masyarakat dan ada perempuan hari ini yang wajib dihormati, dilindungi dan dipenuhi hak-haknya termasuk hak mereka dalam pengelolaan sumber daya alam", ungkapnya, Jumat (08/12).

Menurutnya, penting untuk pemerintah mengingat dan melibatkan identitas perempuan dalam perumusan dan rencana pengelolaan sumber daya alam.

"Mereka menghilangkan soal bagaimana keterlibatan perempuan dalam proses konsultasi AMDAL padahal disanalah peran perempuan, peran secara bermakna karena itu berkaitan dengan kehidupannya", sambungnya.

Sementara itu, Mira dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menegaskan pihaknya mendorong identitas perempuan dalam wilayah konflik, perampasan ruang hingga perampasan hak lainnya.

"Kita maunya di HAKTP tahun ini kita memunculkan bahwa perlawanan terhadap perampasan hak dan perampasan ruang tidak cuma dilakukan oleh laki-laki tapi juga dilakukan oleh ibu-ibu dan teman perempuan lainnya", ujarnya.

Pihaknya menyakini bahwa bentuk perlawanan yang dilakukan oleh perempuan tidak hanya seputar turun ke jalan dan aksi tapi ada banyak metode dalam melakukan perlawanan seperti ibu-ibu di Takalar yang berkonflik melawan PTPN tetap melawan dengan memastikan kebunnya ditanami hingga ibu-ibu yang membantu menyiapkan makanan bagi teman-teman yang turun melakukan aksi.

"Setiap perempuan yang melakukan perlawanan atas kekerasan itu punya pengetahuan sendiri dan punya metode sendiri dalam melakukan perlawanan", sambungnya

Pihaknya menilai pemerintah selama ini selalu bias gender dalam melakukan pembangunan atau melahirkan suatu kebijakan sehingga tidak partisipatif.

Pihaknya pun berharap kebijakan rencana pembangunan yang hadir bisa benar-benar partisipatif dengan melibatkan kelompok-kelompok yang menghuni suatu wilayah yang berpotensi terdampak khususnya terhadap kelompok rentan seperti perempuan.

"Jadi sejauh ini memang kebijakan maupun pembangunan apapun yang dilakukan pemerintah itu minim melibatkan warga terkait atau warga terdampak", jelasnya