KabarMakassar.com — Pemerintah Kabupaten Bulukumba melalui Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) melaksanakan upaya pencegahan stunting dari hulu.
Upaya pencegahan ini merupakan kegiatan advokasi, sosialisasi, dan fasilitasi pendewasaan usia perkawinan melalui pencegahan pernikahan usia anak jalur non-formal di 10 kecamatan di Kabupaten Bulukumba, termasuk Kecamatan Ujung Bulu, Kecamatan Gantarang, Kecamatan Kajang, Kecamatan Kindang, Kecamatan Herlang, Kecamatan Bonto Bahari, Kecamatan Hero Lange Lange, Kecamatan Rilau Ale, Kecamatan Bulukumpa, dan Kecamatan Ujung Loe.
Kegiatan ini dilaksanakan melalui kolaborasi dengan Tim Penggerak PKK Bulukumba, Kementerian Agama Bulukumba, dan para camat se-Kabupaten Bulukumba.
Kegiatan yang diselenggarakan di seluruh kecamatan ini diikuti oleh peserta sosialisasi yang terdiri dari remaja, baik remaja masjid, karang taruna, serta para orang tua yang memiliki remaja. Mereka menjelaskan tentang besarnya risiko yang akan dialami serta pentingnya peran semua pihak.
Ketua Tim Penggerak PKK Bulukumba, Andi Herfida Muchtar, yang hadir sebagai narasumber di setiap kecamatan, banyak mengulas tentang risiko-risiko yang terjadi akibat pernikahan anak dan dampaknya terhadap masa depan anak.
Herfida berharap anak-anak remaja menikmati masa remaja dengan menuntut ilmu, mengembangkan kreativitas, berbuat baik, dan santun kepada orang tua dan guru sehingga dapat mandiri dan membantu keluarga serta berkontribusi kepada bangsa dan negara sehingga generasi Emas tahun 2045 bisa tercapai.
Dikatakan bahwa pendewasaan usia perkawinan diperlukan karena dilatarbelakangi beberapa hal, di antaranya semakin banyaknya kasus pernikahan usia dini dan banyaknya kasus kehamilan yang tidak diinginkan.
Sesuai namanya, pernikahan dini merupakan pernikahan yang berlangsung pada pasangan yang belum berusia 19 tahun. Kondisi ini tidak hanya memicu banyak masalah kesehatan, tetapi juga meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga, baik fisik maupun seksual. Hampir sebagian besar kalangan, bahkan negara, tidak mempersiapkan pernikahan dini karena dampak dan risiko yang bisa terjadi, terutama jika dalam pernikahan tersebut terdapat paksaan dari pihak luar.
Tujuan peraturan usia pernikahan adalah untuk melindungi kesehatan calon pengantin yang masih berusia muda sehingga pernikahan dini bukanlah sebuah solusi. Risiko pernikahan dini lebih besar daripada manfaatnya, seperti rentannya putus sekolah, kemiskinan, meningkatkan peluang penularan penyakit seksual, risiko kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), keguguran, meningkatnya risiko kematian pada ibu muda dan bayi, rentannya perceraian, risiko stunting pada bayi yang dikandung ibu muda, serta meningkatkan risiko depresi, trauma, dan stres pada pasangan.
Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama, H. Misbah, yang juga menjadi pemateri pada kegiatan tersebut menyampaikan bahwa banyaknya pernikahan usia anak berdampak pada tingginya angka perceraian di Bulukumba. Ia mengajak para orang tua untuk menjaga anak remajanya dari pergaulan bebas yang dapat menyebabkan masa depan remaja menjadi suram.
Oleh karena itu, diharapkan kepada orang tua agar tidak terlalu cepat menikahkan anaknya karena secara fisik, mental, sosial, dan ekonomi anak tersebut belum matang sehingga rawan melahirkan anak stunting.
“Hindari pernikahan dini yang tidak matang untuk mencegah lahirnya anak-anak stunting baru,” ajaknya.
Mengetahui penanganan stunting ini, Pemerintah Kabupaten Bulukumba melakukan berbagai intervensi kegiatan baik intervensi spesifik maupun intervensi sensitif.
Intervensi fokus spesifik pada target 1000 Hari Kehidupan Pertama (HPK), yaitu intervensi yang diberikan kepada ibu hamil sampai anak bayi di bawah dua tahun. Hal ini dilakukan mengingat periode 1000 hari pertama kehidupan anak dikenal sebagai periode emas pertumbuhan anak, di mana pertumbuhan otak anak sangat pesat sehingga apa pun yang diterimanya dalam periode ini akan berdampak pada masa kelak di depannya.
Intervensi spesifik tersebut berupa penanganan gizi dan kesehatan kepada sasaran berisiko stunting, yaitu pemberian makanan tambahan (PMT) dan susu tumbuh kembang yang mengandung gain 100 untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan anak di bawah dua tahun yang terindikasi stunting. Begitu pula untuk ibu hamil yang mengalami Kurang Energi Kronis (KEK) diberikan susu ibu hamil, karena ibu hamil yang terindikasi KEK berpotensi melahirkan anak stunting.
Sementara itu, intervensi sensitif dilakukan dengan penataan lingkungan kumuh serta penyediaan udara bersih dan sanitasi yang layak.