KabarMakassar.com — Yayasan Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK) menggelar Talks Show Inspiratif dan launching buku berjudul ‘Memenangkan Inklusi’ yang berlangsung di Ballroom Universitas Negeri Makassar (UNM), Selasa (20/2).
Buku ‘Memenangkan Inklusi’ menceritakan pengalaman mahasiswa difabel di Makassar ketika ditolak masuk ke sekolah reguler dan universitas.
Buku ini ditulis oleh Ketua PerDIK, Nur Syarif Ramadhan dan kawan-kawan yang menceritakan pengalaman 10 orang difabel di Makassar untuk mampu lulus dan menyelesaikan studi dengan lingkungan yang tidak mendukung kondisi disabilitas mereka.
Dalam talkshow inspiratif yang menghadirkan sejumlah difabel yang memiliki pengalaman cerita di buku ‘Memenangkan Inklusi’ membagikan cerita-cerita mereka tentang pengalaman yang dihadapi selama menjalani masa kuliah maupun sekolah dengan kondisi mereka.
Nur Syarif Ramadhan menceritakan pengalamannya yang lahir dengan kondisi mata katarak sehingga memiliki penglihatan low vision.
Dengan kondisi seperti itu, ia terpaksa harus bersekolah di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dan mengalami babak belur saat masuk di sekolah reguler SMA
Namun berkat kegigihannya ia mampu menyelesaikan pendidikannya S1 di Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar.
“Saya pernah dimarahi oleh guru yang tidak mengetahui jika saya seorang low vision. Saat guru tersebut memerintahkan seisi kelas untuk mengerjakan LKS. Guru matematika saya mengumumkan di depan kelas kalau nilai rapor saya adalah nol, karena saya tidak pernah mengerjakan tugas LKS di dalam kelas. Betapa nestapanya saya waktu itu, sampai-sampai tak mampu menahan tangis,” ungkapnya
Ada juga Megawati, seorang tuna rungu yang menempuh pendidikan di Universitas Negeri Makassar.
Megawati melalui banyak pengalaman saat mulai sekolah dengan keterbatasan kemampuan mendengar ditambah tidak adanya alat penunjang seperti juru bahasa isyarat dan kondisi yang tidak memungkinkan.
Meski begitu, semangat yang terus dipegangnya mengantarnya menjadi alumni dan kini berkarir menjadi guru pendidikan khusus yang berdedikasi.
“Akibat ketidakhadiran juru bahasa isyarat, saya harus mencari solusi sendiri agar tetap dapat mengikuti perkuliahan dengan memasang aplikasi bernama live transcribe yang berfungsi mengubah audio menjadi teks,” pungkasnya
Selanjutnya, Nabila May Sweetha, seorang disabilitas tuna netra dengan kondisi blind total yang tengah menempuh pendidikan Ilmu Politik di Universitas Hasanuddin dan sebelumnya bersekolah di SMA reguler.
Sejumlah rintangan dan tantangan dilaluinya selama mengikuti perkuliahan termasuk sejumlah problem saat mengikuti ujian yang mengharuskan ia menulis tangan. Padahal disatu sisi kondisinya hanya memungkinkan untuk bisa mengetik di laptop.
Namun berkat kegigihannya ia mampu melewati itu semua dan menjadi perempuan disabilitas pertama yang bersekolah di sekolah reguler.
“Saya tidak harus menulis dengan pulpen dan tangan untuk menjadi orang yang berilmu,” ucapnya
Terakhir, ada sosok Ardian Saputra Liman yang mengalami kondisi disabilitas fisik di tahun 2016 akibat kecelakaan dan dinyatakan lumpuh seumur hidup.
Ardian menjalani kuliah sebagai mahasiswa Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Makassar dengan berbagai tantangan dan rintangan. Saking beratnya kondisi tantangan yang dirasa, ia melakukan percobaan bunuh diri sebanyak empat kali.
Meski begitu, berkat dorongan dan berteman dengan banyak teman-teman disabilitas, semangatnya kembali berapi-api dan melanjutkan hidupnya dengan lebih baik.
“Pihak Dinas Sosial menjemputku dan membawaku ke Makassar untuk belajar selama enak bulan di Balai. Saat inilah aku mulai menemukan rasa nyaman yang lama tak ku rasakan. Aku bertemu teman-teman yang juga difabel dengan beragam kondisi. Aku tidak sendiri dan aku bukanlah yang paling mengalami kesulitan. Aku tidak kesepian lagi,” ujarnya
Mereka pun berharap melalui pengalaman yang terdokumentasikan dalam buku ‘Memenangkan Inklusi’ bisa menginspirasi para pengambil kebijakan dalam sektor pendidikan agar lebih peka serta dapat meningkatkan kualitas layanan lembaga pendidikan dalam menyediakan fasilitas dan akomodasi yang layak bagi siswa maupun mahasiswa difabel.
“Kita berharap bisa menginspirasi para pengambil kebijakan dalam sektor pendidikan,” pungkas Nur Syarif Ramadhan