Infeksi alami biasanya terjadi pada sapi Bali (Bos Javanicus), sedangkan infeksi buatan dapat dilakukan pada sapi Ongole atau Bos Taurus, kerbau (Bubalus Bubalis), babi, kambing, dan domba.
Infeksi buatan cenderung menunjukkan gejala klinis yang ringan, tetapi dapat menyebarkan virus Jembrana selama 6 bulan. Hanya sapi Bali yang merupakan inang spesifik dari penyakit ini.
Tanda-tanda klinis biasanya muncul setelah inkubasi selama 5-12 hari, dengan rata-rata 7 hari.
Tanda-tanda tersebut meliputi pembengkakan kelenjar limfe superfisial (seperti prescapularis, prefemoralis, dan parotid), demam tinggi (39,5-42°C), kehilangan nafsu makan (anoreksia), kelemahan umum (lethargy), diare, erosi pada mukosa mulut yang menyebabkan hipersalivasi, peradangan pada konjungtiva, dan sekresi cairan mata (lakrimasi), serta keringat darah (hemohidrosis) pada punggung, sisi badan, perut, kaki, dan skrotum.
Penularan penyakit terjadi melalui kontak langsung antara hewan yang terinfeksi dengan hewan yang rentan, melalui oral, hidung, mata, dan semen.
Vektor seperti lalat Tabanus rubidus juga dapat menjadi penular penyakit ini. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak tidak langsung, seperti melalui jarum suntik yang terkontaminasi dengan virus.
Penyakit Jembrana dapat memiliki dampak serius, termasuk kematian hingga 100% pada ternak saat terjadi wabah, penurunan produksi daging dan hasil padi, kerugian karena penutupan daerah dan lalu lintas ternak, serta biaya pengobatan dan vaksinasi.
Untuk pencegahan dan pengendalian penyakit ini, beberapa langkah dapat dilakukan, antara lain:
- Pengawasan ketat terhadap lalu lintas ternak
- Pemberian vitamin dan antibiotik untuk meningkatkan kekebalan ternak
- Pemberantasan vektor penyakit seperti nyamuk dan lalat dengan menggunakan insektisida
- Vaksinasi dilakukan dua kali dengan selang waktu 1 bulan setelah vaksinasi pertama
- Isolasi hewan yang sakit untuk mencegah penyebaran penyakit kepada ternak lainnya.