kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

Kebijakan Efisiensi Anggaran, Harapan atau Ancaman bagi Sektor Strategis?

DPR RI Pertanyakan Dampak Efisiensi Anggaran terhadap Program Strategis Nasional
Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto saat rapat yang dihadiri para Menteri (Dok : Ist).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto, mengingatkan pentingnya menjaga efektivitas program meskipun terjadi kebijakan efisiensi anggaran di sejumlah Kementerian dan Lembaga (K/L).

Dalam rapat kerja bersama pemerintah pada Kamis (13/02) lalu, Titiek menegaskan bahwa program-program yang berdampak langsung pada masyarakat, terutama di sektor pertanian, kelautan, perikanan, pangan, dan kehutanan, harus tetap berjalan meskipun ada pemangkasan anggaran.

Pemprov Sulsel

“Meskipun terjadi efisiensi anggaran, efektivitas program yang berdampak langsung pada masyarakat tidak boleh berkurang,” ujar Titiek dalam rapat yang dihadiri para Menteri dan Kepala Badan terkait, termasuk Menteri Pertanian, Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Menteri Kehutanan.

Titiek meminta kejelasan dari pihak terkait mengenai jumlah anggaran yang terdampak efisiensi dan dampaknya terhadap program-program yang telah disusun sebelumnya.

Ia menegaskan bahwa efisiensi anggaran dapat mengubah arah dan pelaksanaan program-program tersebut, dan perlu ada penyesuaian untuk memastikan manfaatnya tetap dirasakan oleh masyarakat.

“Beberapa program yang telah direncanakan kemungkinan akan mengalami penyesuaian atau pengurangan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Titiek menekankan bahwa langkah efisiensi harus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan mendukung stabilitas pangan serta keberlanjutan pembangunan sektor-sektor strategis.

Komisi IV DPR RI juga meminta penjelasan terkait program yang terdampak pemangkasan anggaran, guna memastikan efisiensi ini tidak menghambat pencapaian target pembangunan.

Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto mengatakan bahwa pengelolaan dan penghematan keuangan negara dari program yang tak jelas akan digunakan untuk membiayai insiatif yang lebih strategis dan menyentuh kesejahteraan rakyat lebih luas.

Hal ini disampaikan Prabowo saat berbicara secara virtual di forum internasional World Government Summit 2025, yang digelar di Dubai. Prabowo menyampaikan keynote speech-nya pada Kamis (13/02) lalu.

Ia juga menyebut bahwa pemerintah bisa menghemat sekitar US$20 miliar atau sekitar Rp 327 triliun, yang setara dengan sekitar 10% dari anggaran tahunan.

“Melalui pengelolaan anggaran negara yang cermat, kami telah menghemat lebih dari US$20 miliar, setara dengan sekitar 10% dari anggaran tahunan kami,” jelasnya.

“Penghematan yang dialokasikan untuk proyek dan program tanpa strategi yang jelas ini sekarang akan digunakan untuk membiayai lebih dari 20 program strategis bernilai miliaran dolar yang akan mengubah negara ini,” lanjutnya.

Program yang dimaksud Prabowo tersebut termasuk investasi dalam industri hilir nikel, bauksit, tembaga, dan mineral penting lainnya, yang akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan menaikkan kesejahteraan dan taraf hidup.

Pemerintah juga tengah menggencarkan pengembangan industri petrokimia yang substansial, serta pusat data AI yang besar, yang juga akan menyerap lapangan pekerjaan di dalam negeri.

Selain itu, pemerintah menyalurkan dana ke dalam program-program yang memajukan ketahanan pangan, yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai pengekspor pangan dalam beberapa tahun ke depan.

“Bersama dengan inisiatif untuk meningkatkan produksi protein, mendukung akuakultur, dan mengembangkan proyek energi bersih dan terbarukan, dengan memanfaatkan sumber daya mineral dan terbarukan kami yang kaya,” papar Prabowo.

Sementara itu, pengamat ekonomi, keuangan, dan perbankan, Sutardjo Tui, menegaskan bahwa efisiensi anggaran bukan berarti pemotongan anggaran, melainkan pengalihan dana dari sektor yang kurang efektif ke sektor yang lebih produktif.

Menurutnya, langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran negara dengan memprioritaskan sektor yang dapat memberikan dampak nyata terhadap perekonomian nasional.

Sutardjo menjelaskan bahwa dana dari sektor yang dianggap tidak terlalu produktif, seperti anggaran alat tulis kantor (ATK) dan kebutuhan lainnya yang dinilai kurang efektif, akan dialihkan ke anggaran yang lebih produktif.

Salah satu sektor yang mendapat prioritas adalah hilirisasi pangan serta swasembada pangan.

Dengan adanya pengalihan anggaran ini, sektor pertanian dan perikanan diharapkan mendapatkan dorongan lebih besar agar dapat berkembang dan menjadi salah satu pilar utama dalam perekonomian nasional.

“Efisiensi ini memastikan bahwa dana yang ada benar-benar digunakan untuk hal yang memberikan dampak positif bagi masyarakat, seperti mendukung pertanian dan perikanan yang menjadi sektor prioritas,” ujar Sutardjo.

Selain itu, ia menilai bahwa pengalihan anggaran ke sektor-sektor produktif juga akan membantu program pemerintah dalam mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Dengan adanya dukungan anggaran yang lebih optimal, kata dia,  UMKM dapat menjalankan program-program pemerintah dengan lebih baik, sehingga turut berkontribusi dalam memperkuat perekonomian nasional.

Sutardjo menegaskan bahwa langkah efisiensi anggaran ini tidak akan mengurangi pertumbuhan ekonomi.

Menurutnya, tidak ada pemangkasan anggaran yang menyebabkan perlambatan ekonomi, melainkan hanya pengalihan penggunaan dana ke sektor yang lebih produktif.

“Ketika anggaran dialihkan ke hal yang lebih produktif, ini justru akan memberikan dampak positif bagi perekonomian. Sektor-sektor yang sebelumnya kurang mendapat perhatian akan mendapatkan dukungan lebih besar, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

Meski demikian, Sutardjo mengakui bahwa akan ada dampak tertentu dari kebijakan efisiensi anggaran ini.

Salah satu sektor yang berpotensi terdampak adalah sektor perhotelan.

Hal ini dikarenakan selama ini sektor perhotelan banyak mengandalkan anggaran dari proyek-proyek pemerintah.

Namun, ia menilai bahwa kondisi ini menjadi tantangan bagi sektor perhotelan untuk beradaptasi dan mencari sumber pendapatan lain di luar proyek pemerintah.

“Perhotelan harus mampu berinovasi dan tidak hanya bergantung pada proyek-proyek pemerintah. Ini menjadi peluang bagi industri untuk mengembangkan strategi baru agar tetap bertahan dan berkembang,” ujarnya.

Selain itu, pengurangan anggaran di beberapa sektor juga berpotensi menyebabkan pengurangan tenaga kerja.

Namun, Sutardjo optimistis bahwa hal ini bisa diatasi dengan terciptanya peluang kerja yang lebih besar di sektor lainnya, khususnya di bidang pertanian dan perikanan.

Ia menyebut, pemerintah saat ini menjadikan swasembada pangan sebagai salah satu prioritas utama, sehingga sektor pertanian dan perikanan diperkirakan akan semakin berkembang dan membutuhkan lebih banyak tenaga kerja.

“Jika dikhawatirkan akan terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK), hal ini bisa diantisipasi dengan peluang di sektor pertanian dan perikanan yang akan menjadi lebih besar. Ini juga membantu mengurangi ketergantungan pada impor,” tambahnya.

harvardsciencereview.com