KabarMakassar.com — Aliansi Warga Bara-Baraya menggelar aksi pengawalan menjelang sidang putusan Pengadilan Negeri Makassar terkait proses eksekusi puluhan rumah warga yang rencana akan diputuskan pada Selasa (13/06) besok.
Dari pantauan, aliansi Warga Bara-Baraya melakukan aksi demontrasi di depan Gedung Pengadilan Negeri Makassar, Jalan R.A Kartini, Senin (12/06).
Aksi pengawalan dan juga perlawanan warga Bara-Baraya tersebut dilakukan untuk melawan ketidakadilan yang sudah bergulir selama tujuh tahun lamanya sejak 2016 melalui kasus sengketa antara warga pemilik lahan dan pihak ahli waris yakni Nurdin Dg Nompong yang mengklaim sebagai pemilik tanah.
Kuasa Hukum Aliansi Warga Bara-Baraya dari LBH Makassar, Muhammad Ridwan mengatakan pihaknya terus mendampingi warga hingga hari ini karena keberadaan warga yang sah atas kepemilikan tanah.
Bahkan, bukti yang dimiliki warga Bara-Baraya diakui dan diamini sebagai bukti yang otentik atau sah secara hukum oleh Majelis Hakim.
"Warga Bara-Baraya mengajukan perlawanan karena adanya ketidakadilan bahwa seorang ahli waris mengklaim sebagai pemilik dan tidak pernah dihadirkan dalam persidangan," ungkapnya, Senin (12/06).
Sementara itu, salah satu warga, Andarias menjelaskan perkara yang bergulir sejak lama itu dimulai saat pihak Kodam yang mengaku sebagai penyewa dari ahli waris menggusur asrama dan meminta warga sipil untuk meninggalkan tempat tinggal mereka karena akan mengembalikan lahan tersebut kepada ahli waris yang mengklaim sebagai pemilik tanah.
Sementara, para warga sudah tinggal berpuluh-puluh tahun lamanya dengan hasil membeli tanah serta memiliki sertifikat yang sah.
"Kami tidak mau tinggalkan dengan alasan kami punya hak atas itu, lalu ahli waris menggugat kami di pengadilan dengan dasar kepemilikan sertifikat yang terbit tahun 2016 sementara sertifikat kami dianggap illegal," ujarnya.
Meski begitu, pihak ahli waris yang mengklaim sebagai pemilik tanah alias Nurdin Dg Nompong tidak pernah hadir di persidangan sama sekali sehingga menuai kecurigaan atas kejanggalan tersebut dimana hal itu dianggap sebagai cara-cara mafia tanah dalam merebut hak warga Bara-Baraya.
"Paling mendasar bahwa sepanjang kasus ini bergulir yang disebut sebagai ahli waris tidak pernah dimunculkan di pengadilan," pungkasnya.
Adapun hingga kini surat eksekusi puluhan rumah warga Bara-Baraya di Jalan Abubakar Lambogo (Ablam) sudah ada. Namun eksekusi itu ditunda usai warga dan kuasa hukum melakukan upaya hukum derden verzet sehingga Pengadilan Negeri Makassar menunda eksekusi.
Setidaknya tercatat ada lebih dari 196 jiwa yang tengah dibayang-bayangi penggusuran ruang hidup dimana mereka telah berpuluh-puluh tahun hidup diatas tanah milik mereka.
"Kami berani melawan ketidakadilan ini karena kami berhak untuk hidup di Bara-Baraya dan kami tidak punya tempat hidup lain, Bara-Baraya adalah hidup mati warga," jelas Andarias.