KabarMakassar.com — Pasangan Iqbal Lubis dan Sanovra JR terpilih sebagai ketua dan sekretaris Pewarta Foto Indonesia (PFI) Makassar untuk periode 2024-2027.
Dimana keduanya terpilih melalui Musyawarah Daerah (Musda) PFI Makassar yang digelar di Hotel Claro Makassar, Jl AP Pettarani Senin (24/06) malam. Forum ini menarik perhatian banyak anggota dan profesional dalam bidang pewartaan foto.
Pasangan dengan tagline “Iqra” tersebut terpilih secara aklamasi setelah dua pasangan calon lainnya, Lukas – Arnas Padda (LUNAS) dan Tawakkal-Paulus Tandibone (TAPPA), memutuskan untuk tidak melanjutkan pencalonan mereka dalam musda kali ini.
Hal itu membuat Iqbal Lubis dan Sanovra JR menjadi pasangan yang dipilih tanpa melalui proses pemungutan suara, menandakan dukungan penuh dan kepercayaan dari anggota PFI Makassar.
Dimana tema yang diusung dalam Musda kali ini adalah “Profesionalisme Pewarta Foto Menghadapi Tantangan Disrupsi Informasi dan Industri Media.”
Tema ini mencerminkan komitmen PFI Makassar untuk terus meningkatkan profesionalisme dan adaptabilitas menghadapi tantangan besar di era digital dan disrupsi media.
Iqbal Lubis dan Sanovra JR, dalam sambutannya menekankan pentingnya kolaborasi dan inovasi di tengah perubahan cepat dalam industri media
“Kami berkomitmen untuk membawa PFI Makassar ke arah yang lebih baik dengan memperkuat kompetensi pewarta foto dan mengadaptasi teknologi terbaru dalam pekerjaan kami,” kata Iqbal Lubis.
Sanovra JR menambahkan, Profesionalisme dan etika kerja akan menjadi fokus utama kami dalam memimpin organisasi ini.
Kehadiran mereka di pucuk pimpinan PFI Makassar diharapkan dapat memberikan angin segar bagi organisasi dan anggotanya. PFI sendiri merupakan konstituen Dewan Pers.
Dengan pengalaman dan dedikasi yang mereka miliki, Iqbal dan Sanovra bertekad untuk menghadirkan program-program pengembangan yang relevan dan bermanfaat bagi para pewarta foto. Musda kali ini juga menjadi ajang untuk memperkuat jaringan dan kerjasama antara anggota PFI Makassar serta stakeholder di industri media.
Diskusi dan sesi tanya jawab yang berlangsung dalam musda memberikan wawasan baru dan strategi untuk menghadapi tantangan disrupsi informasi dan teknologi.
Dengan terpilihnya Iqbal Lubis dan Sanovra JR sebagai Ketua dan Sekretaris, PFI Makassar siap memasuki babak baru yang diharapkan akan lebih dinamis dan responsif terhadap perkembangan zaman.
Dukungan dari seluruh anggota dan komitmen untuk profesionalisme menjadi modal utama bagi mereka untuk memajukan organisasi ini dalam tiga tahun ke depan.
– Sejarah Pewarta Foto Indonesia
– Melawan Dengan Karya dan Profesionalitas
Seperti dikutip laman pewartafotoindonesia.or.id, Organisasi Pewarta Foto Indonesia (PFI) lahir dari keresahan sejumlah jurnalis foto di era orde baru. Puncaknya adalah saat era reformasi, ketika banyak wartawan menjadi korban kekerasan aparat. Berawal dari hal itu, tepat pada 18 Desember 1998 organisasi terbesar yang menjadi wadah pewarta foto di Indonesia lahir.
Bermula pada awal 90-an, angkatan muda pewarta foto mulai bermunculan. Saat itu, keadaan tampak damai karena aksi demonstrasi yang sangat terbatas dan media massa yang dikontrol oleh pemerintah.
Namun suasana damai itu tidak terjadi di semua lapisan, sejumlah pembredelan media massa terjadi. Korbannya antara lain tabloid Detik, majalah Editor, dan Tempo di tahun 1994. Tekanan-tekanan juga mulai dirasakan para pewarta foto saat terjadi pembredelan media massa.
Puncaknya terjadi saat pewarta foto kantor berita Antara, Saptono Soemardjo, dipukuli oleh aparat keamanan. Tak hanya itu, berbagai peristiwa kekerasan lain di Jakarta maupun di kota lain menjadi titik puncak kegeraman jurnalis di Indonesia.
Merespon berbagai peristiwa itu, pewarta foto di berbagai daerah di Indonesia mulai masif melakukan pertemuan dan membahas upaya untuk melindungi sejawatnya di Indonesia. Rapat-rapat penting di Jakarta diselenggarakan sebagai titik awal terbentuknya organisasi, dengan tujuan untuk mewujudkan cita-cita luhur yang ditandai dengan deklarasi PFI sebagai satu-satunya organisasi pewarta foto di Indonesia.
Semangat ini diwujudkan dengan pameran foto pertama pada 18 Desember 1998 yang berjudul “Dari Lengser Sampai Semanggi” di Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA), Jakarta. Pameran ini menampilkan foto-foto peristiwa di berbagai daerah sejak lengsernya Soeharto sampai Tragedi Semanggi I.
Para penggagas berdirinya PFI sengaja menggunakan istilah pewarta foto sebagai kata ganti untuk jurnalis foto. Hal ini dilakukan agar bisa menjadi pembeda dari fotografer profesional non-wartawan.
Pewarta foto dimaknai sebagai fotografer pencari “berita foto” sekaligus wartawan dan fotografer profesional. Usai diselenggarakannya pameran foto pertama itu, suluh perjuangan organisasi semakin menjalar ke daerah-daerah lainnya. Hingga tahun 2023 ini, PFI sudah ada di 21 kota di Indonesia, dan telah menjadi organisasi pers terbesar di Indonesia dibawah Dewan Pers bersama AJI, IJTI, dan PWI.
Gerakan Kesetaraan Pada era lampau, pewarta foto kerap dianggap sebegai wartawan “kelas dua” setelah reporter tulis. Keberadaan pewarta foto di kantor media massa kurang diapresiasi karena literasi akan pentingnya sebuah foto dalam dunia jurnalistik kala itu sangat kurang, meskipun mayoritas setiap harinya halaman depan koran diisi dengan foto headline.
Berbagai tantangan dan hambatan mewarnai perjuangan kesetaraan. Karena saat orde baru, hanya ada satu organisasi wartawan yang berdiri dan kantor media massa tidak menyarankan karyawannya ikut organisasi di luar itu, terlebih mendirikan organisasi sendiri. Karena saat itu semua media massa benar-benar diawasi oleh penguasa. Seiring berjalannya waktu, cita-cita menggapai kesetaraan mulai menemukan cahayanya.
Hal ini bisa tercapai dengan kegiatan-kegiatan, program, dan gerakan yang diinisiasi oleh PFI dari masa ke masa. Salah satu program yang diakui berbagai kalangan adalah Anugerah Pewarta Foto Indonesia (APFI). APFI adalah sebuah ajang paling bergengsi foto jurnalistik Indonesia yang ditujukan untuk menghargai karya-karya para pewarta foto.
Tak hanya itu, mulai 2022, PFI juga telah resmi disahkan Dewan Pers sebagai lembaga uji kompetensi. PFI sekarang bisa menguji anggotanya dengan modul ujinya sendiri yang berbasis foto jurnalistik.
Hal ini sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kapasitas sebagai seorang jurnalis yang terus bertumbuh dan dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman di era modern. Kekuasaan tertinggi PFI ada di tangan Kongres yang digelar setiap tiga tahun sekali. PFI dijalankan oleh Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, dan para pengurus dibantu Koordinator Wilayah.
Selain itu ada pula Majelis Etik yang memiliki tugas-tugas spesifik yang diatur di AD/ART organisasi. Setiap masa memiliki tantangan dan kesulitannya masing-masing, para pengurus PFI di tiap periodenya selalu mencicipi dan mengalami kesulitannya masing-masing. Meski demikian, dari tahun ke tahun PFI semakin tumbuh dan berkembang.
PFI lahir sebagai jawaban keresahan pewarta foto yang membutuhkan perlindungan dan kesetaraan. Generasi penerus PFI akan selalu dihadapkan tantangan zaman dan dituntut untuk menjawab keresahan pewarta foto di eranya masing-masing.