KabarMakassar.com — PT Bio Farma (Persero), induk Holding BUMN Farmasi, mengungkapkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait anak usaha PT Indofarma, Tbk, yaitu PT Indofarma Global Medika (IGM), yang terjerat pinjaman online sebesar Rp1,26 miliar.
Hal itu disampikan langsung oleh Direktur Utama PT Bio Farma (Persero), Shadiq Akasya, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu (19/06).
“Pinjaman melalui fintech sebesar Rp1,26 miliar,” ujar Shadiq Akasya, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI.
Temuan BPK ini menunjukkan bahwa pinjaman tersebut tidak digunakan untuk kepentingan perusahaan dan merugikan Indofarma Global Medika sebesar Rp1,26 miliar.
Selain temuan terkait pinjaman online, Shadiq Akasya juga mengungkapkan sejumlah temuan BPK lainnya terhadap Indofarma dan anak usahanya berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan investigasi yang telah diserahkan BPK kepada Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu.
“Kami sampaikan juga supaya ada keterbukaan dari kami bahwa temuan BPK telah ada. Kami sampaikan untuk transaksi Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG) terdapat indikasi kerugian Indofarma Global Medika sebesar Rp157,3 miliar,” katanya seperti dilansir Antara.
Indikasi kerugian lainnya di Indofarma Global Medika adalah atas penempatan dan pencairan deposito beserta bunga senilai kurang lebih Rp35 miliar atas nama pribadi pada Kopnus, serta penggadaian deposito beserta bunga sebesar Rp38 miliar pada Bank Oke.
Lalu, terdapat indikasi kerugian sebesar Rp18 miliar atas pengembalian uang muka dari MMU yang tidak masuk ke rekening Indofarma Global Medika.
Shadiq juga menyebut adanya indikasi pengeluaran dana dan pembebanan biaya tanpa dasar transaksi yang berindikasi kerugian sekitar Rp24 miliar, serta kerja sama distribusi alat kesehatan (Alkes) TeleCTG dengan PT ZTI tanpa perencanaan memadai yang berpotensi merugikan sebesar Rp4,50 miliar atas pembayaran melebihi nilai invoice dan berpotensi kerugian sebesar Rp10,43 miliar atas stok TeleCTG yang tidak dapat terjual.
Selain itu, usaha masker tanpa perencanaan yang memadai juga berindikasi fraud dengan kerugian sebesar Rp2,67 miliar atas penurunan nilai persediaan masker, dan berpotensi kerugian senilai Rp60,24 miliar atas piutang macet PT Promedik serta sisa persediaan masker sebesar Rp13,11 miliar.
Selanjutnya, BPK menemukan bahwa pembelian dan penjualan Rapid Test Panbio oleh Indofarma Global Medika tanpa perencanaan memadai berindikasi fraud dan berpotensi kerugian sebesar Rp56,70 miliar atas piutang macet PT Promedik.
Indofarma juga melakukan pembelian dan penjualan PCR Kit Covid-19 pada tahun 2020/2021 tanpa perencanaan memadai yang berindikasi fraud serta berpotensi kerugian senilai Rp5,98 miliar atas piutang macet PT Promedik dan senilai Rp9,17 miliar atas tidak terjualnya PCR Kit Covid-19 yang kedaluwarsa.
Berikut 10 fraud Indofarma yang merugikan negara hingga Rp436,87 miliar.
Fraud pertama adalah indikasi kerugian di anak perusahaan Indofarma, IGM, dari transaksi unit bisnis fast moving consumer goods (FMCG) senilai Rp157,33 miliar.
Kedua, indikasi kerugian IGM dengan penempatan dan pencairan deposito beserta bunganya senilai Rp35,07 miliar.
Ketiga, indikasi kerugian IGM atas penggadaian deposito beserta bunga senilai Rp38,06 miliar pada Bank Oke.
Keempat, indikasi kerugian Rp18 miliar atas pengembalian uang muka yang tak masuk ke rekening Indofarma Global Medika.
Kelima, pengeluaran dana dan pembebanan biaya tanpa didasari transaksi dengan indikasi kerugian sebesar Rp24,35 miliar.
Keenam, kerja sama distribusi alat kesehatan TeleCTG dengan PT ZTI tanpa perencanaan memadai yang berpotensi merugikan Rp4,50 miliar. Pembayaran yang melebihi invoice dan berpotensi merugikan IGM senilai Rp10,43 miliar atas stok TeleCTG yang tidak terjual.
Ketujuh, pinjaman melalui fintech bukan untuk kepentingan perusahaan berindikasi kerugian IGM sebesar Rp1,26 miliar.
Kedelapan, kegiatan usaha masker tanpa perencanaan memadai yang berindikasi fraud senilai Rp2,67 miliar. Ini juga berdampak pada penurunan nilai persediaan masker serta berpotensi kerugian Rp60,24 miliar atas piutang macet PT Promedik dan imbas sisa masker Rp13,11 miliar.
Kesembilan, pembelian dan penjualan rapid test Panbio oleh PT IGM tanpa perencanaan memadai berindikasi fraud dan berpotensi kerugian senilai Rp56,70 miliar. Ini juga berdampak pada piutang macet PT Promedik.
Kesepuluh, pembelian dan penjualan PCR Kit Covid-19 pada tahun 2020/2021 tanpa perencanaan memadai berindikasi fraud serta berpotensi kerugian senilai Rp5,98 miliar atas piutang macet PT Promedik dan senilai Rp9,17 miliar atas tidak terjualnya PCR Kit Covid-19 yang kedaluwarsa.
“Inilah yang disampaikan BPK, kami sampaikan kembali kepada bapak dan ibu sekalian,” kata Shadiq Akasya.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berjanji akan menindak tegas pihak yang terlibat dalam fraud di PT Indofarma Global Medika (IGM) yang merugikan negara Rp436,87 miliar.
Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, mengatakan bahwa pihaknya akan menghormati temuan hukum dari BPK dan Kejaksaan dan akan menindak secara tegas pengurus yang bermasalah.
“Jadi sesuai dengan temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan Kejaksaan ya kami hormati hukum dan kami akan tindak secara tegas pengurusnya yang bermasalah,” kata pria yang akrab disapa Tiko itu, Kamis (20/06).