KabarMakassar.com — Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Gowa menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan, Rabu (26/2). Aksi ini diwarnai dengan upaya massa merangsek masuk setelah merusak kawat pembatas dan mendesak petugas membuka gerbang.
Dalam orasinya, Ketua HMI cabang Gowa Nawir Kalling, menyoroti maraknya praktik mafia di berbagai sektor, mulai dari pertanahan, bahan bakar minyak (BBM), pertambangan, hingga industri skincare. Massa menduga praktik ilegal ini kerap mendapat perlindungan dari oknum aparat yang tidak bertanggung jawab.
“Mafia tanah di Sulsel sangat banyak. BBM, tambang, banyak sekali sektor yang dikuasai mafia. Mulai dari skincare, BBM, tambang, tanah, semuanya banyak yang dibekingi oleh aparat-aparat yang tidak bertanggung jawab,” ujar salah satu orator.
Mengenai tuntutan pemberantasan mafia skincare, massa aksi menegaskan bahwa produk-produk ilegal yang mengandung bahan berbahaya dapat berdampak serius pada kesehatan masyarakat.
“HMI turun mengurusi skincare karena kami memahami dampak jangka panjangnya. Kanker kulit, kerusakan pada kulit, semua itu bisa bersumber dari bahan-bahan berbahaya yang tetap beredar di pasaran karena tidak ada tindakan tegas terhadap para pemilik usaha ilegal ini,” jelasnya.
Selain itu, massa aksi juga menyoroti lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Mereka mengkritik fenomena “no viral, no justice”, di mana hukum baru ditegakkan ketika sebuah kasus menjadi viral di media sosial.
“Kita melihat fenomena ‘no viral, no justice’. Ketika sebuah kasus viral, barulah aparat bergerak. Ini menandakan bahwa institusi kita tidak hanya terganggu oleh demonstrasi atau diskusi, tetapi juga oleh lirik lagu. Ini menunjukkan ketidakdewasaan dalam berbangsa dan bernegara,” ujar seorang orator.
Dalam aksi ini, massa juga mengkritik pemerintah yang dinilai semakin anti-kritik. Mereka menegaskan bahwa kritik harusnya diterima sebagai bagian dari demokrasi, bukan dianggap sebagai ancaman.
“Kritik sudah dianggap sebagai musuh, padahal Indonesia adalah negara demokrasi. Demokrasi berarti menerima kritik sebagai bagian dari kebebasan berekspresi,” tegasnya.
Di akhir aksi, massa mendesak perwakilan DPRD Sulsel untuk menemui mereka guna merespons tuntutan yang disampaikan.
Setelah berhasil memasuki pelataran gedung, massa aksi menggelar orasi sambil membentangkan spanduk protes. Mereka menyampaikan sepuluh tuntutan utama, di antaranya:
1. Mencabut Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025
2. Menolak program makan siang gratis
3. Menuntaskan pelanggaran HAM di Sulsel
4. Menyelesaikan konflik agraria
5. Mengesahkan RUU Perampasan Aset
6. Memberantas mafia migas
7. Menghentikan pembungkaman kebebasan berekspresi
8. Menolak kebijakan PPN 12%
9. Memberantas mafia skincare di Sulsel
10. Menegakkan supremasi hukum