kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

HGU Berakhir, Warga di Takalar Hentikan Aktivitas Olah Lahan PTPN

HGU Berakhir, Warga di Takalar Hentikan Aktivitas Olah Lahan PTPN
Warga Polombangkeng, Kabupaten Takalar bebondong-bondong memasuki kawasan perkebunan tebu di Desa Lasang Barat (Dok : Ist).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Puluhan warga Polombangkeng, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, memadati kawasan perkebunan tebu di Desa Lasang Barat pada Kamis (01/8).

Mereka memprotes tindakan PTPN yang terus mengolah lahan meskipun Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut telah berakhir pada 9 Juli 2024. Protes ini sudah berjalan selama dua hari, dimulai pada Rabu (31/07).

Pemprov Sulsel

Sekitar pukul 09.30 WITA warga mulai berkumpul dan menghentikan aktivitas pengolahan yang dilakukan menggunakan 2 alat pembajak lahan.

Selain itu juga terlihat kendaraan yang membawa puluhan karung pupuk yang akan disebar dilahan tersebut.

Dg. Rola yang merupakan warga Polombangkeng kemudian menjelaskan kepada pekerja bahwa warga meminta aktivitas pengolahan lahan hingga pemupukan untuk dihentikan.

“Warga meminta pengolahan untuk dihentikan dulu pak. Karena HGU PTPN telah berakhir pada 9 Juli 2024. Kemudian saat ini juga pemkab Takalar sedang mengupayakan upaya penyelesaian konflik setelah warga melakukan 3 kali aksi di depan kantor bupati Takalar,” jelas  Dg Rola kepada pekerja.

Warga yang mendatangi pihak pengolah lahan datang dengan tertib tanpa kekerasan sama sekali. Begitupun pekerja yang didatangi juga tidak melakukan perlawanan dan kemudian pergi meninggalkan lahan bersama warga.

Aktivitas pengolahan ternyata tetap berupaya dilakukan oleh perusahaan meski HGU telah berakhir. Terjadi pendiskusian yang cukup lama di jalan masuk ke areal perkebunan antara warga dengan pihak PTPN yang didampingi oleh aparat kepolisian.

Warga tetap meminta untuk proses pengolahan lahan dan pemupukan tanaman di hentikan namun itu tidak digubris oleh pihak perusahaan. Warga menilai bahwa pihak perusahaan tidak menghargai proses penyelesaian konflik yang telah diupayakan oleh Pemerintah Kabupaten Takalar.

Kepala Divisi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Melisa Ervin Anwar mengatakan jika apa yang dilakukan oleh warga adalah bentuk dari kegeraman warga atas konflik yang tak kunjung selesai.

“Sangat wajar petani Polongbangkeng Kabupaten Takalar menolak upaya PTPN dalam melakukan aktivitas pemupukan di lahan mereka yang HGU nya telah berakhir. Apalagi perjuangan warga untuk kembali mendapatkan tanahnya sudah sejak lama dilakukan namun tak kunjung mendapatkan hasil positif. Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati Takalar harus segera mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan melibatkan Warga, pihak PTPN dan Pemerintah yang bersangkutan untuk mencari fakta yang sebenarnya terjadi” jelas Melisa.

Diketahui bahwa HGU PTPN XIV Takalar telah berakhir pada tanggal 23 Maret 2023 dan pada tanggal 9 Juli 2024.
Ketika Hak Guna Usaha (HGU) berakhir di tahun 2024, dan saat ini Perusahaan hendak mengajukan upaya Perpanjangan maka lahan yang digunakan tidak boleh terdapat keberatan dari pihak lain atau dalam keadaan sengketa.

Ketentuan ini termuat dalam berdasarkan pasal 73 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah, terkait dengan syarat Perpanjangan dan/atau Pembaruan Hak Guna Usaha yang berasal dari Tanah Negara Meliputi poin C terkait dokumen Perizinan huruf i ditegaskan bahwa terdapat surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah nomor 3 bahwa: Tidak terdapat keberatan dari pihak lain atas tanah yang dimiliki atau tidak dalam keadaan sengketa.

Pimpinan Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Sulawesi Selatan, Supianto menjelaskan bahwa monopoli tanah adalah masalah utama yang dihadapi oleh rakyat di pedesaan terkhususnya kaum tani.

“Monopoli tanah yang bersumber dari praktik perampasan tanah adalah sebuah praktik yang langgeng dari dulu hingga saat ini di Negara Setengah Jajahan dan Setengah Fedoal (SJSF), negara tidak hanya hadir sebagai pelayan setia dari tuan tanah besar dan borjuasi komprador, namun juga menjadi aktor utama dari praktik perampasan dan monopoli tanah,” sebutnya.

Menurutnya, PTPN XIV di Takalar adalah wujud nyata dari negara yang menjelma menjadi tuan tanah. Kaum tani di Polombangkeng yang sebelumnya hidup berkecukupan dengan mengolah tanahnya secara mandiri kemudian harus terusir karena kehadiran PTPN XIV yang menguasai sekitar 6.700 Ha lahan untuk perkebunan tebu dimana dalam lahan tersebut sebelumnya adalah tanah-tanah milik petani Polombangkeng yang terdiri dari satu desa.

“Perlawanan yang terus bergejolak sejak dulu juga dihadapkan dengan berbagai tindak kekerasan seperti intimidasi, terror hingga kriminalisasi. Itu adalah cara Negara menghadapi rakyatnya yang memperjuangkan hak-hak demokratisnya. Rakyat juga selalui dijanjikan dengan beberapa upaya penyelesaian konflik yang akan mereka lakukan namun hingga saat ini konflik itu terus berlarut-larut dan rakyatlah yang selalu menjadi korbannya,” pungkasnya.

“Ini seharusnya menjadi pelajaran bagi rakyat terkhususnya kaum tani yang ada di Polombangkeng bahwa perjuangan secara mandiri yang didasari dari persatuan kaum tani adalah cara berjuang yang paling tepat disbanding menggantungkan harapan pada Negara yang tidak pernah serius menyelesaikan problem utama kaum tani,” tegasnya.