KabarMakassar.com — Seorang hakim Pengadilan Negeri Bulukumba, Sulawesi Selatan, dilapor ke Komisi Yudisial setelah menjatuhkan hukuman penjara terhadap aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Akbar Idris dalam perkara UU ITE yang dilaporkan Bupati Bulukumba Andi Muchtar Ali Yusuf atau disapa Andi Utta.
Majelis Hakim PN Bulukumba yang menangani perkara Akbar Idris dilapor ke Komisi Yudisial oleh Dewan Pimpinan Nasional Lembaga Kajian dan Peduli Hukum Indonesia (LKPHI).
Laporan LKPHI ke Komisi Yudisial teregister dengan nomor 0282/V/2024/P. Laporan tersebut berisi tentang dugaan pelanggaran etik dan pedoman perilaku Hakim PN Bulukumba dalam perkara Akbar Idris.
Ketua Dewan Penasehat DPN LKPHI Abd. Rorano S. Abubakar mengatakan, pihaknya melaporkan majelis hakim ke Komisi Yudisial dengan berfokus pada dua hal.
Pertama, Majelis Hakim PN Bulukumba yang menghukum Akbar dinilai tidak memiliki kesungguhan untuk mempedomani kaidah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XXI/2023.
Putusan MK tersebut memuat tentang pengertian muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik pada pasal 310 KUHP dan korelasinya dengan ketentuan pasal 27 ayat (3) UU ITE yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
“Kedua, putusan tersebut melampaui kewenangan hakim (Ultra Petita), sebab melebihi tuntutan atau dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum kepada Akbar Idris,” kata Abd. Rorano dalam keterangannya, Selasa (7/5).
Ketentuan tersebut diatur dalam pasal 178 ayat (3) Het Herzien Indonesich Reglement atau HIR dan pasal 189 ayat (3) RB yang tegas melarang seorang hakim memutus melebihi apa yang dituntut seperti dalam petitum.
Jaksa Penuntut umum Kejari Bulukumba menuntut Akbar Idris dengan hukuman 1 tahun penjara, namun majelis hakim memvonis Akbar yang meneruskan konten dugaan korupsi dengan hukuman badan 1 tahun 6 bulan.
“Sebab itu kami anggap hakim keliru dalam memutus serta menduga putusan ini dipaksakan. Jadi kami meminta KY (Komisi Yudisial) untuk dapat memeriksa laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ini sesuai dengan kewenangan yang dimiliki,” jelas Rano sapaan advokat tersebut.
“Kami juga meminta KY untuk ikut mengawal proses putusan di tingkat banding,” tandas Rano.
Sebelumnya, kuasa hukum Akbar Idris dari “Koalisi Bantuan Hukum Pro Demokrasi”, mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Makassar sebagai upaya mencari keadilan atas vonis tersebut yang dirasa cukup berat.
Dimana Akbar Idris dihukum 1 tahun 6 bulan penjara setelah membagikan konten WhatsApp (WA) berisi rencana sebuah organisasi untuk melaporkan Bupati Bulukumba Andi Utta ke KPK dalam kasus dugaan korupsi proyek infrastruktur.
Kabid Humas Diskominfo Bulukumba Andi Ayatullah Ahmad dalam keterangannya menyebut, dugaan korupsi yang ditujukan ke pribadi Andi Utta diklaim terjadi saat dia belum menjabat Bupati Bulukumba.
Akbar Idris dihukum memakai pasal 45 ayat (3) juncto Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE.
Akbar Idris tetap dihukum pidana melebihi tuntutan JPU meski telah meminta maaf secara terbuka kepada Andi Utta.