KabarMakassar.com — Pemerintahan Prabowo mengawali masa jabatannya dengan kebijakan kontroversial pemangkasan anggaran besar-besaran senilai Rp306,69 triliun.
Melalui Inpres No.1/2025, pemotongan terbesar terjadi pada kementerian/lembaga (Rp 256,1 triliun) dan transfer daerah (Rp 50,59 triliun).
Meski diklaim untuk mendukung program unggulan seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan bantuan sosial, skala pemotongan yang signifikan ini memunculkan kekhawatiran terhadap dampaknya pada kinerja pemerintahan.
Kementerian Keuangan menegaskan efisiensi ini tidak akan mengganggu layanan publik, namun besarnya pemangkasan sulit diabaikan dalam perputaran roda birokrasi.
Menanggapi itu, pengamat ekonomi, keuangan, dan perbankan, Sutardjo Tui, menegaskan bahwa efisiensi anggaran bukan berarti pemotongan anggaran, melainkan pengalihan dana dari sektor yang kurang efektif ke sektor yang lebih produktif.
Menurutnya, langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran negara dengan memprioritaskan sektor yang dapat memberikan dampak nyata terhadap perekonomian nasional.
Sutardjo menjelaskan bahwa dana dari sektor yang dianggap tidak terlalu produktif, seperti anggaran alat tulis kantor (ATK) dan kebutuhan lainnya yang dinilai kurang efektif, akan dialihkan ke anggaran yang lebih produktif.
Salah satu sektor yang mendapat prioritas adalah hilirisasi pangan serta swasembada pangan.
Dengan adanya pengalihan anggaran ini, sektor pertanian dan perikanan diharapkan mendapatkan dorongan lebih besar agar dapat berkembang dan menjadi salah satu pilar utama dalam perekonomian nasional.
“Efisiensi ini memastikan bahwa dana yang ada benar-benar digunakan untuk hal yang memberikan dampak positif bagi masyarakat, seperti mendukung pertanian dan perikanan yang menjadi sektor prioritas,” ujar Sutardjo, Jumat (14/02).
Selain itu, ia menilai bahwa pengalihan anggaran ke sektor-sektor produktif juga akan membantu program pemerintah dalam mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dengan adanya dukungan anggaran yang lebih optimal, kata dia, UMKM dapat menjalankan program-program pemerintah dengan lebih baik, sehingga turut berkontribusi dalam memperkuat perekonomian nasional.
Sutardjo menegaskan bahwa langkah efisiensi anggaran ini tidak akan mengurangi pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya, tidak ada pemangkasan anggaran yang menyebabkan perlambatan ekonomi, melainkan hanya pengalihan penggunaan dana ke sektor yang lebih produktif.
“Ketika anggaran dialihkan ke hal yang lebih produktif, ini justru akan memberikan dampak positif bagi perekonomian. Sektor-sektor yang sebelumnya kurang mendapat perhatian akan mendapatkan dukungan lebih besar, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Meski demikian, Sutardjo mengakui bahwa akan ada dampak tertentu dari kebijakan efisiensi anggaran ini.
Salah satu sektor yang berpotensi terdampak adalah sektor perhotelan.
Hal ini dikarenakan selama ini sektor perhotelan banyak mengandalkan anggaran dari proyek-proyek pemerintah.
Namun, ia menilai bahwa kondisi ini menjadi tantangan bagi sektor perhotelan untuk beradaptasi dan mencari sumber pendapatan lain di luar proyek pemerintah.
“Perhotelan harus mampu berinovasi dan tidak hanya bergantung pada proyek-proyek pemerintah. Ini menjadi peluang bagi industri untuk mengembangkan strategi baru agar tetap bertahan dan berkembang,” ujarnya.
Selain itu, pengurangan anggaran di beberapa sektor juga berpotensi menyebabkan pengurangan tenaga kerja.
Namun, Sutardjo optimistis bahwa hal ini bisa diatasi dengan terciptanya peluang kerja yang lebih besar di sektor lainnya, khususnya di bidang pertanian dan perikanan.
Ia menyebut, pemerintah saat ini menjadikan swasembada pangan sebagai salah satu prioritas utama, sehingga sektor pertanian dan perikanan diperkirakan akan semakin berkembang dan membutuhkan lebih banyak tenaga kerja.
“Jika dikhawatirkan akan terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK), hal ini bisa diantisipasi dengan peluang di sektor pertanian dan perikanan yang akan menjadi lebih besar. Ini juga membantu mengurangi ketergantungan pada impor,” tambahnya.
Terkait dengan anggapan bahwa efisiensi anggaran ini dilakukan untuk membayar utang jatuh tempo Indonesia pada 2025, Sutardjo membantah hal tersebut.
Ia menegaskan bahwa efisiensi anggaran tidak dilakukan untuk membayar utang negara, karena skema pembayaran utang sudah dipersiapkan jauh sebelum jatuh tempo.
“Efisiensi ini bukan karena adanya utang jatuh tempo, karena pembayaran utang sudah diperhitungkan dan disiapkan sejak jauh hari sebelum utang tersebut dilakukan,” ujarnya.
Namun, ia mengakui bahwa secara tidak langsung, efisiensi anggaran yang digunakan untuk kegiatan produktif dapat membantu perekonomian nasional, yang pada akhirnya juga bisa berdampak positif dalam membantu pembayaran utang.
Ia juga menekankan bahwa sektor swasembada pangan dan perikanan memiliki dampak yang besar terhadap perekonomian nasional.
Dengan semakin berkembangnya sektor ini, ketergantungan terhadap impor dapat dikurangi, sehingga ekonomi menjadi lebih mandiri dan stabil.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Prabowo Subianto menargetkan penghematan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp306,69 triliun melalui pemangkasan belanja perjalanan dinas, kehormatan, dan kegiatan seremonial di kementerian/lembaga (KL) maupun pemerintah daerah (Pemda).
Kebijakan ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025, yang diteken pada 22 Januari 2025.
Dalam proses tersebut, Prabowo menghemat dua langkah penghematan besar. Pertama, pemangkasan belanja KL sebesar Rp256,1 triliun. Kedua, pemotongan alokasi dana transfer ke daerah (TKD) senilai Rp50,59 triliun.
Meski demikian, Prabowo menegaskan bahwa penghematan tidak akan menyentuh anggaran untuk gaji pegawai maupun bantuan sosial (bansos), yang tetap menjadi prioritas.
Penghematan ini diarahkan untuk memangkas pengeluaran yang tidak mendesak, seperti perjalanan dinas dan kegiatan seremonial.
Prabowo juga menerbitkan seluruh kementerian untuk segera membahas rencana penghematan ini dengan DPR RI dan melaporkannya kepada Presiden melalui Menteri Keuangan paling lambat 14 Februari 2025.
“Menyampaikan usulan revisi anggaran berupa blokir anggaran sesuai besaran efisiensi anggaran masing-masing kementerian/lembaga yang telah mendapat persetujuan serupa pada angka 5 kepada Menteri Keuangan paling lambat 14 Februari 2025,” tegas Prabowo dalam proses ketiga poin keenam, dikutip Jumat (24/01).
Langkah Presiden Prabowo ini mendapat dukungan penuh dari DPR RI, termasuk dari Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Mohammad Hekal.
Menurutnya, kebijakan ini merupakan langkah positif untuk meningkatkan efisiensi belanja negara.
“Ya bagus, harusnya sudah dari dulu,” ujar Hekal, yang juga menjabat Ketua DPP Partai Gerindra, dikutip Jumat (24/01).
Namun, Hekal mengingatkan agar kementerian dan lembaga tetap menjaga kualitas program yang telah direncanakan.
Meski ada penghematan, target pencapaian program harus tetap diprioritaskan.
“Yang penting output (kinerja) K/L jangan turun. Target-target pencapaian tetap kita tuntut. Yang diminta potong kan yang tidak efisien, seperti perjalanan dinas yang kurang penting serta seremoni yang sebenarnya bisa memanfaatkan teknologi,” tegasnya.
Hekal juga menilai penghematan anggaran ini sebagai langkah strategi untuk meningkatkan kualitas belanja negara agar lebih terukur dan efisien.
Dana yang dihemat direncanakan akan dialokasikan untuk berbagai proyek Andalan Presiden Prabowo yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi.
“Tentu untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, kita harus selalu meningkatkan kualitas belanja. Ini (penghematan anggaran negara) wujud nyata ke arah itu. Dana akan dikonsentrasikan untuk berbagai proyek Andalan Presiden Prabowo,” pungkas Hekal.