kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

Dugaan Korupsi di Pertamina, Prabowo: Kami Akan Bela Kepentingan Rakyat

Kasus Korupsi Pertamina Terbongkar, Prabowo: Kami Akan Bela Kepentingan Rakyat
Presiden RI, Prabowo Subianto (Dok : Ist).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto akhirnya angkat bicara terkait kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.

Prabowo menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi di Indonesia, termasuk dalam kasus ini. Ia memastikan bahwa kasus tersebut tengah ditangani dengan serius.

Pemprov Sulsel

“Lagi diurus semua. Kami akan bersihkan, kami akan tegakkan. Kami akan membela kepentingan rakyat,” ujar Prabowo usai peluncuran Bank Emas, dikutip Kamis (27/02).

Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.

Ia juga menekankan pentingnya asas praduga tak bersalah bagi pihak-pihak yang terlibat dalam penyelidikan.

“Kami dari Kementerian ESDM sangat menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Kita harus menyerahkan semuanya kepada aparat penegak hukum. Tentu saja, kita juga menghargai praduga tak bersalah,” jelas Bahlil dikutip, Kamis (27/02).

Perbaikan Tata Kelola Minyak

Lebih lanjut, Bahlil menyoroti perlunya perbaikan dalam tata kelola minyak bumi yang diolah menjadi bahan bakar minyak (BBM).

Salah satu langkah yang akan dilakukan adalah pembenahan sistem perizinan impor BBM, yang sebelumnya berlaku satu tahun menjadi enam bulan, dengan evaluasi setiap tiga bulan.

“Makannya sekarang, izin-izin impor kita terhdapat BBM tidak lagi berlaku satu tahun sekaligus, melainkan per enam bulan dengan evaluasi setiap tiga bulan,” ungkapnya.

Selain itu, Bahlil menegaskan bahwa pemerintah ke depan tidak akan lagi memberikan izin ekspor minyak mentah yang dihasilkan dalam negeri.

Seluruh hasil minyak akan diolah di kilang dalam negeri melalui proses blending untuk memastikan kualitasnya sesuai dengan spesifikasi kilang yang ada.

“Kita blending antara minyak berkualitas tinggi dengan kualitas bagus dengan minyak yang sentengah bagus agar spek di refinery kita itu masuk,” tutupnya.

Sebagai informasi, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menahan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk pada PT Pertamina, subholding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023, Senin (24/02). Ketujuh tersangka terdiri dari empat pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta.

Mereka adalah Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.

Sementara itu, dari pihak swasta terdapat MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, serta YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Mera.

Kejagung mengungkapkan bahwa dalam kasus ini terjadi praktik pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dengan Pertalite.

PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite, kemudian mencampurnya di depo atau storage hingga menghasilkan Pertamax.

Namun, pembelian Pertalite tersebut dilakukan dengan harga Pertamax, sehingga merugikan keuangan negara.

“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah, kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92,” demikian keterangan Kejagung, Selasa (25/02).

Selain itu, dalam periode 2018-2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri seharusnya mengutamakan pasokan dari dalam negeri sebelum melakukan impor.

Namun, Kejagung menemukan bahwa tersangka RS, SDS, dan AP melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) untuk menurunkan produksi kilang, sehingga minyak mentah dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan akhirnya beralih ke impor.

Dalam proses impor minyak mentah dan produk kilang, Kejagung menemukan adanya pemufakatan jahat antara para tersangka dengan broker atau DMUT sebelum tender dilaksanakan.

Para tersangka diduga telah mengatur pemenang tender dengan harga yang telah disepakati sebelumnya, yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan secara melawan hukum.

Pemufakatan ini diwujudkan dengan pengaturan proses pengadaan impor, sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai prosedur.

Para tersangka juga menyetujui pembelian dengan harga tinggi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku.

Berdasarkan perhitungan Kejagung, total kerugian negara akibat kasus ini mencapai sekitar Rp193,7 triliun.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

harvardsciencereview.com
https://inuki.co.id