KabarMakassar.com — Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bulukumba menemukan indikasi masalah pada pelaksanaan proyek pembangunan dan rehabilitasi di sejumlah sekolah. Proyek yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2023 senilai Rp 35 miliar lebih itu dilaksanakan dengan sistem swakelola tipe satu untuk 40 sekolah.
Anggota Komisi D DPRD Bulukumba, H Safiuddin mengungkapkan temuan itu bedasarkan hasil peninjauan yang dilakukan di beberapa sekolah yang menerima program tersebut. Menurutnya, ada beberapa indikasi kekeliruan yang terjadi dalam pelaksanaan program tersebut.
Pertama, program yang seharusnya dikerjakan dengan sistem swakelola justru dikerjakan oleh orang-orang di luar wilayah sekolah berada. Sementara itu, kepala sekolah hanya diminta mempertanggungjawabkan anggaran.
" Yang kami lihat ada pengerjaan di situ, tapi tidak ada orang lokal," sesalnya.
Kedua, material yang digunakan oleh pihak ketiga diduga tidak sesuai spesifikasi yang dipersyaratkan dalam RAB (Rencana Anggaran Belanja). Pihak sekolah pun bersikeras menolak dan meminta pelaksanakan kegiatan mengganti material sesuai perencaan.
"Ada kepala sekolah yang menolak pasir yang digunakan, yang seharusnya pasir hitam. Tapi pasir yang dipakai katanya berdebu," beber politisi Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Ketiga, lanjut Safiuddin, yang paling mencurigakan adalah pembangunan toliet/jamban yang nilai anggarannya sangat tidak rasional. Bangunan toilet dengan volume 2×3 dianggarkan sebesar Rp 110 juta.
"Kami dari Komisi D akan meminta pimpinan untuk melakukan hearing atau RDP (Rapat Dengar Pendapat) untuk membahas temuan ini dan memanggil pihak terkait untuk menjelaskan kondisi di lapangan," jelasnya
Kepala Seksi Sarana dan Prasarana, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bulukumba, Maulana yang dikonfirmasi membantah adanya pengerjaan proyek oleh kontraktor.
"Bedakan, kontraktor itu dipihaktigakan dilaksanakan dengan mekanisme penunjukkan melalui mekanisme tender, ini swakelola," katanya.
Maulana mengatakan, swakelola saat ini berbeda dengan swakelola sebelumnya. Swakelola saat ini diawasi oleh instansi penaggunjawaban anggaran dalam hal ini Dinas Pendidikan, sebelumnya penangunjawabnya oleh kepala sekolah dan komite. Hanya saja, dia tidak bisa merinci berapa anggaran yang didapatkan masing-masing sekolah.
"Konpleski, tidak bisa dijelaskan satu-satu. Yang pastinya besar ada yang sampai Rp 2 miliar, karena konsepnya penuntasan," kata Maulana.