KabarMakassar.com — DPR RI melalui Komisi II menyepakati bahwa jika dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) kotak kosong menang melawan calon tunggal, maka daerah tersebut akan menggelar pilkada ulang pada tahun 2025. Hal ini diatur dalam Pasal 54D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Kesepakatan ini merupakan hasil dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI yang berlangsung pada Selasa (10/09).
Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, menyatakan bahwa pihaknya menyetujui pelaksanaan pilkada ulang jika pasangan calon tunggal tidak mendapatkan suara mayoritas.
“Daerah dengan pilkada hanya terdiri dari satu pasangan calon dan tidak mendapatkan suara lebih dari 50 persen, kami menyetujui pilkada diselenggarakan kembali pada tahun berikutnya yakni 2025, sebagaimana diatur dalam Pasal 54D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada,” ujarnya dikutip dari Antara, Rabu (11/09).
Dalam RDP ini juga memutuskan untuk membahas lebih lanjut mengenai Peraturan KPU (PKPU) yang mengatur teknis penyelenggaraan pilkada dengan calon tunggal. Pembahasan lanjutan ini dijadwalkan akan dilakukan pada rapat kerja dan RDP berikutnya yang akan digelar pada 27 September 2024.
“Kita akan melanjutkan pembahasan PKPU pada tanggal 27 September,” tambah Doli.
Data KPU per 4 September 2024 mencatat ada 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2024, terdiri dari satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota. Calon tunggal ini akan berhadapan dengan opsi kotak kosong.
Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, membenarkan hasil kesepakatan tersebut dan menyatakan bahwa Komisi II bersama KPU, Bawaslu, Kemendagri, dan DKPP akan mengkaji lebih lanjut mengenai regulasi yang diperlukan untuk daerah dengan calon tunggal.
Anggota lain dari Komisi II, Mardani Ali Sera, sebelumnya menyebutkan tiga skenario yang sedang dipertimbangkan jika kotak kosong memenangkan pilkada. Opsi pertama adalah menggelar pilkada ulang dengan calon tunggal yang sama melawan kotak kosong.
Opsi kedua adalah mempercepat pilkada dalam dua tahun ke depan dan membuka kembali pendaftaran calon. Dan opsi ketiga, pilkada digelar lima tahun kemudian dengan daerah tersebut dipimpin oleh penjabat sementara kepala daerah selama lima tahun.
Dengan perkembangan ini, aturan dan teknis pelaksanaan pilkada di daerah dengan calon tunggal masih menjadi perhatian utama untuk pembahasan lebih lanjut.