KabarMakassar.com — Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulsel (Disnakkeswan) Sulsel menyiapkan peternak milenial melalui proyek Perubahan Filantropi Peternak Sapi Millenial atau disebut Filatelli.
Kepala Disnakkeswan Sulsel, Nurlina Saking menyebut inovasi Filatelli tersebut didasari atas bonus demografi serta Indonesia emas mendatang.
“Kenapa saya mengambil suatu inovasi filantropi peternak sapi milenial Sulawesi Selatan, karena kita tahu bahwa 2035 itu puncak bonus demografi kemudian Indonesia emas 2045,” ujarnya.
Ia menuturkan, pada tahun 2045 tercatat 80 persen pelaku peternakan telah berada diatas umur 50 tahun. Ia menyebut terjadi permasalahan yaitu tidak terjadi regenerasi.
Dia mengungkapkan kekhawatirannya ketika jumlah anak muda yang cukup banyak tetapi keterlibatan di sektor peternakan sedikit atau bahkan tidak ada.
“Kita akan kehilangan sumber daya manusia pelaku peternakan. Terkait dengan permasalahan regenerasi, akan ada banyak yang di muka bumi ini, negara maju pun, mereka bermasalah dengan regenerasi,” ucapnya.
Nurlina menyatakan saat ini stigma negatif terhadap peternakan masih ada. Termasuk diantaranya pikiran negatif ketika berkecimpung di sektor peternakan yang dapat menyebabkan tubuh menjadi kotor saat beraktivitas, perputaran uang yang cukup lama serta modal yang cukup banyak.
“Kalau anak muda mau terjun ke peternakan kan, stigmanya negatif. Kotor, duitnya lama, terus butuh modal. Hal itu semua lah yang dibangun di filantropi, bahwa beternak itu keren, peternakan maju karena kita peternak milenial,” tukasnya.
Oleh karena itu, kata Nurlina, digunakan mekanisasi. Sebuah metode beternak yang dilakukan dan didampingi oleh Disnakkeswan Sulsel. Selain itu dihubungkan pula kepada sektor-sektor permodalan dan untuk ilmunya akan didampingi oleh para pelaku yang telah berhasil serta pihak dari perguruan tinggi.
Peternakan kedepan diharapkan menjadi peternakan yang modern dimana peternakan tersebut dapat dijalankan oleh anak-anak muda.
“Jadi kami, Dinas Peternakan membangun, mengajak anak-anak muda yang sudah beternak, itupun masih dihitung jari, merekalah yang berkampanye tentang beternak itu keren. Karena pemerintah mempunyai keterbatasan,” imbuhnya.
Keterbatasan yang dimaksud terdiri dari keterbatasan sumber daya aparat dalam melakukan pendampingan ke lapangan, serta keterbatasan sumber daya anggaran untuk mendampingi. Ia menekankan bahwa sebagian tugas pemerintah terdapat pada teman-teman filantropis.
“Pemerintah mendampingi filantropis ini, mengajak anak-anak muda untuk beternak.
Apabila anak muda ini jago teknologi, maka peternakan kita akan dijalankan dalam metode-metode yang lebih modern. Pasti ini menarik, karena beternak itu akan keren. Selama ini itu kan yang belum tersentuh di sektor peternakan,” tutupnya.